Di masa lalu... orang tua Sherli pernah berurusan dengan yang namanya polisi hingga harus berada di pengadilan. Sejak saat itu Sherli antipati dengan polisi tetapi di masa sekarang Sherli harus berhadapan dan ditolong seorang polisi yang bernama Kres Wijaya di kantor polisi. Apakah dengan adanya peristiwa tersebut penilaian Sherli tentang seorang polisi berubah atau justru gigih dengan penilaian sebelumnya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Phine Femelia, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Sakit?
"Sepertinya bulanan gue datang" pikir Sherli.
Seketika Sherli merasa pusing.
"Maaf. Saya harus pulang"
Kres melihat Sherli lalu merasa heran mendadak harus pulang dan melihat raut wajah dia menahan sesuatu.
"Kamu kenapa? Mendadak pucat?"
"Masa karena tadi dimarahi gue?" pikir Kres yang akhirnya jadi merasa bersalah.
Kres ingat setiap dirinya marah Sherli selalu terdiam dan takut seperti trauma sesuatu.
"Saya tidak apa-apa. Memang harus pulang. Sudah malam juga"
"Gak masuk akal. Biasanya jam segini menurut dia masih sore" pikir Kres.
"Saya pulang dulu" kata Sherli dengan berlalu pergi.
"Sherli" panggil Kres dengan berdiri.
Sherli tidak menghiraukan dan Kres mulai gelisah.
"Masa dia sesensitif itu kalau gue marah?" pikir Kres.
Kres segera berjalan mengejar Sherli.
"Astaga. Perut gue sakit sekali" pikir Sherli berusaha menahan rasa sakitnya.
Seketika Sherli berhenti berjalan karena jalan depannya dikunci Kres.
"Kamu pucat? Kenapa? Kamu sakit?" tanya Kres khawatir.
"Sakit? Tidak. Saya baik saja. Saya sehat" kata Sherli dengan berusaha tersenyum.
"Kalau begitu saya antar. Sekarang kost kamu di mana?"
"Pak, plis. Saya harus pulang. Mau istirahat. Badan saya capek semua karena tadi kerja berat"
Kres merasa tidak percaya apalagi sepertinya pikiran Sherli mulai melantur karena memanggil dirinya 'Pak'.
"Sebenarnya kamu kenapa?"
Sherli menggeleng dan merasa pusing lalu mau berjalan pergi dan Kres harus memegang tangan Sherli untuk menahan dia pergi begitu saja.
"Pak, saya mau pulang. Jangan tahan saya" kata Sherli memohon.
"Kamu tidak mau diantar? Apa lagi yang kamu sembunyikan dari saya? Saya tebak kemarin kamu menolak diantar karena menyembunyikan tentang mereka"
"Tidak bisa mengerti sedikit saja?" kata Sherli dengan mengeluarkan sebentar air mata.
Kres terkejut air mata Sherli begitu saja keluar. Tidak ada angin tidak ada hujan. Padahal dirinya tidak marah. Hanya sedikit bertanya. Benar hanya sedikit tapi sensitifnya sudah luar biasa. Sherli sendiri merasa sangat kesakitan sehingga tidak kuat menahan dan berakibat tanpa sadar mengeluarkan air mata. Akhirnya Kres melepaskan tangan Sherli dengan pelan dan Sherli berjalan pergi dengan langkah cepat.
"Kita baru damai. Masa mau bertengkar lagi?" pikir Kres.
Kres tidak bisa menerima akhirnya membalikkan badan.
"Saya antar. Kalau tidak bisa saja saya berpikir kamu memang menyembunyikan..."
Sherli berhenti berjalan dan membalikkan badan.
"Iya. Iya. Antar saya" potong Sherli segera.
Sherli tahu Kres tidak akan berhenti memaksa. Di sini Sherli yang mengalah karena...
"Keadaan begini gue gak kuat berdebat" pikir Sherli pelan.
Kres melihat terus Sherli dan akhirnya mengajak dia berjalan. Sherli berjalan pelan dengan sesekali memegang perutnya tanpa sepengetahuan Kres. Jika ketahuan pasti Kres langsung tanya dengan rasa ingin tahu yang besar dan Sherli tidak mungkin cerita.
"Ngebut ya?"
Kres merasa tidak menyangka.
"Yakin?"
Sherli mengangguk.
"Mau langsung cepat sampai"
"Tadi kerja apa saja?"
Sherli tidak menjawab justru naik dan Kres menyetir sepeda motornya. Rasa sakit yang dialami Sherli tidak terbendung lagi.
"Saya mual" kata Sherli bergumam.
"Apa? Kamu mual? Jadi kamu memang sakit?" tanya Kres dengan menoleh sebentar ke belakang.
Seketika Kres juga merasa khawatir.
