NovelToon NovelToon
Dipoligami Karna Tak Kunjung Hamil

Dipoligami Karna Tak Kunjung Hamil

Status: sedang berlangsung
Genre:Cintapertama / Poligami / Cinta Paksa / Diam-Diam Cinta / Romansa / Dijodohkan Orang Tua
Popularitas:3k
Nilai: 5
Nama Author: Mahkota Pena

Cerita ini mengisahkan sepasang suami isteri yang sudah dua tahun lamanya menikah namun tidak kunjung diberikan momongan.
Mereka adalah Ayana dan Zulfahmi.
Namun karena desakan sang ibu yang sudah sangat mendambakan seorang cucu dari keturunan anak lelakinya, akhirnya sang ibu menyarankan untuk menjodohkan Fahmi oleh anak dari sahabat lamanya yang memiliki anak bernama Sarah agar bisa berpoligami untuk menjadi isteri keduanya
Rencana poligami menimbulkan pro dan kontra antara banyak pihak.
Terutama bagi Ayana dan Fahmi sendiri.
Ayana yang notabenenya anak yatim piatu dan tidak memiliki saudara sama sekali, harus berbesar hati dengan rencana yang mampu mengguncangkan jiwanya yang ia rasakan seorang diri.
Bagaimanakah kelanjutan kisah Ayana dan Fahmi?
Apakah Ayana akan menerima dipoligami dan menerima dengan ikhlas karena di madu dan tinggal bersama madunya?
Ikuti kisahnya..

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mahkota Pena, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Dilema

"Kak Zidan khawatir ya sama aku?"

"Khawatir? Tidak kok, biasa saja." Zidan mencoba berbohong, namun sikapnya tidak dapat dibohongi.

"Ah, yang benar?" Ledek Ayana kembali.

Zidan menjadi salah tingkah.

"Benar, Za. Aku biasa saja." Sahut Zidan kembali.

"Yakin? Terus kenapa sampai bela-belain menghampiri aku sudah malam-malam begini?" Ayana bertanya kepada Zidan membuat Zidan mati kutu.

Deg.. 

(Please, Za. Jangan aku tanya hal yang aneh-aneh. Aku tidak bisa menjawabnya) batin Zidan.

"Tidak apa-apa, ya sudah. Aku ke kamar dulu ya. Ingin istirahat. Kamu juga jangan tidur malam-malam. Besok kita berangkat pagi-pagi." Ucap Zidan hendak berjalan menuju kamarnya.

"Baik, Kak."

Ayana masuk kembali kedalam kamarnya ketika Zidan sudah hilang dari pandangannya.

Ia pun tersenyum melihat tingkah Zidan.

***

"Permisi Ustadz Zidan, ini laporan pendaftaran santri dan santriwati di Pesantren kita." Agata menyerahkan daftar nama para calon santri dan santriwati.

"Baik, Agata. Syukron. Wah, alhamdulillah ya, santri sudah ada yang mendaftar lima orang sedangkan untuk santriwati nya ada tiga orang. Lumayan, awal yang baik. Kamu segera menghubungi nomor kontak wali santri ya. Beri tahukan bahwa para santri dan santriwati sudah bisa dititipkan mulai besok. Karena, kita harus segera memulainya walau masih hanya beberapa. Namun, insya Allah ini awal yang baik untuk Pesantren kita." Perintah Zidan kepada Agata.

"Baik, Ustadz. Kalau begitu saya permisi dulu ya." Jawab Agata.

Agata pun pergi meninggalkan ruangan Zidan.

Tidak lama kemudian datanglah Ayana dengan gamis berwarna merah maroon dengan hijab hitam.

"Za, kamu sudah datang? Aku kira kamu tidak datang!" Ucap Zidan.

Ayana kembali memasang wajah kesal, seperti anak gadis sedang mengambek.

"Kak Zidan, kenapa meninggalkan aku sih?" Ayana bertanya dengan raut wajah masam.

Zidan pun tersenyum.

"Kamu semalam begadang ya? Sampai-sampai aku ketuk pintu kamar kamu, kamu tidak merespon." Jawab Zidan.

"Harusnya tetap bangunin aku." Protes Ayana.

"Memangnya kamu tidur jam berapa? Sampai-sampai kesiangan begitu? Lalu, bagaimana caranya aku membangunkan kamu, Za?" Zidan bertanya kembali.

"Aku tidur setelah sholat subuh, malamnya aku tidak bisa tidur. Niatnya aku hanya ingin rebahan sebentar, eh.. Malah kebablasan! Bukannya bangunin aku, malah ditinggal!" Jelas Ayana dengan mulut masih saja komat-kamit.

