Raisya adalah seorang istri yang tidak pernah diberi nafkah lahir maupun batin oleh sang suami. Firman Ramadhan, adalah seorang arsitektur yang menikahi Raisya setelah empat tahun pertunangan mereka. Mereka dijodohkan oleh Nenek Raisya dan Ibu Firman. Selama masa perjodohan tak ada penolakan dari keduanya. Akan tetapi Fir sebutan dari seorang Firman, dia hanya menyembunyikan perasaannya demi sang Ibu. Sehingga akhirnya mereka menikah tanpa rasa cinta. Dalam pernikahannya, tidak ada kasih sayang yang Raisya dapat. Bahkan nafkah pun tidak pernah dia terima dari suaminya. Raisya sejatinya wanita yang kuat dengan komitmennya. Sejak ijab qobul itu dilaksanakan, tentu Raisya mulai belajar menerima dan mencintai Firman. Firman yang memiliki perasaan kepada wanita lain, hanya bisa menyia-nyiakan istrinya. Dan pernikahan mereka hanya seumur jagung, Raisya menjadi janda yang tidak tersentuh. Akankah Raisya menemukan kebahagiaan?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Bunda RH, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Ibu-ibu Rumpi
Pagi ini aku punya tugas untuk menjemput Bibiku. Setelah selasai mandi Aku bersiap-siap untuk berangkat. Dengan memoles sedikit wajahku, meerapikan penampilan dan memasang bros di jilbabku agar tidak terbang-terbang saat berkendara nanti.
"Ummi, Rai berangkat dulu ya." Aku pamit kepada Ummi yang sedang sibuk mengatur beberapa pekerjaan dapur. Kulihat tetangga mulai berdatangan untuk bantu-bantu. Di daerah kami memang masih memakai tradisi gotong royong. Selagi memang diminta oleh tuan rumah.
"Sarapan dulu Rai, ini sudah jam 7."
"Tidak Ummi, Rai mau beli nasi kucing langganan yang deket rumah nenek. Mumpung ke sana, dan lagi pingin."
Nasi kucing yang dimaksud adalah nasi yang porsinya sedikit, terdapat lauk, udang, daging, dan potongan telur rebus. Ada peyeknya juga dan bungkusnya juga dipincuk.
"Ya sudah kalau begitu, kamu hati-hati." Aku mencium punggung tangan Ummi. Abi sedang keluar, jadi aku hanya berpamitan ke Ummi.
"Bu aji, itu kenapa Raisya kok didulin Sofi. Memang nggak apa-apa ya?" Kudengar salah satu di antara Ibu-ibu berbicara kepada Ummi.
Aku pura-pura tidak mendengar perkataan mereka dan segera berlalu dari hadapan mereka.
Aku sudah menduga akan ada pertanyaan seperti iti. Tapi aku yakin orang tuaku pasti bisa menjawab dengan bijak. Biarkan orang-orang bertanya, itu bukan masalah besar bagiku. Hanya saja aku lebih takut, orang tuaku yg tidak nyaman dengan pertanyaan mereka.
Aku menghidupkan si putih, dan mulai malu dengan kecepatan sedang. Sepanjang perjalanan aku bersenandung sholawat. Ada sesuatu yang mengganggu hatiku, entah apa.
Sampai di rumah Nenek, aku langsung nyelonong masuk. "Assalamu'alaikum bibi?" aku mencari keberadaan bibi. Kuulang lagi salamku. "Assalamu'alaikum."
"Wa'alaikum salam, udah datang Rai? Bibi tadi masih di kamar mandi, sakit perut."
"Pantesan Raisa cari-cari nggak ada, sudah sarapan Bi? Ini aku barusan beli nasi kucing dua, Bibi mau?"
"Nggak deh Rai, bibi sudah makan. Makanya ini tadi sakit perut, sudah kamu makan saja dulu!"
"Ya sudah kalau bibi nggak mau Rai makan dua-duanya, hehe.." Aku membuka bungkus nasi dan memakannya. Rasanya nikmat sekali, sudah lama aku tidak mkan nasi kucing ini. Sebenarnya tidak ada yg istimewa, tapi sambalnya yang berbeda dari yg lain. Karna porsinya memang sedikit, jadi aku menghabiskan dua bungkus nasi.
"Bi aku sudah selesai makannya, Bibi sudah siap nih? mana yang mau dibawa?" tanyaku kepada bibi yang sepertinya masih menata bawaannya.
"Sudah ini Rai, paling Bibi di sana cuma dua hari, jadi cuma sedikit yang dibawa."
"Kok sebentar sih bi? jarang-jarang lho nginep di rumah."
"Kasian rumah ini kalau ditinggal lama-lama Rai, nanti kalau ada maling gimana? ya sudah ayo berangkat! keburu siang nanti."
"Iya Bi, jang lupa dicek semua bi' takut ada yang ketinggalan. Kompor juga jangan lupa dimatiin, lampunya dihidupin."
