Aldo, seorang mahasiswa pendiam yang sedang berjuang menyelesaikan skripsinya, tiba-tiba terjebak dalam taruhan gila bersama teman-temannya: dalam waktu sebulan, ia harus berhasil mendekati Alia, gadis paling populer di kampus.
Namun, segalanya berubah ketika Alia tanpa sengaja mendengar tentang taruhan itu. Merasa tertantang, Alia mendekati Aldo dan menawarkan kesempatan untuk membuktikan keseriusannya. Melalui proyek sosial kampus yang mereka kerjakan bersama, hubungan mereka perlahan tumbuh, meski ada tekanan dari skripsi yang semakin mendekati tenggat waktu.
Ketika hubungan mereka mulai mendalam, rahasia tentang taruhan terbongkar, membuat Alia merasa dikhianati. Hati Aldo hancur, dan di tengah kesibukan skripsi, ia harus berjuang keras untuk mendapatkan kembali kepercayaan Alia. Dengan perjuangan, permintaan maaf, dan tindakan besar di hari presentasi skripsi Alia, Aldo berusaha membuktikan bahwa perasaannya jauh lebih besar daripada sekadar taruhan.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon orionesia, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Pertemuan yang Menguak Rahasia
Suasana berubah tegang dalam sekejap. Alia, yang awalnya terkejut oleh kemunculan Ardi, kini merasa ada sesuatu yang jauh lebih besar dari sekadar reuni dua teman lama. Tatapannya terfokus pada sosok misterius yang baru saja muncul, menambah ketidakpastian situasi malam itu.
Pria misterius itu tersenyum sinis, melangkah mendekat sambil menatap Alia dan Ardi dengan pandangan dingin.
"Jadi, ini akhirnya," ucap pria itu, dengan suara rendah yang membuat Alia merinding. "Kalian berdua telah membuat segalanya berjalan persis seperti yang kuharapkan."
Alia menatap Ardi, kebingungan. "Apa yang dia maksud, Ardi? Apa hubungan pria ini dengan kita?"
Ardi menggeleng pelan, tampak tidak kalah terkejut. "Aku juga tidak tahu, Alia. Aku tidak pernah mengira bahwa ada orang lain yang terlibat dalam semua ini."
Pria itu tertawa pelan, lalu melipat tangannya di dada. "Sungguh mengesankan melihat kalian berdua masih sama-sama naif seperti dulu. Ardi, kamu benar-benar berpikir bahwa semuanya terjadi secara kebetulan? Tidak, aku yang mengatur semuanya."
Alia merasa perasaan takut mulai menguasai dirinya. "Mengatur semuanya? Apa yang kamu maksud?"
Pria itu menghela napas panjang, seolah-olah bersiap untuk menceritakan sesuatu yang telah lama ia simpan. "Kalian berdua, Alia dan Ardi, memiliki ikatan yang tidak kalian pahami. Dulu, kalian hanya anak-anak yang tak tahu apa-apa, namun sekarang... segalanya akan terungkap."
Ardi menatap pria itu tajam, mencoba mencari jawaban di balik kata-kata yang terucap. "Jangan berbicara dengan bahasa teka-teki. Jika kamu punya sesuatu yang ingin dikatakan, katakan saja dengan jelas."
Pria itu tersenyum puas melihat ketegangan di wajah Ardi dan Alia. "Baiklah. Kalau begitu, aku akan memulai dari awal," katanya sambil melangkah lebih dekat.
Alia berusaha mempertahankan ketenangannya, tetapi hatinya berdegup kencang. "Siapa kamu sebenarnya?"
Pria itu tertawa pendek. "Namaku mungkin tidak penting bagimu, Alia. Tapi untuk Ardi, aku adalah bagian dari masa lalunya yang mungkin ia coba lupakan. Aku adalah bayangan yang mengikuti setiap langkahnya."
Ardi terlihat terkejut. "Tidak mungkin... kamu adalah..."
Pria itu mengangguk, seolah menikmati ekspresi kaget Ardi. "Ya, aku adalah orang yang pernah berada di sampingmu sebelum semuanya berubah. Aku adalah sahabatmu yang dulu, tapi kini menjadi musuhmu."
Alia semakin bingung. "Ardi, apa yang sebenarnya terjadi antara kalian berdua? Kenapa aku tidak pernah mendengar tentang dia?"
Ardi menggenggam tangannya, tampak enggan untuk menjelaskan. "Ini bukan sesuatu yang ingin aku ungkapkan, Alia. Masa lalu kami terlalu rumit."
Pria itu memotong, dengan suara sinis. "Kamu terlalu pengecut untuk mengakui, ya? Sudah saatnya Alia tahu siapa aku dan apa yang pernah kamu lakukan."
Ardi menatap pria itu penuh kemarahan. "Jangan bawa Alia ke dalam masalah kita. Dia tidak ada hubungannya dengan masa lalu kita."
Alia, yang semakin penasaran, menarik napas panjang. "Ardi, aku sudah terlibat sejak awal. Kalau kamu benar-benar menganggapku penting, tolong ceritakan semuanya. Aku ingin tahu kebenarannya."
Ardi terlihat ragu, namun akhirnya ia mengalah. "Baiklah, Alia. Aku akan menjelaskannya, tapi ini mungkin akan sulit kamu terima."
Pria itu tertawa lagi, kali ini lebih keras. "Akhirnya kamu mengaku juga, Ardi. Teruskan, biarkan dia tahu semua keburukanmu."
