Keberanian Dila, seorang gadis tunarungu yang menolong pria tua penuh luka, membawanya pada nasib cinta bagai Cinderella untuk seorang anak pungut sepertinya.
Tuduhan, makian, cacian pedas Ezra Qavi, CEO perusahaan jasa Architects terpandang, sang duda tampan nan angkuh yang terpaksa menikahinya. Tak serta merta menumbuhkan kebencian di hati Dilara Huwaida.
"Kapan suara itu melembut untukku?" batinnya luka meski telinga tak mendengar.
Mampukah Dila bertahan menjadi menantu mahkota? Akankah hadir sosok pria pelindung disekitarnya? Dan Apakah Dila mempunyai cerita masa lalu?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mommy Qiev, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 32. KEBAHAGIAAN DILARA
"Nona," seru suara seorang pria perlahan mendekat ke arah Dilara yang masih menunduk tengah duduk di depan instalasi farmasi.
Ia memperbaiki panggilannya. Mereka belum berkenalan secara resmi.
Kursi roda itu berhenti tepat di depan gadis bergamis marun tua. Perlahan wajah ayu nya terangkat mencari tahu sosok yang berada di hadapannya.
"Halo, ketemu lagi. Sedang apa?" tanyanya perlahan.
"Halo."
Gadis ini membuka telapak tangannya, melipat jempol, merapatkan dengan ke empat jari yang tegak lurus. Lalu menempelkan pada dahi kanan dan mendorong kedepan.
Dila menggerakkan jarinya menunjuk pada papan nama di atas pintu.
"Nona Dilara," panggil petugas farmasi. Bersamaan dengan itu, papan teks berjalan menampilkan namanya di sana.
Dila mengangkat tangan kanannya. Ia bangkit sembari membungkukkan badan pada pria di kursi roda. Lalu menuju loket depan, namun petugas malah memintanya masuk.
"Nona, ini biaya dua alatnya sekitar tujuh belas juta, kanan dan kiri karena fiturnya lengkap. Bagaimana?" tulis petugas.
"Iya, tak apa. Aku bayar pakai debet bisa?" tulis Dila di papan yang sama.
"Boleh, silakan dibayar dulu lalu kita coba test alatnya ya," saran petugas.
Dila mengeluarkan dompet dari dalam tasnya, mengambil kartu debet gold, terbitan salah satu bank swasta ternama.
Setelah melakukan pelunasan. Dila di ajak ke ruangan khusus oleh suster wanita untuk mencoba alat bantu dengar.
"Nanti pakainya begini ya, dan ini di lepas saat akan tidur atau mandi. Memakai baterai dengan mode charge, masa kekuatan alat enam tahun." Suster memperlihatkan manual book pada Dila.
Alat bantu dengar telinga kanan telah terpasang.
"Gimana, bisa dengar aku, Nona?"
"Suaranya masih bip bip bip, dan belum jelas," jawab Dila.
"Basicly, Nona ini dapat bicara ya? hanya pelafalannya belum sempurna," ujar suster wanita.
Gadis cantik ini mengangguk. "Aku bisa mendengar, Anda. Tapi masih samar," lirih Dila.
"Tak apa, nanti akan jelas perlahan jika sudah terbiasa. Ok, kita pasang yang kiri ya. Anda siap?"
Dilara hanya mengangguk. Suara suster pun ia analisa, perlahan mengerti meski kalimatnya panjang. Nyonya muda, mulai terbawa suasana.
"Gimana? bisa dengar aku?"
Gadis ayu itu hanya diam. Menunduk, saat suster terus menstimulasi dengan berbagai macam audio.
"Aku, bisa mendengar," gumam Dila.
"Alhamdulillah, selamat ya Nona Dilara. Perlahan nanti Anda akan terbiasa dengan kedua alat ini. Semangat melakukan terapi bicara juga ya." Suster kembali menulis pada papan white board.
"Terimakasih banyak," ucap Dila sembari mengusap wajahnya yang mulai basah karena air mata.
Tak lagi memperdulikan sekitar, saat keluar dari ruangan itu, Dilara bergegas menuju lift untuk turun ke lobby. Meninggalkan pria berkursi roda di sana.
Ia menghubungi driver wanita yang menunggu di parkiran. Ingin memintanya agar bersedia mengantar ke suatu tempat. Dila ingin meluapkan rasa hati yang sesak.
Pantai.
Gadis berhijab dengan wajah ayu itu menapaki pasir pantai yang basah. Hatinya sesak karena bahagia.
Langkahnya berhenti seiring deburan ombak, dia berteriak.
"Allah, terimakasih ... aku, bisa mendengaaaaaaaarrrrr," Dilara meluapkan rasa yang menghujam dadanya, melepaskan ke angkasa luas disaksikan oleh hamparan laut biru.
Setelah puas, ia pun melakukan panggilan dengan sang ibu tentang kondisinya yang baru saja dapat mendengar kembali.
Kebahagiaan dan doa dari Ruhama, ia aamiinkan. Kabar Bundanya di perbolehkan pulang beberapa hari ke depan melengkapi suka cita Dila siang itu.
Setelah satu jam lamanya, Dila mengajak driver ojek online yang bernama Winda untuk mengantarnya kembali pulang ke PIK Tower.
"Jadi Nona sudah bisa dengar ya?" tanya Winda saat Dila akan memakai helmnya.
