Cantik, kaya, muda, sopan, baik hati, cerdas, itulah Soraya Syifa Dewiana. Gadis berjilbab ini amat diminati banyak orang, khususnya laki-laki. Bahkan gangster pria terkenal di kota saja, The Bloodhound dan White Fangs, bersaing ketat untuk mendapatkan gadis yatim-piatu agamis ini.
Namun siapa sangka, dibalik semua itu, ia harus menikahi pemimpin gangster dari White Fangs, Justin, yang telah menggigitnya dengan ganas di malam Jum'at Kliwon bulan purnama. Satu-satunya cara agar Soraya tidak jadi manusia serigala seperti Justin adalah dengan menikahinya.
Hingga membuat Boss mafia sekaligus CEO untuk Soraya, Hugh, terkadang cemburu buta padanya. Belum lagi asistennya Hugh, Carson, yang juga menaruh hati padanya. Selain itu, ada rahasia lain dari gadis cantik yang suka warna hijau ini. Cukup psikopat pada 2 geng siluman serigala itu dan tangguh.
Lantas, siapa sesungguhnya yang akan Soraya pilih jadi suami sejatinya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Soraya Shifa Muna, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
32 : Semakin Kesana, Semakin Kesini
Justin mendekatkan wajahnya pada Soraya. Mendekatkan wajah tampannya, dan rupanya menjadikan keduanya saling berciuman bibir dengan perlahan. Justin semakin lengketkan lumatan bibirnya di bibir Soraya.
Soraya juga membalas dengan semakin lengket. Gadis yang dibuka jilbabnya untuk sekarang ini, dengan pakaiannya yang masih gaun dan dibuka sepatu high heels-nya itu memperkuat juga lumatan bibir itu.
Dan yang paling romantisnya, Justin dan Soraya menyatukan tangan mereka yang tergenggam erat. Telapak tangan kanan Justin dan telapak tangan kiri Soraya dipindah ke perut Soraya yang masih belum membuncit.
Setelah melakukan lumatan bibir itu, Justin menyentuh perut Soraya. Pandangan matanya masih di wajah Soraya. Senyum hangat serasa mencekram Soraya saat ini. Wajah galak, dingin, atau kadang suhu itu kini nampak berubah sedikit 180°.
Dengan lembut, Justin berkata, "Aku yang salah lebih dulu. Tapi, kita sama-sama melakukan kesalahan. Aku memaafkanmu, dan kau pasti memaafkanku."
Rasa sesak nafas dari dada wanita itu terasa. Ia mengangguk lemas. Justin melanjutkan kata-katanya, "Tak apa ada yang lain di dalam rahimmu. Sejahat-jahatnya aku, aku masih ingin berada di sisimu. Tolong, jangan pernah pergi dariku!"
Untuk ucapan ini, Justin bicara dengan nada memohon. Soraya yang tadinya lemas, sekarang serasa ada tenaga untuk tersadar sepenuhnya.
Air matanya yang mengalir, Soraya tersenyum kecil dan membalas, "Seberapa jahatnya kamu, aku akan membantumu dalam kebaikan. Agar kau bisa jadi baik suatu hari nanti. Aku yakin itu."
Justin merasa tidak begitu yakin akan kata-kata Soraya barusan. Tapi ia tersenyum biasa dan mengangguk sedikit.
...***...
Di rumah, dalam kamar...
"Istirahat, ya! Aku akan suruh Shella bawakan minum," pinta Justin, sambil menyelimuti setengah tubuh Soraya.
Soraya mengangguk lemas sambil tersenyum. Ia mencoba untuk tidur. Justin mengusap rambut Soraya dan mencium dahinya. Lalu berdiri dan berjalan keluar kamar. Ia mencari-cari Shella.
"Tuan memanggil saya?" tanya Shella sedikit polos.
Justin mengangguk tegas dan menjawab, "Ya. Tolong siapkan air putih hangat untuk Soraya! Jaga dia sebentar! Aku akan kembali sekitar 5 hingga 15 menit lagi."
"Baik, Tuan Justin. Saya mengerti."
Justin mengangguk lagi, dan pergi dengan langkah tegas terhormatnya. Menuruni tangga mewahnya dan memanggil Jude untuk minta diantar pergi ke suatu tempat.
Shella segera melakukan tugasnya. Ia turun tangga menuju dapur.
...***...
Dalam perjalanan menuju ke suatu tempat, Justin mengutak-atik ponselnya. Mencari nomor seseorang. Kemudian menyatukan ponsel itu ke telinga kanannya.
"Hallo! Bisa kita ketemu sebentar? Di sebuah kafe atau bar. Kita bisa minum kopi atau bir 🍺. Aku tunggu 3 menit, jangan lama-lama. Ajak juga 2 anak buahmu."
Setelah mengobrol, sambungan telepon di ponsel itu ia matikan. Wajahnya menunjukkan raut wajah yang campur aduk, antara kekesalan, kebencian, ketegasan, dan sedikit kepasrahan. Hingga sampailah ia di tempat tujuan.
...***...
Di rumahnya, Soraya di urus Shella. Keduanya mengobrol panjang kali lebar dengan santai, sehingga Soraya bisa jadi lebih tenang.
"Tuan banyak berubah, ya. Sejak menikah dengan Nyonya."
Soraya yang sedang minum air putihnya, berhenti dan bertanya sambil mengerutkan dahi, "Banyak berubah? Memangnya selama ini dia kenapa? Bukannya, dia siluman serigala, ya?"