"Hahaha, sekarang aku tanya ke kamu lagi, bagaimana caranya aku membangunkan kamu?" Tanya Zidan.

"Ya, masuk kamarku. Terus bangunin aku!" Pinta Ayana.

Zidan terkejut mendengar penuturan Ayana.

"Apa? Tidak salah dengar? Mana pantas aku masuk kamarmu dan membangunkan kamu yang sedang tidur. Kalau kamu tidur pakai baju, kalau tidak bagaimana? Bisa ternodai mataku nanti!" Jawab Zidan.

Zidan membuang wajahnya.

"Tapi kan, paling tidak...."  Protes Ayana kembali, namun ucapannya terhenti.

Zidan menoleh kembali kewajah Ayana.

"Paling tidak apa?"

"Paling tidak, terus bangunkan aku." Pinta Ayana.

"Astaghfirullah, aku sudah membangunkan kamu, Ayana Zahira! Masa iya, aku harus tidur disamping kamu, supaya aku dengan mudahnya membangunkan kamu. Makanya, kalau sulit bangun pagi, jangan suka tidur larut malam. Jadinya begini kan? Kamu yang repot sendiri." Tegas Zidan.

Ayana duduk dengan wajah menunduk.

Ia pun mengaku bersalah.

"Memangnya, Ibu tidak membangunkan kamu?" Zidan mulai bertanya baik-baik kepada Ayana.

"Ibu sudah pergi arisan dari pagi-pagi." Jawab Ayana.

"Mbak Lusi tidak datang?" Zidan bertanya kembali.

"Tadi sewaktu aku baru saja bangun, mbak Lusi baru datang. Katanya ia datang terlambat karena mengantarkan anaknya sekolah dulu." Jawab Ayana.

Zidan mengangguk perlahan.

"Jadi, kamu belum sarapan?" Tanya Zidan.

Ayana menggelengkan kepalanya, dengan wajah polosnya.

"Ya sudah, aku pesankan sarapan dulu ya. Kebetulan aku tadi juga belum sempat sarapan. Jadi, kita sarapan bersama, mau kan sarapan denganku?" Zidan hendak memesankan sarapan untuk Ayana dan dirinya lewat aplikasi online.

Ayana mengangguk.

"Baiklah, ditunggu ya."

***

Hari berganti hari, bulan berganti bulan..

"Bagaimana, Dek? Apakah kamu merasa senang berada di Pesantren Kak Zidan?" Fahmi menanyakan kepada Ayana yang hendak memejamkan matanya.

Ayana pun menyandarkan bahunya pada sandaran ranjang.

"Alhamdulillah, Mas. Menyenangkan, aku bisa kembali lagi ke masa-masa dimana aku pernah berada di Pesantren." Jelas Ayana dengan mata berbinar-binar.

Fahmi pun tersenyum memandang isterinya.

"Syukurlah, kalau begitu sayang. Mas ikut bahagia. Oh iya, tidak terasa juga ya, kita menikah sudah hampir setahun. Lusa adalah hari Anniversary pernikahan kita. Bagaimana kalau kita jalan-jalan? Apakah kamu mau?" Fahmu berencana mengajak Ayana untuk pergi jalan-jalan.

Ayana pun tersenyum.

"Kemana, Mas? Iya, aku mau. Tapi, aku akan izin kepada Kak Zidan terlebih dulu, untuk izin mengajar sehari. Tidak terasa ya, Mas. Kita menikah sudah hampir setahun saja." Ayana merasa bersyukur karena telah menikah bersama dengan Fahmi yang sudah menginjak hampir satu tahun lamanya.

"Nanti coba aku pikirkan dulu ya, besok kamu izin saja kepada Kak Zidan. Kalau kamu akan izin sehari saja." Perintah Fahmi kepada Ayana.

Ayana mengangguk, namun dengan tiba-tiba ia memasang wajah murungnya.

"Kenapa, sayang? Apa yang sedang kamu pikirkan?" Fahmi melihat wajah Ayana yang langsung berubah drastis, dari yang tadi ceria, tiba-tiba saja berubah menjadi murung dan sedih.

"Sudah hampir satu tahun kita menikah, namun kita belum juga diberikan momongan, Mas. Maaf ya, Mas. Aku belum bisa memberikan kamu anak." Ayana merasa sudah menjadi isteri yang gagal karena belum dapat memberikan anak untuk Fahmi.

Fahmi mengerutkan dahinya.

"Sayang, mengapa bicara seperti itu? Ini semua sudah kehendak Allah. Allah tahu mana waktu yang tepat untuk memberikan kita keturunan. Jadi, kita harus tetap semangat ya. Jangan pantang menyerah." Fahmi memberikan kepercayaan diri kepada Ayana agar tidak berlarut-larut dalam kesedihan.

