Aulia, gadis sederhana yang baru saja bekerja sebagai office girl di kantor megah milik CEO ternama yang dikenal kaku dan sulit didekati, tiba-tiba menjadi pesuruh pribadinya hanya karena kopi buatan Aulia.
Hayalannya menjadi karyawan yang baik dan tenang hancur seketika akibat bosnya yang tukang suruh-suruh hal yang tidak-tidak semakin membuatnya jengkel.
Sifatnya yang ceria dan kelewat batas menjadi bulan-bulanan bosnya. Akankah ia mampu bertahan demi uang yang berlimpah? Atau...
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Alensvy, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Masak Tengah Malam
...****************...
Begitu sampai di depan apartemen mewah itu, Aulia mendongak, ternganga melihat betapa tingginya bangunan tersebut.
"Ya ampun, ini mah bukan apartemen, ini istana!" gerutunya sambil melangkah masuk.
Setelah melewati resepsionis dan naik lift, Aulia akhirnya tiba di depan pintu penthouse Aldiano. Ia mengetuk pintunya agak keras, sudah tak peduli lagi dengan sopan santun.
Pintu terbuka, dan seperti biasa, Aldiano berdiri di sana dengan ekspresi datarnya.
Aulia langsung melipat tangan di dada, memasang wajah kesal.
"Pak, Anda tahu nggak kalau orang normal itu tidur jam segini? Normal ya, Pak, bukan CEO aneh yang ngerjain pegawainya tengah malam buat masak!"
Aldiano tetap diam, hanya menyingkir dari pintu agar Aulia bisa masuk.
Aulia mendengus kesal dan melangkah masuk. Begitu melihat interior apartemen itu, matanya membulat.
"Astaga… ini apartemen atau hotel bintang tujuh?!" serunya. Segalanya serba mewah, dari lampu gantung yang elegan, sofa kulit mahal, hingga jendela besar yang menampilkan pemandangan kota di malam hari.
Aldiano tetap memasang wajah datarnya.
"Dapur di sebelah sana."
Aulia memutar bola matanya dan berjalan ke dapur. "Astaga, Pak, Bapak ini memang tukang nyuruh, ya? Nggak ada basa-basi, nggak ada rasa bersalah, langsung perintah aja!"
Aldiano duduk di kursi makan, menatap Aulia tanpa ekspresi. "Aku lapar."
Aulia membanting tasnya ke meja dapur. "YA TERUS?! Emang saya warteg 24 jam?!"
Aldiano tetap tidak bereaksi.
Aulia mendengus, membuka kulkas dengan kasar. Begitu melihat isinya, ia terkejut.
"Loh, ini kenapa isinya cuma air putih dan sama buah doang? Ini kulkas CEO atau kulkas anak kos yang lagi bokek?"
"Aku jarang makan di rumah," jawab Aldiano santai.
Aulia menutup kulkas dengan kesal. "Pak, saya tuh mau masak, bukan mau sulap! Mana bahannya? Jangan bilang saya harus pesen bahan sendiri!"
Aldiano menatapnya sebentar, lalu dengan tenang merogoh dompetnya dan meletakkan beberapa lembar uang di meja.
Aulia memicingkan mata.
"Oke, pertama, ini bukan tahun 90-an. Kita udah ada aplikasi belanja online, Pak. Kedua, ngapain saya yang belanja?! Ini rumah Bapak, Bapak yang harusnya nyiapin bahan!"
Aldiano tetap tenang. "Aku bayar."
Aulia ingin membanting spatula ke kepalanya sendiri. Sumpah, ini bos atau robot?!
Dengan wajah penuh kekesalan, Aulia akhirnya mengambil ponselnya dan mulai memesan bahan makanan secara online. "Tahu nggak, Pak? Bapak ini tipe bos yang bakal bikin karyawan cepat stres!"
Aldiano tetap diam.
Aulia mendengus. "Saya ngomel-ngomel dari tadi, Bapak nggak ada niat minta maaf gitu?"
Aldiano menatapnya sebentar, lalu berkata dengan datar, "Tidak."
Aulia hampir melempar ponselnya. "YA ALLAH, SABARKAN HAMBA!!"
Setelah berdebat panjang soal belanja bahan makanan, akhirnya pesanan Aulia tiba. Dengan kesal, ia langsung mengambil kantong belanjaan itu dan mulai memasak.
Aldiano masih duduk di meja makan, menonton Aulia dengan ekspresi datarnya yang khas.
Aulia melirik sekilas dan mendengus. "Pak, jangan ngeliatin saya gitu, deh. Merinding tahu!"
Aldiano tetap diam, matanya masih fokus ke Aulia.
Aulia menghela napas panjang. "Serius, Pak. Ini dapur, bukan bioskop. Kalau mau nonton, nonton Netflix aja. Jangan nontonin saya masak."
Aldiano tetap tidak bergeming.
Aulia mulai merasa risih. "Pak, Bapak nggak ada kerjaan lain ya? Mungkin bikin laporan keuangan, baca dokumen penting, atau ya… mungkin tidur seperti manusia normal?"
