Tentang seorang pria yang tidak diperlakukan adil oleh ayahnya. Tapi dia bisa membuktikan bahwa dia bisa sukses tanpa mengandalkan kekayaan orang tua, sayangnya dia harus kembali jatuh ketika wanita yang dia cintai pergi begitu saja tanpa adanya alasan, membuat dia menjadi casanova.
Suatu hari dia mengalami nasib sial sehingga dia harus menikah dengan seorang gadis yang tak dia cintai, dan membuat dia menjadi menantu yang sama sekali tidak diharapkan oleh mertuanya, seakan memandang rendah pada profesinya sebagai seorang aktor.
Dan Morgan akan membuktikan bahwa dia adalah seorang pria yang patut dibanggakan, terlepas dengan semua masa lalunya yang kelam.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon DF_14, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Dua Puluh Empat
"Besok? Kenapa harus besok?" tanya Morgan begitu mendengar Zhoya yang meminta padanya untuk membantu dia membereskan restoran peninggalan mendiang kakek dan neneknya.
Padahal Morgan besok ada janji ketemuan sama Laura.
"Kenapa? Gak bisa ya? Kalau gak bisa gak apa-apa kok, mungkin besok kakak sangat sibuk." Zhoya mencoba untuk pengertian kepada pria yang sudah menjadi suaminya itu.
Morgan belum bisa menjawab, dia bingung harus memilih bertemu dengan Laura apa membantu Zhoya. "Emm... bagaimana ya, kebetulan besok aku ada acara pemotretan, biar bagaimana besok saja ya, kalau misalnya besok aku masih sibuk gak apa-apa kan kalau aku gak datang? Ada yang bantu kamu kan?"
Zhoya menganggukan kepala, dia tersenyum samar, "Iya gak apa-apa kak, kalau kakak sibuk jangan maksain datang. Biar nanti aku minta bantuan sama kak Hana atau Kak Galvin. Kebetulan Kak Ghisell katanya besok mau liburan ke Hawai bareng suami dan anaknya."
Padahal Zhoya tidak mungkin tega mengajak Hana untuk membereskan restoran, karena tau kondisi Hana yang lagi hamil. Apalagi Galvin, dia sangat sibuk dengan perusahaannya. Zhoya rasa lebih baik dia membereskan restoran yang akan dikelolanya itu sendirian saja. Karena dia tidak memiliki kenalan selain keluarganya, apalagi dari semenjak sah menjadi istri Morgan, Zhoya hanya mengandalkan uang dari Morgan karena Morgan ingin bertanggungjawab dalam apa saja kebutuhan Zhoya selama mereka menikah.
"Benaran gak apa-apa? Mau aku suruh orang aja buat bantu kamu?" Morgan merasa tidak enak jika seandainya nanti setelah pulang dari pemotretan, dia lebih memilih untuk bertemu Laura.
"Gak usah ka, sudah malam lebih baik aku tidur duluan." Zhoya telah selesai makan malamnya, dia memilih pergi dari ruang makan.
"Terus kamu mau kemana?" tanya Morgan begitu melihat Zhoya beranjak dari meja makan.
"Mau tidur lah."
Morgan menghela nafas, "Katanya mau buka restoran, tapi gak tau kebersihan, masa piring kotor dibiarkan begitu saja disini?" Morgan menunjuk piring-piring kotor diatas meja makan.
"Terus harus aku apakan?" Zhoya nampak kebingungan.
"Di cucilah, masa di makan."
Zhoya menganga mendengarnya, "Maksudnya aku harus cuci piring, begitu?" Dia menujuk dirinya sendiri.
"Ya iyalah kamu yang cuci, masa tetangga sebelah."
"Tapi aku gak bisa nyuci piring kak." Zhoya memang sudah terbiasa hidup dimanja, bahkan saat dia kuliah di Jerman pun suka menggunakan jasa ART panggilan.
"Astaga, bocil. Kamu itu cewek lho, masa gak bisa nyuci piring sama sekali? Bener-bener bocil ya!" Morgan malah mengomel.
"Ishhh..." Zhoya terpaksa membawa semua piring kotor yang ada di meja makan itu ke dapur dengan cemberut.
Morgan hanya terkekeh geli melihat Zhoya yang cemberut seperti itu, dia mengikuti Zhoya dari belakang.
Zhoya mulai menggosok piring dengan spons yang sudah berbusa sabun khusus pencuci piring, sementara Morgan hanya memperhatikannya dari samping, dia gemas sendiri melihatnya karena Zhoya menggosok piring begitu pelan, satu piring saja sampai menghabiskan waktu 5 menit.
Kalau 6 piring berarti setengah jam?
Morgan langsung merebut piring dari tangan Zhoya, lalu merapatkan badannya ke punggung Zhoya, dia memberikan contoh yang benar bagaimana caranya mencuci piring. "Menggosoki piring itu kayak gini, harus bertenaga dan gesit." Morgan mirip seperti ibu tiri yang lagi mengomel. Dia memegang tangan Zhoya lalu menggosokan spons ke piring yang kotor itu.
"Lah bukannya aku tadi kayak gitu." Zhoya tidak mau kalah. Namun dia malah tidak bisa konsentrasi karena badan Morgan begitu menempel dengannya seakan sedang memeluknya dari belakang. Membuat hatinya berdebar-debar.
"Tadi itu bukan menggosok piring tapi mengelus piring, bocil."
"Elus apaan coba? Biar kak Morgan aja yang aku elus, mau gak?" Zhoya mengatakannya sambil terkekeh.
Morgan langsung melepaskan Zhoya, perkataan Zhoya membuat Morgan menegang. Wajahnya terlihat memerah.
"Kenapa kak?" Zhoya memperhatikan Morgan yang terlihat salah tingkah.
"Emm... aku sudah ajarin kamu cara mencuci piring, kamu cuci sendiri, aku tidur duluan." Tanpa menunggu persetujuan dari Zhoya, Morgan langsung pergi begitu saja.
Zhoya nampak kebingungan, apa dia salah bicara, "Padahal aku tadi cuma bilang mau elus kepalanya, emang dia pikir aku elus apaan?" Zhoya tidak mengerti.
Lebih baik dia melanjutkan mencuci piringnya kembali, ada hikmahnya dia menjadi istri Morgan, akhirnya dia bisa tau bagaimana caranya mencuci piring.
Sementara itu Morgan, dia langsung masuk ke dalam kamar, bicara soal elus-mengelus membuat badannya merinding disko, "Kenapa juga tuh anak malah pakai pakaian begitu,"
Zhoya tidak tau bagaimana tersiksa Morgan saat melihat Zhoya memakai lingerie, walaupun sudah ditutupi jaket tapi tetap saja Zhoya masih terlihat seksi dibagian bawahnya.
Namun Morgan harus ingat, wanita yang bersamanya itu si bocil Zhoya dan juga dia akan selalu ingat dengan apa yang dilarang oleh Om Roy, yaitu jangan pernah menyentuh Zhoya. Dia harus ingat itu semua.