Ayana mengangguk tanda mengerti.

"Iya, Mas. Bagaimana kalau kita periksa ke dokter? Agar kita tahu pasti, apa yang telah menjadi penghalang kita." Ayana memberikan sebuah saran kepada Fahmi.

Fahmi tampak berpikir sejenak.

"Hmm.. Boleh juga, sayang. Bagaimana kalau lusa sebelum kita jalan-jalan, kita sempatkan waktu dulu untuk periksa ke dokter? Jadi, kita tinggal menunggu saja hasilnya sembari kita jalan-jalan!" Fahmi memberikan saran untuk Ayana.

Ayana pun memahami apa yang dibicarakan oleh Fahmi.

Keduanya saling melemparkan senyuman.

Fahmi memeluk hangat tubuh Ayana.

"Ya sudah, sudah malam. Kita istirahat yuk. Besok aku berangkat subuh. Kamu juga kan harus pergi mengajar." Perintah Fahmi kepada Ayana.

"Baik, Mas. Tapi, besok kamu langsung pulang kan, Mas?" Tanya Ayana yang sepertinya tidak ingin jika Fahmi terbang terlalu lama.

"Tidak kok, besok malam juga aku sudah pulang. Karena, hanya terbang dari Jakarta-Bali lalu kembali ke Jakarta lagi. Jadwal aku besok hanya itu saja. Tenang saja, malamnya aku sudah berada dirumah." Jelas Fahmi.

"Alhamdulillah, besok aku tidur ada temannya lagi. Oh iya, kenapa sih, Mas? Kamu bercita-cita bekerja sebagai Pilot? Itu kan membuat waktumu menjadi jarang pulang ke rumah!" Tanya Ayana kepada Fahmi.

Fahmi pun menyeringai gemas melihat Ayana yang tampaknya kurang menyukai profesi Fahmi sebagai seorang Pilot.

Waktunya terkuras dan jarang sekali berada di rumah.

Terkadang selalu membuat Ayana merasakan kesepian yang sangat tidak nyaman.

"Hehehe, aku memang sejak kecil bercita-cita menjadi Pilot, Dek. Entah mengapa, rasanya keren saja bisa menerbangkan sebuah burung besi yang besar, kuat dan berat melayang di udara. Ada kepuasan tersendiri. Terlebih, ketika sudah berada diatas dan bisa melihat langsung bumi dari atas langit. Rasanya indah sekali." Jelas Fahmi dengan serius disimak oleh Ayana.

"Hmm.. Begitu ya. Apakah kamu suatu saat bakalan pensiun dalam pekerjaan ini?" Tanya Ayana.

"Pensiun? Jelas aku nanti akan pensiun, sayang!" Jawab Fahmi.

"Kapan? Diumur berapa?"

"Enam puluh lima tahun." Jawab Fahmi.

Dengan terkejut Ayana menatap wajah Fahmi dengan mata membulat.

"Tidak salah, Mas? Itu sudah ketuaan kali, Mas." Protes Ayana.

Fahmi terkekeh dan mencubit hidung mancung milik Ayana.

"Usia pensiun pilot di Indonesia adalah 65 tahun. Aturan ini diterapkan untuk memastikan pilot memiliki standar kognitif dan medis yang diperlukan untuk keselamatan penerbangan. Selain itu, aturan ini juga bertujuan untuk menyeimbangkan pengalaman pilot senior dengan standar yang dibutuhkan." Jelas Fahmi kepada Ayana.

"Ya ampun, sudah jadi kakek-kakek dong kamu nanti. Waktuku bersama kamu tersita selama itu, ya Allah. Lama sekali!" Ayana terlihat sedang berpikir masa muda nya tersita begitu banyak.

Padahal ia sangat menginginkan, hari-hari bersama Fahmi hingga sampai kakek dan nenek.

Namun, diusia Fahmi nanti menjadi kakek-kakek pun, akan tetap masih bertugas sebagai Pilot.

"Hahahaha, memang itu sudah menjadi profesiku, sayang!" Peluk Fahmi pada tubuh Ayana.

"Apakah bisa, jika sebelum usia enam puluh lima tahun seorang pilot mengundurkan dirinya?"

1
♡Ñùř♡
kmu kurang garcep sih,mk nya keduluan fahmi😁
Mahkota Pena: hihihi iya nih 😁
total 1 replies
♡Ñùř♡
aku mampir thor...
Mahkota Pena: thank you yaa.. semoga terhibur dengan alur ceritanya ☺
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!