"Iya sudah semu, Bibi juga sudah nitip ke tetangga agar sambil dilihatin."Bibi mengunci pintu rumah. Barang-barang bawaannya aku taruh di depan.
" Ayo bi naik, pegangan yang kenceng yang biar gak jatuh."
"Iya Rai, kamu tuh kok tambah bawel sih! ketularan Sofi ini pasti." Aku hanya tertawa mendengar ucapan Bibi.
Kami pun segera berangkat menuju rumah Abi. Bibi benar-benar berpegangan sangat kencang, sampai aku rasa sesak di perutku. Memang Bibiku paling takut kalau dibonceng sepeda motor. Tidak lama kemudian kmi sampai di rumah Abi. Kulihat sudah ada tenda yang datang, dan sedang dipasang. Ada beberapa Bapak- bapak tetangga yng ikut membantu.
"Ternyata sudah ramai ya Rai. Lingkungan kompleks sini orngnya kompak juga ya Rai?"
"Iya bi, sama saja kayak di rumah bibi. Sudah Bi masuk saja, Rai mau ganti baju dulu. Sini tasnya biar ditaruh di kamarku, nanti Bibi tidur sama aku." Aku membawa tas Bibi ke dalam kamar.
Bibi langsung berbaur dengan Ibu-ibu komplek.Sebenarnya aku malas kalau harus bergabung dengn Ibu-ibu komplek. Tapi sebagai tuan rumah, tentu aku juga harus menghargai mereka. Setelah berganti baju, aku pun segera bergabung ke garasi. Karna mereka berkumpul di garasi, dan sebagian di dapur.
Kami membagi tugas, di dapur ada yang mengiris bawang, potong sayur, goreng kerupuk dan lainnya. Di garasi bagian membuat kue, saat ini kami akan membuat roti isi coklat.
"Rai kamu udah mau lulus ya?" Ibu Yeni, salah satu tetanggaku bertanya.
"Iya bu benar, setelah ini saya akan mengerjakan skripsi." jawabku ramah.
"Kamu nggak mau nikah lagi Rai? Sayang kamu cantik masih muda pula. Biarpun janda pasti laku. Yang udah peyot aja masih laku." Ujung-ujungnya pertanyaan yang kurang etis di telinga dan hatiku.
"Tentu mau Bu, kalau ada jodoh." Aku jawab dengan senyum terpaksa.
"Iya Rai, jangan kalah sama adikmu! Beruntung ya Sofi calonnya orang berada sepertinya. Kamu juga harus dapat yang lebih dari Sofi." Bu Dian menimpali.
"jedar"
Bu bisa nggak ngomongnya difilter, itu mulut apa petasan. Sabar Raisya, anggap saja ini hanya angin lalu.
Aku sudah tidak mau menjawab lagi, kutanggapi dengan senyuman. Kalau masih menjawab tidak akan ada habisnya.
Memangnya jodohku tetangga yang ngatur. Kalau aku pasti inginnya jodoh yang sesuai anjuran agama.
...----------------...
FLASH BACK ON
"Bu aji, itu kenapa Raisya kok didulin Sofi. Memang nggak apa-apa ya?" tanya Ibu Dian.
"Maaf Bu itu kan cuma mitos, lagian Raisya juga sudah pernah menikah, kan? Inshaallah masih ada jodohnya lagi.
"Iya sih Bu aji, tapi kan yang namanya orang tua masa' Bu aji nggak kasian. Kenapa nggak dicarikan jodoh lagi?" timpal Ibu yang lain.
"Kami sudah kapok bu, tidak mau mencampuri pilihan anak-anak. Raisya sudah menuruti keinginan kami di pernikahan yang pertama, maka untuk selanjutnya kami ingin Raisya mendapatkan pilihannya sendiri. Kami hanya akan mendukung yang terbaik untuk mereka."
"Eh Bu aji, aku punya ponakan ganteng. Anaknya juga sudah punya kerjaan, gimana kalau dikenalin sama Raisya?"
"Sekali lagi maaf Bu Yeni, saya sebagai Ibunya paham betul perasaan anak saya saat ini. Biarlah dia menuntaskan pendidikannya, sebentar lagi Raisya lulus."
"Iya ih Bu Yeni anak sekarang itu nggak usah jodoh-jodohin, bukan zaman Siti Nurbaya kayak kita dulu. Udah Bu ayo lanjut aja kerjanya. Maaf Bu aji namanya Ibu-Ibu ya kalau kumpul ada saja yang dibahas." Bu Retno menyauti. Bu Retno adalah istri Pak RT di komplek kami. Beliau memang anti urusan orang lain, kecuali urusan warga yang bermasalah ataupun butuh bantuan.
"Iya bu saya maklum kok, monggo Ibu-ibu sambil diminum tehnya. Camilan juga dimakan jangan kerja terus."
FLASHBACK OFF
...****************...
See you again Kakak terima kasih supportnya