Ardi mengabaikan ejekan itu dan mulai bercerita dengan suara rendah. "Dulu, saat aku masih remaja, aku memiliki sahabat yang sangat dekat denganku. Kami melakukan segalanya bersama, berbagi mimpi dan harapan. Namun, segalanya berubah ketika sebuah insiden terjadi, dan kami terpisah."
Alia mengerutkan kening. "Apa yang terjadi, Ardi?"
Ardi menunduk sejenak, tampak menahan rasa bersalah yang mendalam. "Aku... aku membuat keputusan yang salah, Alia. Karena kesalahanku, sahabatku ini kehilangan banyak hal. Sejak saat itu, aku mencoba melupakannya, tapi rupanya dia tidak pernah melupakan dan terus menyimpan dendam."
Pria itu melanjutkan, "Dendam? Itu terlalu lembut, Ardi. Apa yang kamu lakukan menghancurkan hidupku. Dan sekarang, aku ingin kamu merasakan sakit yang aku alami."
Alia mencoba memahami situasi ini, tetapi perasaannya campur aduk. Ia melihat ke arah pria itu, lalu ke Ardi. "Jadi kamu kembali hanya untuk membalas dendam? Apa yang ingin kamu lakukan?"
Pria itu tersenyum licik. "Sederhana saja, Alia. Aku ingin melihat Ardi kehilangan sesuatu yang berharga, seperti yang pernah dia lakukan padaku. Dan kamu, Alia, adalah target utamaku."
Alia merasakan ketegangan di dalam dadanya. "Kenapa aku? Aku bahkan tidak mengenalmu."
Pria itu menjawab dingin, "Karena kamu adalah satu-satunya orang yang paling berarti bagi Ardi saat ini. Kehilanganmu akan menjadi hukuman yang pantas untuknya."
Ardi, yang terlihat semakin tegang, melangkah maju. "Jangan sentuh Alia. Jika kamu punya masalah denganku, selesaikan denganku saja."
Pria itu tersenyum puas melihat ketakutan di mata Ardi. "Itu terlalu mudah, Ardi. Aku ingin melihatmu menderita perlahan. Aku ingin kamu menyaksikan orang yang kamu sayangi merasakan rasa takut dan ketidakpastian, sama seperti yang aku rasakan dulu."
Alia menatap Ardi, menyadari bahwa perasaan yang ia miliki untuknya sangat dalam. Ia merasa tidak ingin meninggalkannya di saat-saat sulit seperti ini. "Ardi, aku di sini bersamamu. Apa pun yang terjadi, aku tidak akan pergi."
Ardi menggenggam tangan Alia dengan erat, seolah-olah mencari kekuatan dalam genggaman itu. "Terima kasih, Alia. Aku akan melindungimu apa pun yang terjadi."
Pria itu melihat ke arah mereka berdua, matanya memancarkan kebencian yang dalam. "Kita lihat saja, seberapa kuat kamu bisa melindunginya, Ardi."
Tiba-tiba, pria itu melangkah mundur dan menghilang dalam kegelapan, meninggalkan ancaman yang terasa nyata di udara. Alia dan Ardi berdiri di sana dalam diam, menyadari bahwa mereka telah memasuki permainan yang jauh lebih berbahaya dari yang mereka bayangkan.
Alia menatap Ardi dengan tekad. "Kita tidak bisa mundur sekarang, Ardi. Kita harus mencari cara untuk menghadapi ini bersama."
Ardi mengangguk, tampak lebih berani. "Aku janji, aku tidak akan membiarkan apa pun terjadi padamu, Alia. Pria itu mungkin berusaha untuk menghancurkan kita, tapi aku tidak akan membiarkan dia menang."
Alia merasakan kehangatan dari genggaman tangan Ardi, meskipun di tengah ancaman yang baru saja dilontarkan. Di dalam dirinya, muncul tekad untuk menghadapi semua yang akan terjadi. Ia tidak lagi merasa sebagai gadis yang bisa dengan mudah dijadikan sasaran ancaman.
"Ardi, kamu yakin bisa menghadapi ini?" Alia bertanya, suaranya tegas meski ada sedikit getaran.
Ardi mengangguk mantap. "Aku tidak pernah lebih yakin dari ini, Alia. Kalau ada yang berani mengganggumu, dia harus berurusan denganku dulu."
Keduanya memutuskan untuk meninggalkan tempat itu, merasa sadar bahwa pria misterius tersebut bisa kembali kapan saja. Di sepanjang perjalanan, Alia tak henti-hentinya berpikir. Apakah orang dari masa lalu Ardi itu benar-benar hanya membawa dendam, atau ada alasan lain yang ia sembunyikan?
Saat mereka tiba di depan asrama, Alia tiba-tiba berhenti. "Ardi, aku merasa kita perlu tahu lebih banyak tentang dia. Apa pun yang kamu ingat, sekecil apa pun, mungkin bisa membantu."
Ardi tampak terdiam sejenak, mencoba mengingat, lalu akhirnya berkata, "Dia... dia selalu cemburu pada hal-hal yang kumiliki. Saat aku mendapatkan peluang yang dia inginkan, dia merasa tersisih. Mungkin itu awal dari semua ini."
"Kalau begitu, kita harus berhati-hati. Mungkin dia masih menyimpan sesuatu yang lebih besar dari sekadar dendam," jawab Alia dengan nada serius.
Ardi tersenyum tipis, sedikit lega karena Alia tetap kuat di tengah situasi ini. "Aku berjanji, Alia, kita akan melewati ini bersama. Dan saat ini semua berakhir, aku ingin bisa memulai kembali... bersama kamu."
Senyum Alia muncul, penuh harap dan kekhawatiran. Mereka tidak tahu apa yang menunggu di depan, tetapi satu hal pasti: mereka tidak akan mundur.