Bahagia karena telah memenangkan tiket liburan di kapal pesiar mewah, Kyra berencana untuk mengajak kekasihnya liburan bersama. Namun siapa sangka di H-1 keberangkatan, Kyra justru memergoki kekasihnya berkhianat dengan sahabatnya.
Bara Elard Lazuardi, CEO tampan nan dingin, berniat untuk melamar tunangannya di kapal pesiar nan mewah. Sayangnya, beberapa hari sebelum keberangkatan itu, Bara melihat dengan mata kepalanya sendiri sang tunangan ternyata mengkhianatinya dan tidur dengan lelaki lain yang merupakan sepupunya.
Dua orang yang sama-sama tersakiti, bertemu di kapal pesiar yang sama secara tak sengaja. Kesalahpahaman membuat Kyra dan Bara saling membenci sejak pertama kali mereka bertemu. Namun, siapa sangka setelah itu mereka malah terjebak di sebuah pulau asing dan harus hidup bersama sampai orang-orang menemukan mereka berdua.
Mungkinkah Bara menemukan penyembuh luka hatinya melalui kehadiran Kyra? Atau malah menambah masalah dengan perbedaan mereka berdua yang bagaikan langit dan bumi?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon UmiLovi, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Kejutan Tak Terduga
"Kamu sudah menyiapkan semuanya?" Seorang pria berusia 26 tahun yang tengah memperhatikan layar ponselnya itu, beralih mengawasi Sekretaris yang duduk di depan bersama supir.
"Sudah, Pak. Lusa jam 8 pagi, anda sudah bisa berangkat menuju airport. Jam 3 sore, sudah bisa check in di kapal." Pria lain yang telah menjadi Sekretaris sejak 3 tahun yang lalu itu menengok ke belakang.
"Aku tidak mau ada yang kacau, Morgan. Persiapkan segalanya dengan baik," titah sang Boss penuh percaya diri.
Morgan mengangguk. "Baik, Pak Bara. Semua sudah beres. Anda dan Nona Vale bisa menikmati waktu berlibur tanpa gangguan kali ini."
Bara Ellard Lazuardi. Putra tunggal keluarga konglo Lazuardi yang sukses dengan bisnis garmen dan bisnis properti nomor satu di Indonesia. Sebagai seorang CEO di perusahaan yang menaungi semua bidang usaha milik keluarganya, Bara terkenal sebagai pemimpin yang sukses namun sangat ketus, bertangan dingin dan egois. Tak jarang semua bawahannya di kantor selalu menghindar untuk berurusan dengan Bara.
Sebagai seorang pria normal, Bara tentu telah memiliki seorang kekasih yang berprofesi sebagai model dan aktris. Ia telah menjalin hubungan selama 2 tahun dengan perempuan bernama Valeria. Perempuan yang sangat cantik, seksi dan memukau. Bara sangat mencintai Valeria hingga ia selalu menuruti apapun yang Valeria inginkan. Apartemen, mobil, perhiasan dan barang-barang mewah yang dimiliki oleh Valeria, sebagian besar merupakan pemberian Bara. Sebagai timbal baliknya, Valeria akan memuaskan nafsu liar Bara di ranjang dan menjadi kekasih yang bisa dipamerkan di acara-acara besar serta pesta para koleganya.
Beberapa hari lagi, Bara akan melamar Valeria di kapal pesiar mewah. Dilamar di kapal pesiar merupakan impian Valeria sejak dulu, dan bagi seorang Bara, tentu saja impian kekasihnya itu sangat mudah untuk diwujudkan. Bara sudah mantap untuk menikah dan berkeluarga dengan Valeria mengingat usianya sudah tak lagi muda.
"Kita ke tempat Valeria, Morgan. Aku akan mengabarinya hari ini agar besok ia bisa siap-siap untuk berangkat." Bara memberi perintah seraya tetap fokus menatap layar tablet di tangannya.
"Tapi kita masih harus menghadiri satu meeting lagi, Pak."
Bara menatap lurus ke kursi Morgan, ia tak suka dibantah. Menyadari bila Bosnya marah dan sedang menatapnya tajam dari spion tengah, Morgan memberi kode pada Pak Tino -si driver- agar putar balik. Mobil sedan hitam itupun menuruti kemauan sang CEO tanpa ada lagi interupsi.
Tiba di apartemen, dengan tak sabar Bara memencet kode sandi di handle pintu hingga tak lama kemudian pintu itu pun terbuka. Sepertinya sudah seminggu berlalu sejak terakhir kali Bara mengunjungi tempat ini dan bercumbu hingga pagi bersama Vale. Senyum tipis Bara tersungging, ia rindu pada Vale.
"Val--" panggilan Bara terhenti ketika ia melihat sepasang sepatu lelaki tergeletak di tempat sepatu.
