keinginannya untuk tidak masuk pesantren malah membuatnya terjebak begitu dalam dengan pesantren.
Namanya Mazaya Farha Kaina, biasa dipanggil Aza, anak dari seorang ustad. orang tuanya berniat mengirimnya ke pesantren milik sang kakek.
karena tidak tertarik masuk pesantren, ia memutuskan untuk kabur, tapi malah mempertemukannya dengan Gus Zidan dan membuatnya terjebak ke dalam pesantren karena sebuah pernikahan yang tidak terduga.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon triani, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
32. Ketemu Tante Nur
Sebelum mereka masuk ke ruang bioskop, Aza melihat sepasang kekasih yang sedang mengantri membeli popcorn dan minuman ringan. Aza berhenti sejenak dan menunjuk pasangan itu dengan mata berbinar.
"Mas gus, lihat itu!"
"Apa?" tanya Gus Zidan sembari memperbaiki letak topinya agar tidak begitu mencolok.
"Mereka lagi kencan, ya?" Aza berbisik sambil menunjuk pasangan yang tampak akrab, saling berbisik dan tertawa. "Sama seperti kita."
Gus Zidan mengikuti arah tunjuk Aza. "Iya, sepertinya mereka senang sekali," jawabnya sambil tersenyum.
Aza mengangguk bersemangat. "Aku sih pengen kencan kayak gitu! Mereka beli popcorn dan minuman untuk dibawa masuk. Kayaknya lebih enak kalau ada popcorn!" Dia berbicara dengan penuh semangat, seolah-olah dia sedang memberikan kuliah tentang cara berkencan yang sempurna.
"Jadi, kita harus beli popcorn juga, ya?" Gus Zidan bertanya dengan nada menggoda, mencoba untuk mengikuti alur pembicaraan Aza.
Aza mengangguk dengan antusias. "Iya! Popcorn adalah salah satu syarat kencan. Selain itu, minuman juga penting. Kita harus jadi pasangan yang kompak, kan hari ini. Begitu kita masuk ke bioskop, kita akan jadi perhatian semua orang!" ucapnya sambil melirik ke arah sepasang kekasih itu lagi, terlihat sangat terinspirasi oleh kebersamaan mereka.
"Baiklah, mari kita beli popcorn dan minuman," kata Gus Zidan dengan senyum lebar, mengikuti kemauan Aza.
Aza melompat kecil, "Yay! Makasih, mas Gus!" Dia segera menarik tangan Gus Zidan menuju gerai popcorn yang terletak di samping pintu masuk bioskop.
Di sana, Aza mulai memilih-milih rasa popcorn. "Mas Gus mau pilih apa?, ini ada rasa keju, caramel, sama yang asin."
"Terserah kamu saja."
"Yang mana ya yang paling enak?" tanyanya sambil mengerutkan kening, tampak bingung.
"Kalau begitu beli saja semua." jawab Gus Zidan santai tapi langsung mendapat tatapan serius dari Aza, "Ha? Aku salah ya?"
Aza memutar bola matanya, "Pilih salah satu aja, kita nggak akan bisa menghabiskan semuanya."
Gus Zidan menganggukan kepalanya kemudian mulai memandang deretan pilihan dengan serius. "Kalau aku, lebih suka yang asin. Tapi kamu bisa pilih yang lain, kamu yang berhak menentukan," jawabnya sambil menyengir.
"Aku juga suka yang asin! Tapi, rasanya campur saja deh, aku mau semua!" seru Aza dengan penuh semangat. "Biar nano nano rasanya, bisa saling melengkapi!"
Gus Zidan tertawa kecil mendengar pernyataan Aza. "tadi katanya nggak boleh semuanya." protes Gus Zidan tapi juga menyetujui usul Aza, "Kita harus mencoba semuanya, ya. Supaya ada variasi," katanya sambil meminta penjual popcorn untuk membuat campuran rasa sesuai permintaan Aza.
Setelah mendapat popcorn yang dipesan, Aza tidak lupa untuk mengambil minuman ringan. "Mas Gus, enaknya kita ambil soda atau teh? Tapi kayaknya soda lebih seru, ya?" tanya Aza sambil melihat pilihan minuman.
"Soda terdengar bagus," jawab Gus Zidan. "Baiklah aku akan ambil dua, satu untuk kamu dan satu untuk aku."
Mereka pun membeli dua botol soda, dan dengan penuh semangat, Aza memegang popcorn di satu tangan dan botol sodanya di tangan lainnya. "Sekarang kita siap untuk kencan di bioskop!" serunya ceria.
Gus Zidan hanya bisa tersenyum melihat Aza yang begitu bersemangat. Ternyata tanpa sadar ia menikmati sifat kekanak-kanakan Aza, "Iya, aku juga siap. Semoga filmnya seru, ya."
Aza berjalan menuju ruang bioskop dengan langkah cepat, tidak sabar untuk menikmati film. "Mas bos, terima kasih ya. Ini adalah kencan terbaik!" ucap Aza penuh rasa syukur, lalu dia mengangkat popcornnya seolah-olah sedang melakukan toasting.
"Untuk kencan yang luar biasa!" Gus Zidan menimpali, mengangkat sodanya dan bersiap untuk masuk ke dalam ruang bioskop.
Setelah masuk, mereka duduk di kursi yang telah ditentukan. Aza tidak bisa menahan senyum bahagianya. "Mas gus, terima kasih sudah mau jadi partner kencan yang baik," ujarnya sebelum film dimulai.
Gus Zidan hanya tersenyum, merasa senang bisa melihat Aza bahagia. "Aku hanya melakukan apa yang seharusnya dilakukan oleh seorang suami," jawabnya, membuat Aza meliriknya dengan rasa penasaran.