Shella tertawa kecil dan menjawab, "Iya. Tapi maksud saya, bukannya berubah wujud serigalanya itu. Maksud saya, beliau berubah 180°. Dulu, Tuan Justin itu majikan yang super galak pada kami. Orang kasar dan keras."
Soraya mengangguk paham. Ia bertanya lagi, "Kamu atau pelayan lagi tidak ada yang mengingatkan?"
Shella menggeleng kepala dan menjelaskan, "Tidak, Nyonya. Jangankan ke pelayannya yang di rumah ini. Ke anak-anak buahnya yang di tim mafianya pun, beliau nggak kenal ampun. Setitik saja ada yang berbuat salah di antara kami di mata beliau, pasti akan ada yang langsung di pecat seenaknya. Atau bahkan, beberapa tahun lalu, anak buahnya pun ada yang tewas beliau tembak kepalanya sampai pecah. Hanya karena, tidak setuju dengan pendapat beliau."
"Dia memang anjing liar paling ganas yang belum pernah saya temui sebelumnya."
"Benar. Karena itu, saya sebagai kepala pelayan wanitanya, tak pernah mau macam-macam pada beliau. Untungnya sih, beliau bukan pria berhidung belang."
"Ya. Saya bisa tebak dari tingkah lakunya itu pada saya selama ini."
Keduanya sekarang terdiam. Shella memijat kedua bahunya Soraya. Sekarang mereka sudah seperti saudari kandung.
...***...
Kembali ke bar...
Justin sampai di sebuah bar. Namun, ini sebenarnya hanya kedai kopi biasa. Tapi, tak hanya kopi di sini yang dijual. Ada juga minuman lain seperti sejenis alkohol atau miras. Sedangkan yang halal, ada coklat leleh, susu, teh, dan jus buah-buahan biasa. Jadi, tempat ini di pagi dan siang hari pelanggannya kebanyakan orang-orang biasa. Barulah di malam hari, menjadi tempat bagaikan diskotik untuk minum khamr sampai mabuk.
Rupanya, Hugh yang ditemui Justin. Ada juga Dennis dan Carson yang ikut. Keempatnya terdiam sementara waktu. Hingga Justin yang angkat bicara duluan.
"Kita memang jadi musuh bebuyutan sekarang. Namun, aku tetap berpegang teguh untuk mengurus anak kalian berdua, setelah Soraya melahirkan nanti."
Hugh menyalakan rokoknya. Sementara Carson minum secangkir kopinya. Dan Dennis memutar-mutar kopinya dengan sedotan plastik, lalu sesekali minum dengan menyedotnya.
Setelah menyemburkan asap rokok, Hugh balik bertanya, "Kamu yakin serius untuk ini?"
Dari nada suara Hugh yang sedingin es batu barusan, Justin menghela nafas sedikit. Ia mengambil sebatang rokok dan menyalakannya juga. Kemudian menghisap dan semburkan asapnya perlahan. Jawabannya dengan anggukkan.
Hugh sekarang yang menghela nafas. Dengan berat hati sekarang ia membalas, "Kamu nampaknya mau berubah. Tapi, langkahmu kok makin ke sana, malah makin ke sini."
Carson masih terdiam beku. Telunjuk tangan kanannya sekarang mengetuk-ngetuk meja makan kafe dengan lembut. Dan Dennis masih sibuk memutar-mutar sedotan lalu menyedot kopinya.
"Aku tahu ini acak-acakan. Berantakan! Tapi, kalau kalian berdua sepakat ini di berikan kepadaku, aku janji akan belajar untuk bisa membuktikannya," ucap Justin bersikeras.
"Yang Boss mau itu buktinya dari sekarang. Bukan janji-janji godaan begitu," akhirnya Dennis angkat bicara.
"Aku tahu! Namun kalau tidak setuju denganku, tidak masalah. Karena aku suami sah dia. Aku yang menggigit dia untuk kedua kalinya agar bisa cepat mengandung anakku, jadi kalau kalian mau ambil anak kandung kalian, silahkan! Tak masalah, dan aku tidak memaksa," jelas Justin.
Hugh merasa kalau Justin memang serius. Mau saja mengurus anak-anaknya Hugh dan Carson yang juga akan lahir bersamaan dengan anaknya Justin sendiri nanti. Meskipun proses pikiran otaknya, seperti berantakan. Tapi jika mau diambil, tidak mengapa.
"Jawaban dariku, kalau kamu sungguh-sungguh, aku ikhlas," balas Hugh singkat, kemudian kembali menghisap rokoknya.
Tetapi saat melihat ke Carson, ia tampak murung. Wajahnya dingin sekali dari yang biasanya. Menggalau, lalu menjawab, "Aku masih belum tahu pasti anakku diasuh olehmu atau aku. Karena, di sini obrolan kita sebagai ayahnya anak yang Soraya kandung. Jadi mungkin, jawabanku saat kandungannya sudah cukup besar."
Justin mengangguk paham satu kali. Ia tak memaksa Carson menjawab sekarang. Ia tambahkan, "Jawablah kapanpun kau mau, kapanpun kau siap."
Carson mengangguk dan tersenyum kecil. Kemudian meneguk lagi kopinya, dan baru mulai merokok.
{Tambahan: Di mansion Justin, pelayan dibagi menjadi dua. Pelayan khusus wanita dan pelayan khusus pria. Pelayan khusus wanita kerjanya mengurus rumah tangga, layaknya ibu rumah tangga biasa. Dan untuk Shella, ia bagian mengurus Soraya di dunia wanita mereka. Sedangkan Justin, diurus pelayan khusus yang juga manusia serigala. Dulu, dia andalannya ayah Justin sebelum meninggal (akan diceritakan di episode lain)}