Mimpi Aqila hanya satu, mendapat kasih sayang keluarganya. Tak ada yang spesial dari dirinya, bahkan orang yang ia sukai terang-terangan memilih adiknya
Pertemuannya tanpa disengaja dengan badboy kampus perlahan memberi warna di hidupnya, dia Naufal Pradana Al-Ghazali laki-laki yang berjanji menjadi pelangi untuknya setelah badai pergi
Namun, siapa yang tau Aqila sigadis periang yang selalu memberikan senyum berbalut luka ternyata mengidap penyakit yang mengancam nyawanya
.
"Naufal itu seperti pelangi dalam hidup Aqila, persis seperti pelangi yang penuh warna dan hanya sebentar, karena besok mungkin Aqila udah pergi"
~~ Aqila Valisha Bramadja
.
.
Jangan lupa like, komen, gift, dan vote...🙏⚘😘
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mukarromah Isn., isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 7 : Kejar Mimpi Yang Lain
Terumbu karang mulai terlihat saat air laut surut, kerang dan berbagai biota laut lainnya memenuhi pesisir pantai, semburat senja nampak dicakrawala, saatnya sang surya pergi ke bagian bumi yang lain dan akan digantikan sang rembulan
Angin berhembus cukup kencang, membawa udara dingin yang terasa menusuk kulit
Seorang gadis duduk termenung di pasir putih, memandang salah satu diantara nikmat tuhan yang tak terkira, pikirannya berkelut untuk mengetahui apa yang salah dengan dirinya?
Mengapa ia dibedakan? Dimana letak kesalahannya? Sejauh inikah jarak yang tercipta diantara mereka hingga saudaranya sendiri menuduhnya tanpa bukti yang kuat
"Aku janji hanya lima menit Ya Allah, setelah itu aku kembali menjadi manusia yang kuat"
Aqila menelungkupkan kepalanya diatas lutut dan mulai terisak, suasana pantai mulai sepi, suara tangisnya terbawa angin yang berhembus seolah menciptakan melodi yang menyayat hati
"Kebahagiaan itu diciptakan oleh kita sendiri, siapapun punya hak untuk bahagia, kebahagiaan itu nggak harus ngalah sama orang lain, kebahagiaan itu milik kita bukan orang lain, ini hidup kita bukan hidup orang lain jadi kita kita bisa mengatur hidup kita sendiri tanpa campur tangan orang lain"
Suara seseorang yang tak asing ditelinga gadis itu membuatnya menoleh
"Naufal?" Aqila segera menghapus air matanya saat menyadari laki-laki iu berdiri dibelakangnya dengan tangan yang dimasukkan ke dalam saku
"Gue kira lo lupa nama gue dan manggil kucing lagi" ucap Naufal sedikit terkekeh dan mendudukkan diri disamping Aqila
"Gue denger lo tadi siang pergi ke panti" Naufal mulai membuka pembicaraan diantara mereka
"Darimana lo tau?" Aqila memusatkan pandangannya pada Naufal, setelah kejadian tadi pagi di kampus ia memang memilih ke Panti untuk menghibur diri dengan bermain bersama anak-anak juga ibu panti yang sudah mulai akrab dengan dirinya
"Anak-anak yang ngasih tau"
"Lo akrab banget ya sama mereka? Lo sering kesana?"
"Mereka udah kayak keluarga buat gue"
"Emang keluarga lo kemana?" Naufal termenung sebentar membuat Aqila merasa tak enak
"Maaf bukan bermaksud buat lo nginget mereka" ucap Aqila membuat Naufal terkekeh
"Emang mereka kenapa? Mereka baik-baik aja kok walau tanpa gue"
"Maksudnya?"
"Gue selalu dikekang dan disuruh menuruti keinginan mereka padahal gue memiliki dunia gue sendiri, gue bukan orang yang suka dipaksa apalagi dibandingin dengan saudara-saudara gue"
"Gue punya dunia gue sendiri, ini tentang hidup gue, nggak selalu tentang keinginan mereka yang harus terpenuhi, makanya gue berontak sama mereka" Naufal melanjutkan ucapannya
"Kalo mereka sakit hati sama ucapan lo gimana?" Naufal memandang Aqila yang menunduk menatap pasir putih di kakinya
"Itu urusan mereka, biar mereka tau kalau gue lebih sakit hati sama perilaku mereka, biar mereka sadar kalau nggak selamanya keinginan mereka bisa gue penuhi, gue punya hak buat memilih bebas apapun itu, tanpa terkekang atau dipaksa lagi harus ngalah sama saudara gue sendiri"
Aqila memandang Naufal sejenak dan menghadap lurus menatap senja yang semakin terbenam
"Gue nggak bisa kayak lo, gue terlalu penakut buat ngelakuin hal yang bisa membuat mereka tersakiti"
"Lo yakin?" Naufal sedikit terkekeh mendengar ucapan Aqila
"Maksud lo?"