"Astaga. Kenapa bisa di jalan dan telinganya ditutup helm masih bisa mendengar?" pikir Sherli.
"Tidak. Kamu salah dengar"
"Jangan salahkan pendengaran saya"
"Saya becanda. Eh...mau apa? Jangan berhenti. Saya mau langsung cepat sampai. Plis, jangan ajak saya berdebat" kata Sherli pelan.
Kres terdiam dan akhirnya terus menyetir. Sampai akhirnya Sherli merasa tubuhnya sangat lemas karena menahan sakit. Tanpa sadar kepalanya bersandar di punggung Kres dan memejamkan kedua mata.
"Gue mau tidur" pikir Sherli pelan.
Kres melihat di spion.
"Jangan tidur. Nanti jatuh"
"Sakit" pikir Sherli pelan.
"Tidak mau pegangan?"
Sherli setengah tidak mendengar perkataan Kres karena terlalu menahan sakit. Pikirannya memang sudah tidak fokus lagi bahkan tidak sadar bahwa Kres melingkarkan kedua tangannya di pinggang.
"Melilit" pikir Sherli pelan.
Akhirnya Kres dan Sherli sampai di kost. Sebelumnya Sherli sedikit memberitahu. Kres yang memang penduduk asli kota sana langsung menemukan meskipun Sherli tidak memberitahu detail. Sherli segera melepaskan pelukannya dan jadi merasa tidak enak.
"Sejak kapan gue memeluk dia? Pantas saja hangat. Gue jadi segan. Semoga dia gak berpikir negatif" pikir Sherli.
"Maaf"
"Kenapa?"
Sherli turun dari sepeda motor. Tidak kuat bicara lagi Sherli langsung mengucapkan terima kasih dan berlalu pergi.
"Sherli"
"Duh...apa lagi, Pak?"
"Jangan panggil saya 'Bapak'"
"Iya. Iya" kata Sherli dengan segera berjalan masuk.
Kres melihat Sherli yang sudah masuk.
"Belum selesai bicara...tapi mukanya semakin pucat. Pasti dia menutupi kalau sebenarnya sakit. Gue panggil dia karena mau ajak ke dokter" pikir Kres khawatir.
Sherli segera berbaring.
"Bulanan lo?"
"Gila. Sakit sekali"
"Ini minum" kata Ella dengan memberikan satu butir obat pereda nyeri.
Sherli minum sebentar.
"Gila. Gila. Sakit banget ini" kata Sherli merengek.
"Sudah diam. Jangan merengek nanti semakin sakit"
"Benar kata lo" kata Sherli lemas.
Sherli mulai memejamkan kedua mata dan Ella melihat Sherli sudah tertidur. Keesokan harinya. Pukul 06.00. Ella sudah melihat sosok lelaki tampan di depan kostnya. Tidak hanya tampan tapi juga gagah. Sangat tinggi dan berotot. Pembawaannya bukan lelaki biasa.
"Astaga. Gue benar gagal fokus" pikir Ella berusaha menelan salivanya.
"Selamat pagi. Sherli ada?"
"Sherli? Masih tidur"
"Semalam saya lihat dia sakit. Cuma mau menjenguk"
"Dilihat dari tampilannya...bukan seperti orang biasa ya? Sherli punya teman sesempurna ini? Apa mungkin dia polisi itu?" pikir Ella.
"Pak Kres?"
Kres menaruh rasa segan dan Ella bisa melihat dari sikapnya mengiyakan.
"Sherli masih tidur. Benar dari semalam memang sakit"
Ella melihat Kres mulai khawatir.
"Kalau saya membangunkan tidak mungkin karena..."
"Benar tidak perlu dibangunkan. Titip ini saja" potong Kres dengan memberikan kantong plastik hitam.
Ella menerima.
"Terima kasih"
"Baik, Pak" kata Ella dengan mengangguk.
Kres berjalan menuju sepeda motornya dan naik lalu menyetir dan Ella sedikit mengintip isinya. Ella tertegun.
"Pak Kres perhatian sekali sama Sherli. Sherli hebat bisa menaruh rasa simpati dari seorang polisi" pikir Ella.
Kres berhenti menyetir di suatu tempat dan memikirkan kejadian lalu dimana dirinya menerima pesan dari Sherli.
***
Kres mengambil handphone dan membuka pesan dari Sherli.
Sherli : Selamat pagi. Kemarin saya ada tulis surat di kertas dan mengira kamu akan datang di taman tapi ternyata tidak. Malam ini bisa kita bertemu? Saya akan tunggu kamu di taman
Kres merasa malas menanggapi Sherli tapi satu sisi berpikir.
"Semalam dia benar datang. Dia mikir apa? Gue gak balas apapun tapi nekat tetap datang?" pikir Kres dengan merasa tidak percaya.