Anindya, seorang Ibu dengan 1 anak yang merasa sakit hati atas perlakuan suaminya, memilih untuk
bercerai dan mencari pelampiasan. Siapa sangka jika pelampiasannya berakhir dengan obsesi Andra, seorang berondong yang merupakan teman satu perusahaan mantan suaminya.
“Maukah kamu menikah denganku?” Andra.
“Lupakan saja! Aku tidak akan menikah denganmu!” Anindya.
“Jauhi Andra! Sadarlah jika kamu itu janda anak satu dan Andra 8 tahun lebih muda darimu!” Rima.
Bagaimana Anindya menghadapi obsesi Andra? Apakah Anindya akan menerima Andra pada akhirnya?
.
.
.
Note: Cerita ini diadaptasi dari kisah nyata yang disamarkan! Jika ada kesamaan nama tokoh dan cerita, semuanya murni
kebetulan. Mohon bijak dalam membaca! Terima kasih.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Meymei, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
31. Pengadilan Agama
Anindya masih menolak bertemu dengan suaminya. Faris pun menyerah dan meninggalkan rumah Anindya malam itu.
Keesokan harinya, Anindya bersiap ke Pengadilan Agama untuk mengajukan gugatan cerai. Setelah sebelumnya menemui kepala desa untuk mendapatkan surat pengantar. Anindya juga sudah meminta persetujuan pimpinan Puskesmas mengenai perceraiannya. Semua persyaratan lengkap, Anindya pun mendaftarkan gugatannya dan membayar uang panjar.
"Silahkan menunggu 3 hari lagi untuk jadwal persidangan." kata petugas Pengadilan Agama.
"Terima kasih."
Anindya pun meninggalkan Pengadilan Agama dan menyempatkan diri untuk makan siang di sebuah warung. Ia secara tak sengaja bertemu dengan Rani yang juga sedang makan disana. Rani bahkan sengaja berpindah untuk bisa duduk di dekat Anindya.
"Kenapa hanya sendirian saja?" Anindya yang mengenali suara Rani pun menggeser tubuhnya.
"Kenapa? Apa suamimu tidak pulang kerumah?" Rani mulai memprovokasi.
"Bukan urusanmu!"
"Tentu urusanku! Karena semalam, Mas Faris ada dirumahku." Anindya tahu Rani berbohong, ia pun hanya diam tak menjawab dan menyalakan rekaman.
"Kamu pasti tidak tahu, keinginan Mas Faris itu sangat tinggi. Bahkan kami bisa melakukannya semalaman."
"Kamu tidak cemburu? Oh aku lupa. Kamu kan hanya pelampiasan!" Rani sengaja memprovokasi Anindya untuk membuatnya semakin membenci Faris.
"Mas Faris menggunakanmu sebagai pelampiasan setelah merasakan permainanku dengannya. Aku bahkan sering mengirimkan foto kepadanya. Jika sedang tak ada kamu, aku akan videocall dengan memperlihatkan milikku." Telinga Anindya benar-benar panas kali ini, tetapi ia menahan diri.
Anindya tidak menyangka ada perempuan yang tak tahu malu seperti ini. Tetapi cocok saja dengan Faris, Sama-sama tak tahu malu. Pikir Anindya.
"Memangnya sejak kapan kalian mengenal?" tanya Anindya berusaha mengorek informasi untuk menguatkan gugatannya.
Rani yang tidak tahu jika Anindya merekam percakapan mereka pun menceritakan bagaimana ia bisa mengenal Faris dan sampai memiliki anak hingga menikah.
"Sayang sekali kamu tidak bisa memuaskannya!" ejek Rani.
"Apakah kamu menikah dengan suamiku hanya untuk kepuasan?"
"Tentu saja tidak! Aku menyukainya, makanya aku rela hamil anaknya. Dan mungkin, akan ada kabar gembira sebentar lagi." kata Rani dengan percaya diri.
"Kamu tahu, betapa frustasinya Mas Faris saat pulang cuti kemarin? Ia sampai tak melepaskanku selama 3 hari berturut-turut. Aku sampai menitipkan anakku ketempat saudara karena Aku saja sampai tak sempat berpakaian." imbuh Rani.
Anindya beristigfar di dalam hati. Ia sudah tahu jika ia pelampiasan, tetapi ia tidak menyangka jika suaminya benar-benar tidak memiliki hati. Suaminya mengatakan jika dirinya menikahi Rani untuk memberikan masa depan untuk anak Rani, tapi yang didengarnya Faris sangat menikmatinya.
"Aku ucapkan selamat! Aku akan menggugat Mas Faris, tunggu kabar baiknya." kata Anindya yang sudah tak berselera dengan makanannya.
Ia pun pergi meninggalkan warung setelah membayar makanannya. Mendengar apa yang dikatakan Anindya, Rani benar-benar bahagia saat ini. Sampai saat ia pulang, ia menemukan Faris sudah menunggunya diteras.
"Kenapa tidak masuk, Mas?" tanya Rani dengan sumringah.
"Disini saja. Kita sebaiknya berpisah, Ran!"
"Apa?" seru Rani yang tidak percaya dengan pendengarannya.
Segera ia membuka kunci rumahnya dan menarik Faris masuk menutup rapat pintunya. Ia tidak ingin percakapannya dengan Faris didengar orang.
"Katakan sekali lagi, Mas!"
