Dia pikir, dibuang oleh suaminya sendiri akan membuat hidupnya berantakan dan menderita. Namun, takdir berkata lain, karena justru menjadi awal kebahagiaannya.
Daniza, seorang istri yang bagi suaminya hanya wanita biasa, justru sangat luar biasa di mata pria lain. Tak tanggung-tanggung, pria yang menyimpan rasa terhadapnya sejak lama adalah pria kaya raya dengan sejuta pesona.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Kolom langit, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Cuti Tiga Hari
Hai gengs, yang penasaran dengan visual Bang Mpin, sudah aku post di IG @Kolom Langit ya.
Ada yang sudah liat? 😅
Eh, lapak Daniza ini sunyi loh gaes. Pada kemana nih Readerlicious Cantikly yang rajin komen? 😭
Eh, aku up 3 bab panjang hari ini loh 🤧
Gak usah di-vote. Komen aja yang banyakin.
*
*
Alvin kembali ke rumah sakit dengan membawa sebuah cup minuman yang ditemukannya di kamar Daniza. Ia langsung menuju ruangan Dokter Allan dan menunjukkan temuannya.
Dokter itu pun mengendus aroma minuman dan memang merasakan aroma obat yang begitu pekat.
"Minuman itu saya temukan di kamar. Sepertinya Daniz meminum itu beberapa jam sebelum mengalami pendarahan."
Dokter Allan mengangguk mengerti. "Saya akan bawa ini ke lab untuk diperiksa."
"Baik, Dokter, terima kasih," ucap Alvin. "Oh ya, Dok, kira-kira kapan hasilnya keluar? Saya berharap penyebab istri saya pendarahan segera terungkap."
"Saya akan hubungi Pak Alvin begitu hasilnya keluar. Lebih baik untuk sekarang kita fokus kepada kesehatan Bu Daniza," saran sang dokter, mengingat kondisi psikis Daniza sekarang yang sangat terpukul.
"Saya mengerti, Dok. Terima kasih."
Selepas berbicara dengan Dokter Allan, Alvin kembali ke ruangan Daniza. Wanita itu sedang terbaring dengan tatapan kosong. Pancaran penuh luka tergambar jelas di wajahnya. Deretan bulu matanya yang tampak basah menjadi pertanda bahwa ia habis menangis.
"Daniz," panggil Alvin lembut.
Namun, tak ada respon apapun dari Daniza. Seolah ia tak peduli dengan apapun di sekitarnya. Alvin memilih duduk di sisi pembaringan. Ingin membelai rambut Daniza sebagaimana yang ia lakukan saat wanita itu tertidur, tetapi tentu saja ia tak akan berani saat Daniza terjaga.
Cinta lama yang belum kesampaian ini begitu menyiksanya.
"Aku tahu kamu sangat terpukul. Tapi kehidupan kamu masih panjang. Kamu masih sangat muda. Dan kamu masih punya kesempatan untuk memiliki anak lagi."
Anak dari aku maksudnya.
Daniza masih terdiam. Kemudian menatap Alvin dengan mata berkaca-kaca. Hal yang mendorong Alvin untuk menghapus air matanya.
"Kalau kamu butuh sesuatu, bilang saja," tawar Alvin.
Daniza menggeleng lemah. Seluruh dunianya terasa akan runtuh saat ini. Bahkan ia merasa lebih baik mati.
Kehidupan terlalu berat baginya. Dibuang suami yang dicintainya demi wanita lain, hidup terlunta-lunta dan serba kekurangan, sekarang harus kehilangan satu-satunya alasan yang membuatnya bertahan hidup.
Anak dalam kandungannya ....
"Kapan saya boleh pulang?" Suara Daniza terdengar sangat lemah. Kali ini Alvin tidak tahan lagi. Kondisi Daniza membuat hatinya seperti disayat.
Entah Alvin sadar atau tidak, tangannya terangkat membelai rambut wanita itu.
"Nanti kalau kamu sudah membaik."
Daniza tak banyak bicara lagi. Ia diam seribu bahasa.
*
*
*
Daniza dirawat selama beberapa hari di rumah sakit. Selama dirawat, Alvin selalu menemani dan menghibur. Layaknya seorang suami Siaga, ia menemani Daniza sepanjang waktu. Bahkan sampai ambil cuti kerja lantaran keadaan Daniza sangat memprihatinkan.
Daniza mengalami Trauma dan depresi berat. Jika ditinggalkan sendiri tanpa pengawasan, Alvin takut Daniza akan melakukan hal yang berbahaya. Dokter juga sudah memberi peringatan bahwa Daniza harus mendapat pengawasan intens dari pihak keluarga. Berhubung Daniza tak punya siapa-siapa, Alvin menjadi pihak yang maju paling depan. Selain itu ia juga tidak rela jika Daniza sampai didekati lagi oleh Revan lagi.
Melipir sedikit pada potret kehidupan Alvin di keluarganya. Ibu Elvira yang mengetahui bahwa Alvin sudah tidak masuk kerja beberapa hari, sontak langsung menghubungi asisten pribadi Alvin dan meminta alamat rumah sakit tempat Daniza dirawat.
Tanpa menunggu waktu lagi sang mama bergegas menuju rumah sakit tersebut. Kali ini ia benar-benar marah pada anak semata wayangnya itu. Bukan marah karena Alvin cuti bekerja, tetapi karena Alvin bersikap terlalu berlebihan terhadap istri orang.