"Nyakitin mereka? Lo yakin mereka bakal tersakiti sedangkan mereka aja kayak nggak pernah nganggep lo keluarga"
"Dari mana lo tau mereka nggak pernah nganggep gue?" Aqila memandang Naufal dengan pandangan serius
"Ini buku lo kan?" Naufal mengeluarkan buku bersampul biru yang terjatuh dari tas Aqila tadi pagi
Aqila memandang buku itu dan memeriksa tasnya, saat tak menemukan apa yang dicarinya, ia memandang Naufal dengan tatapan tajam
"Lo baca?" Tanyanya dengan serius dan dibalas anggukan oleh Naufal
"Nggak sopan banget lo baca buku harian orang lain" Aqila merampas buku itu dengan kasar
"Gimana lagi? Gue terlanjur penasaran sama kisah hidup lo"
"Ternyata gue nggak sendirian yang ngalamin hal kayak gini, gue pikir lo tuh anak orang kaya yang manja dan sukanya ngerengek ke orang tua buat beli apa yang lo mau"
Aqila terkekeh mendengar pendapat Naufal tentang dirinya
"Gue pengen kayak gitu tapi nggak bisa, gue juga pengen dimanjain sama kakak dan orang tua gue, beli apapun yang gue mau, atau pergi jalan-jalan menghabiskan waktu bersama di waktu luang"
"Itu hanya mimpi gue, dan mungkin selamanya hanya akan menjadi sebatas mimpi yang tak pernah terwujud" Setitik air mata menetes dari mata Aqila kala mengingat itu
"Jika mimpi lo itu terasa mustahil buat diwujudkan, maka wujudkan ribuan mimpi lo yang lain, jangan jadikan satu mimpi yang mustahil terwujud itu membuat lo menyerah dan putus asa, lo berhak bahagia dengan cara lo sendiri"
Aqila melihat ke arah Naufal sejenak, benarkah ia Naufal si bad boy kampus yang terkenal itu?
"Caranya?"
"Lo harus berani buat nolak kalau keinginan mereka nggak sesuai sama apa yang lo mau"
"satu lagi..."
"Mungkin mereka sadar akan keberadaan lo, saat lo mulai menjauh dari mereka"
"Gue lemah ya? kok gini aja nangis?"Aqila menghapus sisa-sisa air matanya sambil terkekeh
"Orang menangis bukan berarti mereka lemah, tapi karena mereka kuat terlalu lama"
.
Aqila berdiri di depan bangunan bercat putih yang menjadi tempatnya berlindung dari panas matahari dan dinginnya udara malam selama sembilan belas tahun
Ia menarik nafas panjang dan mulai melangkahkan kakinya memasuki halaman rumah
"Aqila" suara seseorang menyapanya dari belakang membuat langkahnya terhenti
Aqila sudah tau itu Galang, ia mungkin datang menjenguk Reyna, Aqila sengaja melewatinya agar tak menimbulkan kesalahpahaman dan membuat masalah baru
"Kenapa?" Aqila menoleh sebentar bertanya pada laki-laki itu
"Lo dari mana? Kenapa baru pulang sekarang?"
Aqila mengernyitkan alis mendengar pertanyaan itu
"Bukan urusan lo"
Galang merasakan hal yang berbeda saat Aqila mengatakan itu padanya, Aqila berbeda tidak seperti dulu yang akan berbicara panjang lebar kepada dirinya
Galang memandang gadis berjilbab itu yang semakin mempercepat langkahnya memasuki rumah dan seolah mengabaikan keberadaannya
"Gue kenapa sih? gue sukanya sama Reyna bukan sama dia" Galang mengusap wajahnya kasar karena berada di situasi seperti ini, hatinya mulai goyah di penuhi rasa bersalah, apalagi mengingat perlakuan Aqila yang dulu kepadanya, padahal sebelumnya ia sudah menentukan Reyna sebagai pilihannya yang sudah pati membuat Aqila semakin tersakiti karena ia lebih memilih adiknya
Tanpa disadari sedari tadi ada orang yang mengamati kejadian itu di balik jendela kamarnya, ia mengepalkan tangannya melihat kejadian itu, terlebih saat melihat ekspresi Galang yang memandang Aqila bukan lagi dengan tatapan jijik tetapi tersirat makna lain dari matanya
.
Banyak Typo...🙏🙏🙏