"Sebaiknya kita berpisah. Kesalahanku yang menikahimu, membuat Anindya sakit hati. Aku ingin memperbaikinya."
"Bagaimana nasibku nanti, Mas? Bagaimana dengan anak kamu, Arka?" tanya Rani memohon.
Ia tak bisa melepaskan Faris. Keinginannya untuk menguasai Faris sementara lagi akan terkabul dengan bercerainya Anindya. Rani tidak akan membiarkan Faris berpisah darinya.
"Ran, Arka adalah sebuah kesalahan dan pernikahan kita juga salah karena adalah suami Anindya."
"Kesalahan?" tanya Rani yang tak mendapat jawaban.
"Jika kesalahan, kenapa kamu menggodaku? Kenapa kamu selalu menemuiku sampai aku memutuskan hanya berhubungan denganmu? Aku bisa saja menggugurkannya saat itu, tetapi Aku memilih untuk mempertahankannya karena aku mencintaimu, Mas!"
Rani tak berbohong, hanya saja ada maksud lain saat ia memilih untuk hamil dan melahirkan Arka. Faris terduduk lemas. Ia benar-benar tak bisa berpikir. Ia yang ingin memperbaiki kesalahannya kepada Anindya justru dihadapkan dengan Rani yang mencintainya.
"Mas, Aku mohon. Jangan lakukan. Aku akan tetap menjadi istri keduamu jika itu maumu." Rani menangkup wajah lesu Faris.
Dari sana ia tahu jika Faris begadang semalaman. Ia juga menebak, Faris belum mengetahui perihal Anindya yang menggugat cerai makanya ingin memperbaiki hubungannya dengan Anindya. Rani tersenyum. Ternyata keberuntungan masih diberada dipihaknya.
"Mas.. Aku istrimu, Aku akan menuruti kemauanmu." Rani melepaskan pakaiannya satu persatu hingga tak ada lagi benang yang menutupinya, berharap Faris melupakan Anindya.
Sayangnya, Faris benar-benar sedang dilema. Ia tak memperhatikan Rani karena pikirannya sedang membayangkan Anindya dengan wajah terlukanya.
Rani yang merasa Faris mengabaikannya pun segera mengambil tindakan dengan duduk bertumpu lutut dan memainkan tangannya ditubuh Faris.
"Ran!" Faris terkejut kala Rani menyentuh bagian sensitifnya.
Tak ingin terjebak dengan buaian Rani, Faris pun beranjak dan keluar meninggalkan rumah. Rani merasa sakit hati dengan sikap Faris.
"Aku akan bersabar, Mas! Jika apa yang dikatakan Anindya benar, maka kamu tidak ada pilihan selain menjadikanku istri sahmu." gumam Rani yang mulai memakai pakaiannya kembali.
2 hari kemudian, surat panggilan persidangan dari Pengadilan Agama yang dikirimkan ke rumah Faris diterima oleh Ayah Faris. Betapa murkanya beliau membaca isi dari surat tersebut yang tak lain adalah gugatan cerai dari Anindya.
"Jelaskan, Faris!" bentak Ayah Faris sambil melemparkan surat.
"A-aku juga tidak tahu, Yah!" jawab Faris yang membulatkan mata melihat isi dari surat yang dilemparkan sang ayah.
"Tidak mungkin Anindya tiba-tiba menggugat cerai jika kamu tidak berulah!"
"Anindya tahu pernikahanku dengan Rani, Yah." lirih Faris.
"Sudah Ayah katakan, hal ini tidak akan berakhir baik. Kamu yang mengambil keputusan, kamu yang bertanggung jawab!"
"Maafkan Faris, Yah. Bantu Faris meyakinkan Anindya. Faris ingin memperbaikinya."
"Dengan cara?" tanya Ayah Faris tajam.
"Berpisah dengan Rani."
"Apa kamu pikir bisa menyelesaikan masalah?" Faris hanya diam karena ia juga tidak yakin.
"Kamu saja tidak yakin, apa gunanya!" sergah Ayah Faris.
Akan tetapi, meskipun Ayah Faris bersikap keras. Beliau tetap menemani Faris bersama istrinya mengunjungi rumah Anindya di malam hari.
"Nin, bisakah kita bicarakan lagi. Jika kamu ingin aku menceraikan Rani, aku akan melakukannya." Faris membujuk.
"Jaga lisanmu, Mas! Jangan sampai kamu menyesal setelah menalak Rani nanti!"
"Aku tidak akan menyesal. Aku justru menyesal telah membohongimu, Nin!"
"Tidak ada kompromi, Mas. Aku sudah memutuskan, kita bertemu di pengadilan." kata Anindya mantap.
"Nak, bisakah berakhir damai saja? Biarkan ini menjadi pelajaran untuk Faris." kata Ayah Faris memohon dengan mengabaikan harga dirinya.
"Tidak, Yah. Maaf."
"Anindya.." Ibu Faris menggantung kalimatnya.
Beliau sadar, keputusannya dulu untuk menikahkan Faris dengan Anindya adalah salah. Niatnya ingin menjauhkan Faris dari Rani, tetapi beliau telah salah hingga membuat Anindya terluka dan merusak masa depan Ardio, cucunya.
orang macam faris itu sembuhnya kl jd gembel atau penyakitan
kl pintar pasti cari bukti bawa ke pengadilan biar kena hukuman tu si Faris.