Dengan perasaan yang mulai curiga, Bara berjalan memasuki ruangan apartemen mewah itu. Kamar Valeria berada di lantai atas, ruangan yang cukup luas membuat suara Bara tertelan udara dan lenyap begitu saja. Debaran di dalam dada Bara semakin berdetak kencang seiring dengan langkah kakinya yang semakin dekat dengan kamar Vale.
Tiba di depan pintu kamar, Bara masih memastikan telinganya tak salah mendengar suara desa-han dan jeritan singkat yang ia tangkap dari dalam sana. Suara desa-han Vale yang kemarin-kemarin selalu berhasil membangkitkan libidonya, kini terdengar sangat menjijikkan di telinga Bara. Dengan tangan gemetar, Bara menekan handle pintu dan mendorongnya. Pemandangan menyakitkan antara sepasang manusia tanpa busana yang sedang menikmati nafsu duniawi itu membuat bola mata Bara membesar.
"Val," desis Bara dengan perasaan hancur.
Tubuh Valeria yang tengah berada di atas tubuh lelaki itu sontak menegang, ia berbalik dan terbelalak syok melihat Bara sedang berdiri di pintu memperhatikannya.
"Teganya kamu melakukan ini di belakangku!" sentak Bara murka, ia mengayunkan kaki mendekat ke ranjang dan menarik tubuh Valeria.
"Bara, aku--"
"Edy?!" Bara semakin terkejut tatkala melihat pria yang sejak tadi menikmati tubuh kekasihnya itu adalah sepupunya sendiri.
"Kaliaaaan!!" geram Bara emosi sembari menarik tubuh Edy dari ranjang dan mendorongnya ke dinding.
Tanpa ampun, Bara memukuli tubuh Edy hingga babak belur. Meski telah menangkis pukulan demi pukulan yang mendarat di wajahnya, nyatanya Edy masih kewalahan melawan Bara yang sedang berang. Tenaga Edy sudah habis usai bertempur di ranjang bersama Vale sejak tadi pagi.
"Hentikan, Bara! Kamu menyakiti Edy!" teriak Vale sembari menarik tubuh Bara yang menaiki tubuh Edy yang telah terkapar tak berdaya.
Bara menahan pukulannya, ia menoleh pada Valeria dengan cepat. Tubuh yang sangat ia puja itu kini tertutupi selimut tipis, Bara semakin jijik melihatnya. Dengan satu gerakan cepat, Bara bangkit dan menepis tangan Vale yang masih menahan lengannya.
"Lepaskan!" hardik Bara dengan wajah nanar. "Mulai detik ini, pertunangan kita batal. Kita putus!"
"Bara, tunggu. Aku bisa jelaskan!"
"Apa lagi yang mau dijelaskan, huh?! Aku sudah melihat dengan mata kepalaku sendiri kalian saling ... Kalian ..." Bara kehilangan kata-kata, hatinya sakit melihat tatapan Vale yang seolah bukan lagi untuknya seorang. "Aku benci kamu, Vale. Aku sangat membencimu!"
Tanpa menunggu lebih lama, Bara meninggalkan kamar bernuansa biru itu dan melangkah pergi dari apartemen mewah pemberiannya. Bara tak mempedulikan Valeria yang berlari mengejarnya, ia merasa sakit di sekujur tubuh dan hatinya.
Di dalam lift, Bara mengeluarkan ponsel dari saku celananya dan menghubungi nomor Morgan.
"Ya, Pak?"
"Jemput aku di apartemen Vale. Sekarang!"
.
.
Mobil yang membawa Morgan belum pergi terlalu jauh, ketika Bara tiba-tiba menelepon dan minta dijemput, Driver dan sekretaris itu saling pandang dengan bingung. Pasti telah terjadi sesuatu di apartemen mewah di tengah kota itu.
Dan dugaan Morgan benar adanya, saat ini tepat di depan matanya, seorang Bara Ellard Lazuardi tengah teler karena menenggak beberapa gelas whisky di Club malam. Ini kali kedua Bosnya itu mabuk berat dan sepertinya latar belakang mabuk yang kali ini amat menyakitkan untuknya.
Dengan sabar namun sedikit risih, Morgan membiarkan Bara bertingkah semaunya. Mengecup leher jenjang wanita malam yang menggodanya, membiarkan Boss-nya melakukan apapun yang ia mau pada wanita bayaran itu. Setelah dirasa Bara tak bisa bergerak karena terlalu mabuk, Morgan memberikan sejumlah uang pada perempuan itu agar segera pergi.
"Begini saja?" tanya wanita itu dengan binar mata bahagia karena ia tak harus bekerja keras untuk mendapatkan cuan.
Morgan mengangguk. "Pergilah."
