Raisa tidak menyangka jika neraka yang sekarang ia tempati jauh lebih menyeramkan dari neraka sebelumnya.
Ia tahu jika pernikahannya hanyalah sebuah untung rugi. Tapi dia tidak menyangka jika harga dirinya akan terkuras habis dihadapan suaminya.
Bagaimana kehidupan Raisa setelah menikah dengan pria yang sangat berkuasa di negeri ini?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon sheisca_4, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 25
Tubuh Raisa kecil di tarik ibu tirinya keluar rumah, wanita itu membuka pintu mobil dan mendorong tubuh Raisa masuk ke dalam.
"Ibu, kita ke mana? Aku tidak mau ikut Bu." Raisa kecil merengek sambil mengetuk-ngetuk pintu.
Wanita itu diam tidak mempedulikan Raisa kecil yang menangis.
"Diam! Atau aku tidak akan bersikap lembut padamu!" Wanita itu sudah masuk ke dalam mobil. Lalu melajukan mobil.
Aku tidak sudi mengurus anak yang bukan darah dagingku sendiri. Akan sangat merepotkan mengurus dua anak sekaligus. Aku akan memberinya pelajaran supaya dia tahu siapa yang berkuasa di rumah. Jangan salahkan aku ya suamiku jika anakmu ini akan memiliki cacat, siapa suruh kau tidak mau membuang anak ini pada, jadi aku lakukan sendiri.
"Ibu kita mau ke mana?" Raisa kecil bertanya kembali, dia merasa takut tangannya gemetar. Wanita di sampingnya tidak menjawab membuat Raisa semakin ketakutan.
"Ibu."
"Aku bukan ibumu! Berhenti memanggilku seperti itu!"
Kata-kata itu mencekik Raisa, suara rintihan tangisnya sudah tidak bisa di tahan lagi.
Raisa tahu jika ibu tirinya itu tidak menyukai dirinya. Dia sering di marahi dengan alasan yang jelas. Dia sering jadi pelampiasan amarah ibu saat adiknya rewel. Padahal dia tidak tahu apa-apa, meski begitu Raisa tidak pernah mengeluhkan itu. Dia tetap menerimanya dan berharap jika dia melakukan itu ibunya akan menyukai dirinya.
"Kau tau, kau itu hama kecil dalam keluarga kami. Kau sungguh merepotkan! Kenapa kau harus lahir di saat semua orang tidak menginginkan dirimu"
Kalimat itu menjadi pisau abadi yang tertancap abadi di hati Raisa. Selamanya akan menjadi luka yang tak akan pernah sembuh.
"Aku tidak suka rambut mie mu itu. Kembalikan ke semula."
Raisa menoleh, tersadar juka sekarang dia telah berada di tempat asing. Jauh dari tempat neraka itu, jauh dari iblis itu.
Apa katanya? Rambut mie? Dia tidak mengerti tren ya? Ah iya dia kan hidup di zaman keraton. Lihat saja dia raja yang harus dilayani. Cih.
"Tidak menjawab?" Arga menatap Raisa yang sedang duduk menatap tajam pada dirinya.
Tersadar apa yang telah dia lakukan adalah kesalahan besar. Raisa menatap Arga yang sedang menatap tajam pada dirinya.
Dia terlihat kesal
"Kau mengabaikanku? Berani sekali kau memikirkan hal lain saat bersamaku. Heh.. kau sudah tidak peduli lagi pada nasib keluargamu?!"
Tubuh Raisa langsung bergetar, wajahnya menunduk memejamkan matanya menahan air mata yang memaksa menurunkan diri. Kenapa dia cengeng sekali, dibentak sedikit saja sudah menangis.
"Kau menangis? Kenapa? Sakit hati dengan ucapanku? Kau bahkan tidak berhak untuk berpikir di sini. Berani sekali kau menangis dihadapanku."
"Pergi sana. Beritahu Busil kalau aku tidak ingin sarapan di rumah!"
Tanpa mengatakan apapun Raisa melangkah pergi tak berani mengangkat wajahnya.
Arga menatap punggung kecil itu menghilang dibalik pintu. Punggung yang rapuh itu tak membuat Arga merasa iba. Tapi bayangan wajah sendu Raisa mampu menyentil ego Arga.
Apa dia sakit hati dengan perkataanku? Cih apa peduliku! Baguslah semakin dia sakit semakin bahagia aku.
Apa yang dia pikirkan berbanding terbalik dengan perasaannya saat ini. Kenapa dia merasa ingin sekali mengejar dan memeluk bahu kecil itu.
Raisa menghampiri Busil yang sedang sibuk menyiapkan sarapan.
"Maaf. Tuan Arga mengatakan tidak sarapan di rumah." Sesaat Raisa merasakan ketegangan di dapur.
Kenapa semua orang terlihat ketakutan ya? Apa aku salah bicara?
"Apa terjadi sesuatu Nona?" Tanya Busil menampilkan wajah panik yang kentara.
Baru kali ini Raisa melihat Busil sepanik ini.
"Tidak ada. Tuan Arga hanya ingin makan di restoran favoritnya." Ujar Raisa tentu saja dia berbohong.
Berani sekali kau berbohong. Raisa menirukan gaya bicara Arga. Dalam hati tentunya. Dia memikirkan itu jika Arga mendengar perkataannya.
"Apa yang sedang kau lakukan?"
Suara bariton Arga mengejutkan Raisa.
Tamat sudah riwayatku hari ini