Aldiano akhirnya bicara, tapi tetap dengan nada datar. "Aku ingin memastikan kamu tidak meracuni makananku."
Aulia memutar badan dengan cepat, menatap Aldiano dengan ekspresi tidak percaya. "Bapak pikir saya racun tikus atau gimana?! Kalo saya mau ngeracunin Bapak, saya udah masukin garam sekarung ke makanan Bapak!"
Aldiano mengangkat alis tipis. "Jadi, kamu memang punya niat?"
Aulia memegang kepalanya, pura-pura pusing. "Ya Allah… cobaan apa ini…"
Setelah beberapa menit memasak sambil ngomel-ngomel, akhirnya makanan siap. Aulia menaruh piring berisi nasi goreng spesial di depan Aldiano dengan sedikit kasar.
"Tuh! Makan!"
Aldiano menatap piring itu, lalu melirik Aulia. "Kenapa hanya satu porsi?"
Aulia menatapnya dengan tajam. "Lah? Ini buat Bapak. Saya udah makan tadi."
Aldiano tetap diam beberapa saat sebelum akhirnya mengambil sendok. Ia menyendok nasi goreng itu, lalu memasukkannya ke mulut.
Aulia melipat tangan di dada, menunggu reaksinya.
Beberapa detik kemudian, Aldiano berhenti mengunyah. Ekspresinya masih datar, tapi matanya sedikit menyipit.
Aulia mencondongkan tubuh ke depan. "Kenapa? Gimana rasanya?"
Aldiano mengunyah perlahan, lalu menatap Aulia. "Ada rasa."
Aulia menghela napas lelah. "Ya jelas ada rasa! Itu nasi goreng, bukan kertas!"
Aldiano tetap diam, lalu mengambil satu suapan lagi. Kali ini lebih cepat, seolah mencoba memastikan sesuatu.
Aulia menyipitkan mata curiga. "Pak, jangan bilang Bapak nggak bisa ngerasain makanan lain, tapi kalau makanan yang saya buat, Bapak bisa ngerasain?"
Aldiano meletakkan sendoknya sebentar dan menatap Aulia. "Sejauh ini, hanya makanan yang kamu buat yang bisa kurasakan."
Aulia terdiam sebentar sebelum akhirnya terkekeh. "Wah, ini kutukan, Pak. Bapak kena kutukan ‘hanya bisa makan masakan Aulia’!"
Aldiano tetap tenang. "Kalau begitu, kamu harus memasak untukku setiap hari."
Aulia berhenti tertawa. "Excuse me, what now?"
Aldiano melanjutkan makannya. "Mulai besok, kamu memasak untukku tiga kali sehari."
Aulia menunjuk dirinya sendiri. "Pak, saya ini office girl, bukan chef pribadi!"
Aldiano tidak peduli. "Kamu akan tetap bekerja sebagai office girl. Tapi setelah jam kerja, kamu akan memasak untukku."
Aulia menganga. "Bapak kira saya punya tenaga cadangan kayak superhero?! Saya juga manusia biasa yang butuh istirahat, Pak!"
Aldiano tetap makan dengan tenang. "Aku bayar lebih."
Aulia menyipitkan mata. "Seberapa lebih?"
Aldiano menyebutkan jumlahnya dengan santai.
"5 juta dalam sehari. Dan aku transfer langsung setiap malam."
Aulia langsung terdiam.
Angka itu cukup besar… sangat besar malah. Bisa buat bayar kos 3 bulan, bahkan masih sisa buat belanja skincare dan makan enak setiap hari.
Aulia menggigit bibir, berpikir keras. Di satu sisi, dia benci disuruh-suruh sama bos menyebalkan ini. Tapi di sisi lain… duitnya lumayan banget.
Dengan berat hati, akhirnya dia menghela napas panjang dan menatap Aldiano dengan mata penuh penderitaan.
"Oke, saya terima… TAPI, saya nggak mau diganggu kalau lagi tidur!"
Aldiano mengangkat bahu. "Baik."
Aulia menunjuknya tajam. "Dan jangan pernah telepon saya tengah malam lagi cuma buat minta masak!"
Aldiano tetap datar. "Tidak ada janji."
Aulia hampir menjitak kepalanya sendiri. YA ALLAH, BENERAN KENAPA GUE SETUJU INI?!
.
.
Next👉🏻
Dalam dunia kerja, tidak ada adaptasi dengan dikasih waktu berkeliling. Perusahaan manapun waktu adalah uang, dan mereka tidak mau yang namanya rugi.
kalo diterima itu artinya sudah siap langsung bekerja. perkara tidak tahu, biasanya diminta untuk bertanya pada senior/pegawai yang sudah lama bekerja. itu logik bukan hujatan ya.
Tolong riset dulu ya biar logik ceritanya
dibandingkan temui, pilih kata 'menghadap' karena ini lingkungan kerja. Ada SOP jelas yang harus diperhatikan dan ditaati pegawai.
"Silahkan langsung menuju lantai lima belas. Kamu menghadap ke Pak Edwin bagian HRD," jawabnya bla bla
"Permisi. Saya Aulia, Office Girl yang baru. Mau lapor dulu nih, biar dibilang rajin," ujarnya