NovelToon NovelToon
Mencintaimu Adalah Luka

Mencintaimu Adalah Luka

Status: sedang berlangsung
Genre:Cintapertama / Kisah cinta masa kecil / Bad Boy / Enemy to Lovers / Idola sekolah
Popularitas:5.4k
Nilai: 5
Nama Author: Jaena19

Kania gadis remaja yang tergila-gila pada sosok Karel, sosok laki-laki dingin tak tersentuh yang ternyata membawa ke neraka dunia. Tetapi siapa sangka laki-laki itu berbalik sepenuhnya. Yang dulu tidak menginginkannya justru sekarang malah mengejar dan mengemis cintanya. Mungkinkah yang dilakukan Karel karena sadar jika laki-laki itu mencintainya? Ataukah itu hanya sekedar bentuk penyesalan dari apa yang terjadi malam itu?

"Harusnya gue sadar kalau mencintai Lo itu hanya akan menambah luka."

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Jaena19, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

tiga puluh dua

Dua jam sebelumya 

Deruman motor yang baru saja berniat memasuki sebuah area seketika berhenti. Genggamannya berubah menjadi erat pada tarikan gas motor sekaligus remnya. Matanya menatap tajam pada barisan yang seolah menghadapinya untuk lewat itu.

Perhatiannya tetap tertuju pada titik yang sama ketika motor lain mulai ikut bersamanya. Tidak sama banyak dengan yang di depan sana. Tapi setidaknya bisa sedikit membuat nya yakin kalau dia tidak sendiri.

Ia memegang kendali untuk kesekian kalinya.

Dengan pasti, tangannya memutar kunci motornya, mematikan derum mesin sebelum beralih untuk melepas pengaman kepalanya.

Nafasnya masih terbilang tenang meski kenyataan dirinya mulai tersebut oleh emosi.

"Udah lama kita nggak main bareng."

Sebuah nada yang menyiratkan keramahan itu sama sekali tidak membuat dirinya berubah pikiran. Wajah datar dengan kedua matanya yang masih menatap tajam laki-laki berseragam abu-abu di hadapannya.

"Kania ya?"

Perlahan tapi pasti, nafasnya mulai memburu. Ia melirik ke sampingnya, tepat di mana seorang Fabian berada.

"Ngapain lo bawa-bawa nama Kania?" Desis Raden yang ikut berdiri di sebelah kirinya.

Tidak, ia tidak pernah membawa nama Kania pada lawannya itu. Sekalipun tidak. Ia yakin itu.

"Keren juga cewek ko."

Senyuman miring yang tercetak jelas di wajah laki-laki dari jaket hitam itu berhasil membawa kepalan tangan varian terlihat jelas. Entah apa yang sebenarnya laki-laki di depan sana maksud, tapi dengan mendengar nama kalian sekaligus Karel yang ikut tersangkut, emosinya kembali meledak.

"Menurut Lo, mending main sama Laras atau Kania ya-"

"Lo berani sentuh Laras! Mati Lo!"

Desisan tajam Karel kembali mengisi jalannya sunyi namun ramai akan motor itu berhasil membawa kekehan pada tim lawan.

"Berarti kalau Kania gak ada masalah ya?*

Adrian, laki-laki dengan jaket hitam yang memimpin barisan depan itu tertawa sinis. Ia merubah saku celananya, mengambil ponselnya dan kembali menatap penuh kemenangan pada Karel.

"Sekali-kali buat Bina Jaya kegoncangan seru kali ya?" kekehnya yang kemudian membuka ponselnya itu mendekat ke telinga.

"Ya, Bang?"

"Kania dan Laras dimana?" tanyanya tanpa melepaskan tatapannya pada Karel.

" Balapan malam, bang."

Laki-laki itu kembali menampilkan senyum miringnya." Bawa!"

Dan saat itu tiga orang yang berhadapan dengannya menegang di tempat.

---

Nafas memburu tanpa penglihatan apapun tentu menjelaskan kondisi Kania saat ini. Tubuhnya sudah tidak lagi berada di dalam mobil. Karena tepat sepuluh menit yang lalu, tubuhnya kembali ditarik paksa untuk turun di suatu tempat yang bahkan tidak ia ketahui keberadaannya.

Matanya terasa sesak. Iya, dia takut bukan main. Dalam kehidupannya, menjaga seorang Laras dalam keadaan tidak terkendali pun memang sudah biasa. Tapi jika dia yang menjadi pemeran utama dalam keadaan seperti ini, entahlah, rasanya ia tidak bisa berpikir lagi.

Bukan hanya keadaannya yang saat ini harus ia pikirkan. Karena kenyataannya di mana yang meninggalkan Laras dengan dua pesan dari Karel dan juga Fabian masih jelas mengganggunya. Ia tidak bisa berpikir dari sedetik saja saat ini.

Mulutnya bebas. Tidak ada penutup seperti yang menempel di matanya. Tapi sekali lagi perlu ditekankan, yang ia rasakan saat ini adalah ketakutan luar biasa sampai-sampai bibirnya sudah tidak bisa berkata-kata.

Tubuhnya bergetar seolah menahan rasa takut yang semakin menjulur ketika sebuah tangan terasa menyentuh pundaknya ia tidak terbalut oleh sehelai kain pun.

Ah, ingatkan Kania. Mulai saat ini tidak ada lagi pakai yang minim yang boleh ia kenakan.