"Iya, Mba, ini rahasia kita ya. Pokoknya aku nyaman dengan Mba Winda. Kita sahabat kan?" ujar Dila perlahan agar Winda mengerti ucapannya.
"Sahabat. Ya Allah, mimpi apa aku sahabatan dengan orang kaya," seloroh Winda di barengi tawa Dila.
"Aku juga wong ndeso, kita setara di mata Allah. Jalan yuk, dan ongkos hari ini. Jangan di tolak, rezeki untuk adek Wisnu," ucap Dila seraya menyerahkan dua lembar uang seratus ribu.
Winda terdiam, enggan menerima. Ini terlalu banyak pikirnya. Namun Dila memaksanya.
Satu jam berikutnya, PIK Tower.
Seperti biasanya Nyonya muda El Qavi melakukan tugas sebagai istri. Bersih-bersih, memasak dan apapun yang bisa dia kerjakan, meski sudah ada Bi Inah di sana.
Ditemani suara murottal yang berasal dari audio ponselnya. Dilara memurojaah bacaan surah yang sudah ia hafal, mengikuti sang Qori.
"Allah terimakasih masih memberiku kesempatan mendengar, aku janji akan belajar ngaji lebih rajin lagi," Batin Dila.
...***...
Sementara di tempat lain.
Gedung peresmian Pameran Pariwisata.
Ezra diundang oleh dinas terkait untuk menghadiri launching pengelolaan tempat wisata baru di Ibukota. Di harapkan ini akan mendongkrak popularitas serta income pendapatan daerah dari sektor ini.
"Hai Sayang, kita jumpa lagi, apakah ini takdir bahwa kita harus kembali bersama?" suara uler derik mendekati Ezra.
"Pfft...." Ezra tersedak.
"Pelan donk, Sayang. Aku tahu, kamu rindu padaku bukan?" ucapnya manja. Cheryl menepuk punggung Ezra perlahan.
"Go away!" Ezra menghempas kasar tangan mantan istrinya itu.
"Jangan memancing keributan, Nyonya," sergah Rolex, menghalangi Cheryl mendekat pada Ezra lagi.
"Kau, bukan urusanmu!" sentak mantan Nyonya El Qavi.
"Akan menjadi urusanku, apabila Anda bersikukuh mendekati Tuan Muda kembali. Jangan lupa, Anda telah di letakkan olehnya pada tempat khusus bekas pakai," bisik Rolex.
"Kurang ajar," Cheryl hendak melayangkan tamparan pada Rolex, namun dihalau oleh sang Aspri.
Keduanya saling bersitatap, menyalurkan kilatan api permusuhan. Sementara Ezra entah kemana, ia tak terlihat dalam jangkauan pandangan Cheryl.
Rolex melepaskan cekalannya pada tangan sang Nyonya. Lalu ia pun pergi mencari sang pimpinan El Qavi.
Saat Ezra menepi ke stand minuman soda, suara lembut seorang wanita menghampiri.
"Halo, selamat siang, Tuan Muda El Qavi. Aku Anastasya Sanjaya," ujar nya memperkenalkan diri.
"Selamat siang, Nona Anastasya." Ezra tak menoleh ke arah sumber suara. Ia hendak meninggalkan wanita semampai nan ayu di sana saat suara yang sama justru menahannya.
"Kita akan sering berjumpa setelah ini, siapkan alibi Anda apabila ingin terus menghindari ku, Tuan Ezra," sindir Anastasya.
"Maksudnya?" Ezra berpaling arah menghadap wanita cantik yang mengajaknya bicara.
"Kita bekerjasama dalam proyek pulau kelapa, jika Anda lupa," balas sang Nona Muda.
"Anda?"
"Betul, semoga kita bisa berkoordinasi dengan baik di masa depan," imbuhnya menampilkan senyum menawan.
Ezra tak lagi membalas percakapan antara dirinya dengan wanita tadi. Ia memilih pergi.
"Putri tunggal Akbar Sanjaya. Proyek kita di Surabaya, di alihkan padanya karena rumor mengatakan bahwa CEO Sanjaya Grup akan beralih tampuk kepemimpinan dalam waktu dekat" Rolex mensejajarkan langkahnya dengan sang Bos saat Ezra hendak keluar ruangan.
"Dia?"
"Betul. Kandidat terkuat sebelum RUPS, digelar," sambung Rolex. (rapat pemegang saham)
"Aku sudah izin pada panitia, kita meninggalkan venue lebih cepat. Bos," Rolex paham, pimpinannya sudah tidak nyaman di sana.
"Thansk Lex ... kita lihat kinerja sang Ratu Sanjaya nanti. Apakah akan sama dengan jejak kelam Ayahnya," Ezra menimpali.
"Nanti malam, gala dinner. Aku jemput anda pukul tujuh tepat, Bos," Rolex mengingatkan jadwal Ezra selanjutnya.
"Wajib?"
"Absolutely yes," sahut Rolex, seraya membuka pintu belakang mobil.
"Membosankan." Ezra masuk ke dalam mobilnya.
"Lebih nyaman dengan Nyonya kecil di rumah ya, Bos," gumam Rolex.
"Apa kau bilang?"
"Anda lebih suka di rumah, dengan Nyonya kecil," tegas Rolex.
"Whatever...." (serah lu)
.
.
...____________________________...
...Mau lempar bom, malah encok 😪...
⭐⭐⭐⭐⭐