Tanpa menunggu terlalu lama, wanita itu segera berlalu dan bergabung dengan teman-teman seperjuangannya.
Morgan menghela napas berat, ia menatap Bara dengan iba. Lelaki yang hobi mencaci, memerintah dan menindas orang itu nampak sangat tak berdaya, bahkan menyangga kepalanya saja ia tak bisa. Tak ingin diganggu oleh lebih banyak wanita malam, Morgan mengangkat tubuh Bara dan membawanya pergi dari Club malam itu.
"Kita bawa dia ke penthouse saja, Pak Tino!" perintah Morgan, begitu ia berhasil membawa Bara masuk ke dalam mobil.
Pak Tino mengangguk cepat. "Baik!"
.
.
Suara gemericik air yang berisik, suhu ruangan yang tiba-tiba terasa engap dan panas serta bias sinar matahari yang menyilaukan mata, membuat Bara terpaksa membuka mata sambil berdecak kesal. Ia berbalik dan mengawasi seseorang yang sedang menyibak tirai kamarnya.
Tunggu, tunggu dulu. Ini bukan di kamarnya. Bara menajamkan penglihatannya dan mengawasi sekelilingnya. Interior serba gold serta lukisan mahal yang terpampang di tengah dinding kamar membuat kesadarannya kembali utuh seperti semula. Ia sedang berada di penthouse.
"Kenapa kamu membawaku ke sini, Morgan?" tanya Bara sembari mengangkat tubuhnya ke atas dan bersandar di head board ranjang.
Rasa pening karena hang over membuat Bara sensitif terhadap sinar matahari yang memenuhi seisi kamar. Ia memberi kode pada Morgan agar menutup lagi tirai itu menggunakan gerakan tangan. Dengan gesit, Morgan kembali menutup tirai jendela kaca lantas kembali berdiri di samping ranjang Boss-nya.
"Tadi malam anda mabuk berat, Pak. Tidak mungkin mengantarkan anda pulang dalam keadaan seperti itu. Pak Friz bisa marah besar nanti," terang Morgan.
Bara mengangguk lemah, sekelebat ingatan tentang kejadian kemarin sore membuat rahangnya mengeras. Untuk kali kedua, ia melampiaskan rasa kesalnya pada Vale dengan menenggak minuman memabukkan itu.
"Apa anda baik-baik saja, Pak?"
"Tidak. Aku tidak sedang baik-baik saja, Morgan. Aku melihatnya, aku melihat Vale berkhianat di apartemen pemberianku." Bara mengepalkan tangannya dengan berang.
Bola mata Morgan membulat sempurna, selama ini Bara terlihat sangat bahagia bersama Valeria, Bara selalu memberi apapun yang wanita itu inginkan. Mendengar kata berkhianat, tentu saja membuatnya sangat syok! Apa kurangnya Bara hingga Vale tega mengkhianatinya?
"Anda yakin, Pak?" Morgan masih tak percaya.
Bara menoleh pada Sekretaris andalannya itu dengan sinis. "Tidak pernah seyakin itu. Aku bahkan melihat mereka tidur bersama, tubuh Vale berada tepat di atas tubuh pria itu. Dan bodohnya, pria itu adalah orang yang selalu aku perlakukan dengan baik."
Edy Edward Lazuardi, sepupu Bara yang tinggal bersamanya sejak mereka masih SMP. Orang tua Edy meninggal karena kecelakaan pesawat. Edy tinggal sendirian di Amerika setelah keduanya orang tuanya pergi. Friz yang tak tega, lantas meminta Edy untuk tinggal bersamanya di Indonesia. Bersama keluarga Friz di Indonesia, Edy dan Bara tumbuh menjadi lelaki yang tangguh. Mereka mendapatkan segala hal dengan porsi yang sama, pendidikan, perhatian, bahkan kasih sayang. Mungkin itulah sebabnya akhirnya Edy menganggap Vale juga miliknya. Karena apapun yang dimiliki Bara, Edy juga memilikinya.
"Saya masih belum paham, Pak."
"Edy." Bara menatap Morgan dengan tajam. "Edy yang melakukannya, Morgan!"
Kali ini bukan hanya mata Morgan saja yang terbelalak, mulutnya pun sontak menganga tak percaya.
"Jadi Pak Edy yang tidur dengan Nona Vale?" tanya Morgan memastikan.
Bara mengangguk tanpa keraguan. "Aku memutuskan pertunangan kami. Aku tidak bisa hidup dengan pengkhianat."
"Lalu acara lamaran itu?"
"Batalkan. Aku tidak jadi pergi, Morgan!" putus Bara sembari menurunkan kakinya dan beringsut ke kamar mandi.
...****************...
...Jangan lupa like, vote dan favoritnya, Bestie! ...