Ah, tidak,, tetapi memang Kania masih bisa hidup setelah ini?

"Sabar ya, Kania,,"

Suara pelan namun terdengar menyebalkan itu kembali membuat bulu kuduk Kania meremang.

Kalau saja dirinya bisa melihat keadaan, mungkin yang terjadi sekarang bukanlah sebuah ketakutan mendalam. Tetapi berhubung ia tidak tahu keadaan sama sekali, jangan salahkan jika dirinya ketakutan seperti ini.

"Gue pake dulu gak boleh apa?"

"Tau! Lumayan nih!"

Kania mengigit bibirnya dalamnya kencang. Pembicaraan macam apa ini?

Dadanya terus bekerja tanpa irama, kakinya berusaha sekuat mobil ia tahan untuk tidak bergerak. Tolong, Kania benar-benar sangat memohon untuk keluar dari tempat ini.

Nafasnya kembali memburu tidak tenang ketika tanpa izin sebuah tangan menyapu halus wajahnya. Sadar atau bahkan tidak, peluh air mata yang berusaha ia tahan turun membasahi wajahnya.

Papa,,, batin Kania semakin merasa takut.

-----

"Lo nyari masalah apa lagi si sama Adrian?!"

Suara nyaring Fabian yang memenuhi ruang keluarga jelas membuat tubuh Laras kembali menegang.

Dewa sudah siap siaga memeluk erat tubuh Laras yang seolah ketakutan malam ini. Bagaimana tidak takut? Temannya hilang tepat setelah ia menancap gas mobilnya beberapa jam yang lalu.

Tidak,, maksud Laras, Kenapa selalu Kania yang kena imbasnya di saat dirinya mencari masalah?

"Abang,," Laras mengeluh pelan sebelum semakin memperdalam pelukannya pada dada Dewa.

"Den, coba hubungin adriannya aja. Gue yang ngomong." Dewa bersuara pelan dengan tangannya yang masih setia mengelus pelan tubuh Laras yang bergetar itu.

Raden mendesah pelan sebelum menggeleng pasti." Ponselnya mati, gue udah coba hubungin dia dari tadi."

Di tempatnya, Fabian berdesis jengkel. Kenapa yang namanya Karel suka sekali berulah si? Ia sudah jengkel setengah mati dengan laki-laki itu.

"Liat nomornya sini!" Angga, laki-laki yang ikut hadir di ruang keluarga rumah Dewa itu bersuara.

"Gak bis-"

"Gue liat nomornya!" ulang Angga ketika Raden akan menolak.

Raden mengalah, dia menyerahkan ponselnya ke hadapan Angga, membiarkan laki-laki itu melakukan segala sesuatu yang ia yakini dapat mencari keberadaan Kania saat ini.

"Gue cabut dulu,,,"

"Angga,," Dewa bersuara ketika tubuh Angga bangkit dari sofa. Laki-laki itu tidak banyak bicara, tapi wajahnya jelas menyebabkan sebuah kekhawatiran yang ikut membuatnya merasa tidak nyaman.

Ia beralih pada Laras, ia menghela napasnya pelan." Laras sebentar ya? Aku cari Kania dulu?" Izinnya pelan sebelum membiarkan Laras menjauhkan diri dari tubuhnya.

"Lo semua jaga di sini aja," pesan Dewa pada tiga laki-laki yang jauh lebih muda darinya itu.

"Gue ikut." Fabian menyahut tenang namun pasti.

Jangan harap Fabian bisa berada di tempat yang sama dengan Karel saat itu sudah menguji imannya berkali-kali.

Apalagi, disaat dirinya tahu masalah ini terang-terangan ada karena Karel. Laki-laki itu malah memilih duduk diam dengan mulut yang tertutup rapat. Bagaimana Fabian tidak semakin jengkel?

Dewa mengangguk pelan. Ia beralih pada Raden yang masih setia berdiri menatapnya.

"Titip Laras sampai pada pulang," pesannya.  Kata pada yang iya maksud jelas mengarah pada kedua orang tuanya, dua orang yang masih belum juga menunjukkan diri di rumah malam ini.

Selepas kepergian Dewa, Angga dan juga Fabian. Hal yang pertama harus lakukan adalah jelas menatap tajam ke arah Karel. Jika di depan Dewa, membuat keributan dengan Karel adalah sebuah karangan keras. Tapi berhubung laki-laki itu sudah pergi, maka ia siap melupakan emosinya.

"Lo-"

"Lo gak ada niatan gerak, Rel?!"

Baru saja bibirnya ingin memaki, tapi Raden sudah lebih dulu bersuara dengan sinis. Tatapan tajam Raden seakan tidak memberi pengaruh apa-apa pada laki-laki yang memilih untuk tetap tenang pada posisinya itu.

Laras tertawa sinis." Kenapa Kania bawaannya sial mulu kalau deket sama Lo?"

Karel tidak menggubris. Ia memilih untuk memejamkan matanya erat. Kalau orang-orang berpikir dirinya tenamu, mereka salah. Ia jelas menjadi orang yang terakhir berhubungan dengan Kania sebelum gadis itu dinyatakan hilang. Lalu apakah mungkin ia bisa bernapas dengan tenang setelah mengetahui fakta itu?

1
Suryani Tohir
nice
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!