Apakah masih ada cinta sejati di dunia ini?
Mengingat hidup itu tak cuma butuh modal cinta saja. Tapi juga butuh harta.
Lalu apa jadinya, jika ternyata harta justru mengalahkan rasa cinta yang telah dibangun cukup lama?
Memilih bertahan atau berpisah?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ipah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
32. Om ganteng
Doni pun memutar badannya pelan sambil meringis ke arah tiga wanita yang siap mengeluarkan taringnya masing-masing.
"Tega kamu ya meninggalkan ibu di keroyok sama mereka berdua." ucap Bu Mirna dengan kesal dan jengkel pada putranya.
"Maaf Bu, Doni masih kurang sehat, mau istirahat di kamar dulu. Kalau tidak ada uang untuk membayar, mending jual perhiasan ibu saja dulu. Nanti Doni ganti."
"Setuju." mbak Ima dan bu Dika kompak berkata.
"Enak saja. Ibu tidak setuju."
Mereka terus beradu mulut, hingga mengundang perhatian tetangga yang kebetulan melintas di depan rumah. Mereka diam-diam menguping di samping rumah Bu Mirna.
Sedangkan di dalam rumah, bu Mirna terus saja di serang kedua penagih hutang itu. Dan di tengah mereka beradu mulut, kembali terdengar deru mobil yang berhenti di depan rumah.
"Siapa lagi yang datang?" Bu Mirna memijit pelan keningnya karena merasakan kepalanya berdenyut nyeri akibat serangan hutang di pagi hari.
"Selamat pagi every body." terdengar suara laki-laki yang masuk ke dalam rumah.
Ia berjalan santai sambil meniupkan asap rokok melalui hidung dan mulutnya. Lalu menghempaskan tubuhnya di sofa tanpa di suruh.
"Mumpung kalian semua berkumpul disini, saya mau menagih uang sewa tenda yang belum di bayar sebesar sepuluh juta rupiah. Dan saya harap dibayar tuunai. Tidak bisa dicicil, karena sudah melewati batas yang telah ditentukan."
"Arghhh.... Pusing kepalaku, kenapa kalian datang kesini bersamaan? Pasti sengaja ya mau membuat ku stres." Bu Mirna berteriak dengan suara yang keras. Membuat mereka yang ada di ruangan itu segera menutup telinganya.
Masalah di pagi benar-benar membuat Bu Mirna dan Doni pusing. Tapi justru menjadi hiburan yang asyik bagi para tetangga.
Akhirnya setelah melalui proses panjang, Bu Mirna berjanji akan membayar semua hutangnya dalam jangka waktu dua hari. Setelah itu, para penagih hutang itu pun keluar rumah.
"Don, ibu tidak mau perhiasan ibu di jual. Pokoknya kamu harus cari jalan keluar. Oh iya, lebih baik besok kamu masuk kerja saja. Dan minta pada bos mu untuk membayar gaji mu segera." Bu Mirna mendesak Doni sambil mengguncang tubuhnya.
"Apa! Ibu tega melihat anaknya yang masih sakit untuk bekerja?"
"Karena ini cuma satu-satunya cara Don."
Doni tidak menjawab, tapi justru malah masuk ke kamarnya. Ia memejamkan mata, berharap ini semua bukan mimpi.
**
Sementara itu Siska yang sudah pergi menaiki taksi online, akhirnya sampai di tempat kost nya. Ia ingin menemui temannya, karena sejak menikah sudah tidak bertemu dengannya lagi.
"Septi, sep." Siska menggedor pintu kamar temannya dengan keras, agar segera dibukakan. Dan benar saja, terdengar suara pintu yang dibuka.
"Siska." gumam Septi ketika melihat temannya itu pagi-pagi sudah ada di depan kamarnya.
Ia mengerjapkan matanya berulang kali, untuk memastikan bahwa penglihatannya tidak salah.
Sementara Siska melenggang ke dalam dengan santainya. Lalu menghempaskan tubuhnya di atas tempat tidur temannya.
"Ada apa pagi-pagi seperti ini sudah main ke tempat ku Sis?"
"Aku cuma bosen saja di rumah. Mas Doni tidak pernah mengajakku keluar sejak menikah."
Septi terkekeh kecil mendengar aduan temannya.
"Salah sendiri, kenapa cepat-cepat menikah. Mending kayak aku, bebas kemana saja. Hati senang, dompet pun tebal."
"Aku kesini mau curhat, jangan malah manas-manasin." sungut Siska.
"Aku itu ngga manas-manasin, cuma berbicara fakta."
"Halah, kerjaan cuma jualan anu saja, pakai ngomong fakta-fakta segala."
"Terserah apa katamu lah. Aku ngantuk, mau tidur dulu. Soalnya aku juga baru saja pulang."
"Woi, aku kesini kamu malah balik tidur lagi. Ngga boleh. Mending kamu temani aku jalan-jalan."
"Nanti saja, aku masih ngantuk."
Septi menutup telinganya dengan bantal dan memejamkan matanya. Siska hanya bisa menggerutu kesal.
"Tidak di rumah, tidak disini. Semua sama saja." gumam Siska kecewa. Lalu ia pun membuka akun media sosialnya.
Ketika melihat story' WhatsApp laki-laki berambut putih dengan perutnya yang buncit, tengah duduk di dekat kolam renang, tiba-tiba melintas sebuah ide di otaknya.
Ia pun langsung mengirimkan pesan pada laki-laki tersebut. Beberapa menit berlalu, keduanya saling berbalas pesan. Senyum terus mengembang di wajah Siska saat berbalas pesan.
"Oh, mungkin ini jadi hari keberuntungan ku." ucapnya dengan penuh semangat.
Siska memperhatikan temannya yang tertidur pulas, lalu mencari kunci mobil Septi. Tak butuh waktu lama, ia berhasil menemukan benda yang ia cari.
"Aku pinjam mobilmu Sep." lirih Siska, lalu ia pun keluar mengendap-endap keluar.
Menempuh tiga puluh menit perjalanan, akhirnya Siska sampai di sebuah hotel mewah. Ia berjalan menuju lift dan menekan nomor yang di maksud.
Hanya butuh sekian detik, ia sudah sampai di lantai lima hotel bintang tujuh. High heels tingginya berdentum nyaring saat menapaki lantai hotel.
"Om ganteng." seru Siska dan menghambur ke pelukan laki-laki tua yang tadi berbalas pesan dengannya.
. y.. benar si kata Mahes klo pun hamidun lg kan ada suami yg tanggung jawab,... 😀😀😀
alhmdulilah akhirnya, Doni dan Siska bisa bersatu, nie berkat mbak ipah jg Doni dan Siska menyatu... d tunggu hari bahagianya... 🥰🥰🥰👍👍👍
tebar terus kebaikanmu... Siska, bu Mirna dan Doni syng padamu, apalagi Allah yg menyukai hambanya selalu bersyukur... 😘😘😘😘
nie yg akhirnya d tunggu, masya Allah kamu benar 2 sudah beetaubat nasuha, dan kini kamu bahkan membiayai perobatan bu Mirna dan jg menjaganya... tetaplah istiqomah Siska... 👍👍👍😘😘😘