Momen itu terasa hangat, dan Gus Zidan berusaha untuk menikmati kebersamaan mereka, meskipun di dalam hatinya, dia masih mengingat tanggung jawab yang harus diembannya sebagai suami dan pengajar di pesantren.
Saat film selesai, Aza dan Gus Zidan keluar dari gedung bioskop dengan suasana hati yang ringan. Mereka berjalan berdampingan di antara kerumunan orang yang baru saja keluar dari studio. Aza yang sibuk bercanda dengan Gus Zidan, tidak memperhatikan jalan dan tanpa sengaja menabrak seorang anak laki-laki kecil yang sedang berlari mendekat.
"Oh, maaf!" Aza dengan cepat berjongkok untuk membantu anak itu bangun. "Kamu nggak apa-apa?" tanyanya dengan cemas.
Anak itu tampak terkejut tapi tidak menangis. Sebelum Aza sempat mengatakan apa-apa lagi, seorang wanita mendekat dengan cepat. "Dek, kamu nggak apa-apa?" tanyanya sambil menyentuh bahu anak itu dengan lembut. Lalu, pandangannya beralih ke Aza.
Saat wanita itu melihat wajah Aza lebih jelas, ia terdiam sejenak, kemudian tampak terkejut.
"Ada apa Tante? Maaf ya tadi aku nggak sengaja nabrak adeknya."
"Nggak pa pa, tapi kenapa wajah kamu terlihat tidak asing ya? Apa kita pernah bertemu?"
Aza pun demikian, ia seperti sering melihat wajah cantik di depannya, dimana ya, aku lihatnya? Batin Aza.
Aza yang semula fokus pada anak kecil itu tertegun. Mencoba mengingat-ingat siapa wanita itu. “Tante... Tante Nur ya?” ucapnya, masih setengah tidak percaya. Wanita itu adalah sahabat ibunya yang sangat dekat sejak ia kecil, tapi sudah lama mereka tidak bertemu.
Tante Nur tersenyum hangat, meski tampak kaget. "Kalau boleh tahu kamu siapa ya? Maksudnya apa memang kita pernah bertemu hingga kamu mengenal nama saya."
Aza berdiri dan segera tersenyum kikuk, merasa sedikit canggung bertemu seseorang yang mengenalnya di tempat yang tak terduga seperti ini. "Iya, Tante Nur... Aku Aza. anak bunda Zahra," jawabnya sedikit gugup sambil melirik Gus Zidan yang berada di sampingnya.
"Zahra? Jadi kamu anak Zahra? Aza?"
"Iya Tante."
Gus Zidan menyadari Aza tampak canggung, dan ia memberikan senyum sopan kepada Tante Nur. "Oh, iya kenalkan ini Gus Zidan," Aza akhirnya memperkenalkan Gus Zidan dengan cepat, mengingat situasi ini terasa agak mendadak.
Tante Nur melirik Gus Zidan dengan pandangan penuh rasa ingin tahu. "Teman kamu?" tanyanya dengan suara ramah tapi sedikit terkejut.
Aza sedikit tersipu dan mengangguk pelan. "Iya, Tante. Ini teman aku."
Tante Nur mengangguk paham. "Tante senang bisa ketemu kalian. Ini anak Tante namanya Rafi, yang tadi kamu tabrak," tambahnya sambil tersenyum pada anaknya yang sekarang tampak tenang.
Aza mengelus kepala Rafi dengan lembut. "Maaf ya, tadi nggak sengaja tabrak kamu."
Rafi tersenyum kecil, masih sedikit malu, tapi kemudian bersembunyi di balik punggung ibunya.
Tante Nur kembali menatap Aza dan Gus Zidan. "Ayo, kapan-kapan mampir ke rumah Tante, ya. Pasti Bunda kamu akan senang kalau dengar kita ketemu lagi. Tante beri alamat Tante ya." ucap Tante Nur sambil memberikan sebuah kartu pada Aza.
Aza mengangguk pelan, senang namun masih merasa kaget dengan pertemuan tak terduga ini. "Iya, Tante. Insya Allah, nanti kalau ada waktu kita pasti mampir."
Setelah sedikit berbincang, Tante Nur pamit bersama anaknya. "Oke, Tante pamit dulu, ya. Salam untuk Bundamu, Aza. Jangan lupa mampir!"
Setelah Tante Nur pergi, Aza menghela napas panjang. "Ya ampun, kok bisa ketemu Tante Nur di sini?" gumamnya sambil tertawa kecil, masih merasa canggung. "Bunda pasti seneng kalau tahu aku ketemu sama Tante Nur."
Gus Zidan tersenyum dan menepuk bahu Aza dengan lembut. "Itu namanya takdir. Nanti deh kalau ada waktu kita berkunjung ke sana."
Aza tertawa pelan, "Kayak kamu punya banyak waktu aja."
"Apa sih yang enggak buat kamu."
"Jangan mencoba menggombali aku, nggak akan mempan."
Mereka pun melanjutkan jalan-jalan mereka, sambil terus berdebat.
...Allah punya takdir, tapi kita punya doa, jangan menyerah hanya karena kita pernah ditakdirkan untuk gagal, karena esok mungkin doa kita yang akan dilambungkan oleh Allah....
Bersambung
Happy reading
emak nya Farah siapa ya...🤔...
aku lupa🤦🏻♀️
yang sebelm nya ku baca ber ulang²....
hidayah lewat mz agus🤣🤣🤣🤣🤣🤣....
eh.... slah🤭.... mz Gus....😂😂😂
100 dst siapa ikut😂😂😂😂