"Cinta si cinta, tapi tidak begitu juga," pikir Mama Elvira sembari menahan geram sepanjang perjalanan menuju rumah sakit.
Maka di sinilah wanita paruh baya itu sekarang. Mama Elvira berjalan menyusuri lorong rumah sakit, menuju sebuah ruangan VVIP tempat Daniza di rawat.
Wah, Daniza menempati kamar termewah di rumah sakit. Alvin benar-benar gila karena cinta.
Dua bodyguard bertubuh besar tiba-tiba menghadang Mama Elvira saat hendak masuk. Spontan wanita paruh baya itu menatap heran.
"Kenapa? Memangnya saya tidak boleh masuk?" seru mamah Alvin sembari menatap dua orang yang tak dikenal itu.
Saking tidak inginnya Daniza bertemu Revan atau pun Alina, Alvin sengaja menyewa dua bodyguard untuk berjaga-jaga di depan ruangan. Ia tidak mau ada orang asing masuk dan membuat keadaan Daniza semakin terpuruk nantinya.
"Maaf, Bu … kami hanya menjalankan tugas. Bos kami melarang orang asing masuk ke dalam!" kata si bodyguard itu tegas. Mereka memang belum mengenal siapa wanita yang ada di hadapannya.
Mama Elvira menepuk jidatnya gemas. Jika Alvin ada di hadapannya sekarang, mungkin sudah dicekik.
"Ya Tuhan! Anak satu ini."
Mama Elvira tidak habis pikir dengan tingkah Alvin yang dinilainya sangat konyol. Ia agak menyesal kenapa tadi tidak membawa sapu lidi ke sini.
Daniza yang bukan siapa-siapanya bahkan dijaga ketat melebihi istri presiden.
"Katakan pada majikanmu yang budiman itu. Bilang kalo Nyonya Elvira, alias mamah kandungnya, sedang menunggu di luar!" ketusnya penuh penekanan.
Dua bodyguard itu langsung gelagapan ketika ketika mengetahui wanita itu adalah ibu kandung dari bosnya.
"Ba … baik Nyonya!" Salah satu dari mereka langsung masuk ke dalam.
Tak lama kemudian Alvin keluar. Ia menghampiri sang mamah yang duduk di kursi tunggu. Jangan tanya bagaimana ekspresi mama sekarang. Alvin yakin kali ini akan dijadikan dendeng atau pepes.
"Mah," lirih Alvin. Belum juga duduk, sang mamah langsung menarik telinga anak itu hingga posisi Alvin bersimpuh di hadapannya.
"Sakit Mah! Ingat ini rumah sakit," lirih Alvin sembari mengusap-usap telinganya.
"Memangnya mamah peduli? Kamu sendiri saja tidak ingat kalau Daniza itu masih istri orang! Mamah membesarkan kamu itu bukan untuk jadi pelakor ya Alvin!"
"Pebinor Mah … sudah salah, ngotot pula!" gerutu Alvin.
"Apa pun namanya, intinya mamah tidak suka melihat kamu bersikap terlalu berlebihan seperti ini. Biarkan saja Daniza dirawat oleh suaminya, toh dia masih tanggung jawab suaminya!"
Perkataan Ibu Elvira membuat Alvin refleks mendelik.
"Justru aku tidak rela melihat Daniza dirawat suaminya."
"Kenapa harus kamu yang tidak rela? Punya hak apa kamu terhadap Daniza?"
"Dia itu orang yang paling berbahaya untuk Daniz, Mah. Memangnya mamah tidak lihat aku sampai memasang bodyguard di depan pintu?"
"Oh, dua orang yang hampir mengusir mamah itu?" Sindir sang mama.
Alvin menyeringai. "Maaf Mah … mereka tidak tahu kalo mamah adalah ibuku."
"Keterlaluan kamu, Vin. Kalau tahu kelakuan kamu akan seperti ini, mama tukar tambah kamu!"
"Tukar tambah sama apa coba?" balas Alvin menggerutu.
Mama Elvira membalas dengan dehaman malas. Ia lalu berdiri, hendak masuk ke ruangan Daniza, tetapi Alvin langsung menarik tangannya.
"Mau ngapain, Mah?"
"Kenapa … kamu juga mau ngusir Mamah?" geram wanita itu.
"Bukan. Suudzon melulu Mamah." Alvin berdecak gemas. "Sebelum masuk janji dulu! Jangan bicara hal yang tidak-tidak pada Daniza. Dia masih dalam keadaan depresi setelah kehilangan anaknya, Mah! Jadi mamah jangan bicara sembarangan!"
"Ya ampun Alvin!" Ibu Elvira menjambak rambut Alvin saking kesalnya. Alvin harus meringis dan memohon sampai sang mama melepas. "Sepertinya cinta membuat otak kamu gendeng, ya? Kamu pikir mamah tidak tahu etika menjenguk orang sakit!" sungut Ibu harimau yang tengah dibuat mendidih otaknya itu.
"Maaf, Mah! Aku kan hanya memastikan." Lelaki itu tersenyum bodoh. Tangannya menggaruk kepala belakang yang tak gatal.
"Kamu tahu, Alvin Alexander?" Mama menggerakkan gigi saat berbicara. "Kamu itu memang sudah nyebelin sejak masa pembuahan. Tahu begini mama balikin kamu jadi embrio!"
...***...
Baca ini ngakaknya ngelebihin dr Allan yg suka modusly. Kereeen...kereen /Kiss/