"Ahhh, sakit sekali. Apa yang kau lakukan?”
“Maaf, aku tidak sengaja.”
“Aku tidak akan memaafkanmu, kecuali kamu bertanggungjawab atas apa yang terjadi padaku.”
“Ya. Kalau perlu Aku akan menikahimu!” Siapa yang akan menyangka perkataan tanpa pikir panjang itu, mendatangnya kepada masalah yang rumit dan mengubah hidupnya sangat jauh hingga tak ada jalan untuk kembali.
Kecelakaan hari itu, membawa mereka berdua pada ikatan paksa bernama pernikahan.
____
Pernikahan yang semula indah dan damai seolah pernikahan pada umumnya, hingga Ia lupa, bagaimana pun Ia adalah penyebab kehancuran suaminya. Ia layak untuk di benci.
Kau bersabar atas luka di sekujur tubuhmu
Aku bersabar atas sikapmu yang menyakitiku.
Jika kau tak pernah selembut itu mungkin perubahanmu tak begitu menyakitiku. Figuremu di hatiku seindah itu, sebelum sifatmu berubah membekukanku.
#Nikahpaksa
#Cintahadirkarnaterbiasa
Jangan lupa tinggalkan tanda di setiap partnya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Light_Ryn23, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Satu Hari Tanpa Jefri
Di depan toko yang terbuka sedikit Fidzah berdiri, tempat yang akan dihuninya bersama Sang Suami. Toko dengan dua pintu di depannya terlihat lebar dan halamannya 7 meter dari jalanan beraspal. Dia mengelilingi bangunan itu entah berapa kali, lalu berhenti di dekat palkat toko di samping jalan. Toko Bangunan Berkah Jaya.
Jadi ini toko suaminya? Fidzah menyipitkan matanya lalu berlari kecil menuju ke belakang toko melalui jalan samping tokonya. Toko ini bukan jenis toko-toko berderet seperti kebanyakan, Toko yang hanya bangun kotak satu lantai dengan dua pintu rolling berwarna merah dan tembok biru.
Berdiri di tengah-tengah tanah lapang di samping jalan poros provinsi dan di belakangnya terdapat sawah yang membentang luas membuat pemandangannya semakin asri, beda jauh dengan rumah Fidzah yang berada di tengah kota dan tembok-tembok pagar.
Fidzah berjalan menyusuri halaman belakang hingga berhenti di bawah pohon kelapa yang berbatasan dengan tepi sawah. Di sana terdapat sebuah kursi bambu yang dapat menampung dua sampai tiga orang.
Fidzah baru saja sampai di toko ini, kata Yamani di pintu kedua toko hanya menjual bahan-bahan ringan, seperti berbagai macam pipa-pipa, paku-paku, lem, baut dan sejenisnya. Sedangkan di sebelahnya terdapat bahan yang berat dan agak kotor, seperti tumpukan keramik, semen, cat-cat dan sejenisnya.
Di depan sekali di toko pintu kedua, ada meja kasir tempat biasa suaminya memantau dan melayani pembeli. Karna di sana hanya di pakai bagian depanya, jadinya bagian belakangnya disekat, lalu dibuatkan kamar dan dapur di bagian belakang. Tempat itulah yang akan menjadi kediaamannya berdua, kata Suaminya jika kondisinya sudah lebih baik baru mereka akan mencari rumah baru. Untuk sekarang mereka di sana, untuk memudahkan pergerakan suaminya berdagang tanpa bersusah payah pulang pergi rumah-toko.
Setelah sampai di kota kabupaten yang berjarak 40km dari ibukota, kurang lebih satu jam dari rumahnya. Mereka di jemput salah satu pegawai toko Yamani dengan mobil pick up warna putih, untuk memudahkan membawa barang-barang yang ada. Karna Fidzah bersikeras membawa kasur pernikahannya, salah satu penggiring (Barang pemberian suami kepada istrinya saat pernikahan) Jadilah mereka di jemput dengan mobil armada angkutan toko.
Setelah sampai, Yamani melarang istrinya untuk membantu, dia meminta agar istrinya masuk lebih dulu, tapi saat sudah di depan toko Fidzah menunjuk ke samping seolah mengatakan izin keliling-keliling dulu, Yamani membolehkan asal istri membawa handphone biaþ mudah dihubungi, Ia agak trauma dengan kebiasaan istrinya yang suka hilang tiba-tiba.
Fidzah duduk di kursi sembari menatap sawah dan menikmati memilir angin sejuk yang menerpanya, tenang, damai, dingin, suasana kampung yang masih asri. Mengingat Amynya, dulu di rumah kakek yang lama suasananya hampir mirip seperti ini, hanya saja masuk kepelosok bukan berada di pinggir jalan provinsi seperti ini. Ia jadi kangen Amynya, sejak mereka berpisah dari ruang tamu pasca mendapat hukuman dari Papa, keduanya tidak bertemu lagi.
Bahkan tadi Pagi saja, Jefri hanya mampu menatap kepergian Fidzah dari jendela kamarnya di lantai dua. Memandang nanar kepergian Fidzah yang melambaikan tangan meninggalkan pekarangan rumah masa kecilnya.
Bagaimana bisa dia menjalani kehidupan yang membosankan tanpa Amynya? Baru satu hari saja tanpa memandang wajah Amynya Ia sudah gelisah tidak karuan.
Cinta yang rela menunggu, tapi bukan sebagai kekasihmu 🤕
Ditunggu Partnya Satriaa ya Thor