Bianca Aurelia, gadis semester akhir yang masih pusing-pusingnya mengerjakan skripsi, terpaksa menjadi pengantin pengganti dari kakak sepupunya yang malah kecelakaan dan berakhir koma di hari pernikahannya. Awalnya Bianca menolak keras untuk menjadi pengantin pengganti, tapi begitu paman dan bibinya menunjukkan foto dari calon pengantin prianya, Bianca langsung menyetujui untuk menikah dengan pria yang harusnya menjadi suami dari kakak sepupunya.
Tapi begitu ia melihat langsung calon suaminya, ia terkejut bukan main, ternyata calon suaminya itu buta, terlihat dari dia berjalan dengan bantuan dua pria berpakaian kantor. Bianca mematung, ia jadi bimbang dengan pernikahan yang ia setujui itu, ia ingin membatalkan semuanya, tidak ada yang menginginkan pasangan buta dihidupnya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Aure Vale, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Kejadian di depan restoran
Hari ini Bianca berencana untuk ikut suaminya ke kantor, ia sudah memutuskan akan mengulang semester karena ia sudah tidak memiliki waktu untuk menyelesaikan skripsi di semester ini.
"Kamu masih lama?" tanya Kaivan menghampiri Bianca yang masih merapihkan barang-barang pribadinya yang akan di bawa ke kantor, Bianca sangat heboh memasukkan banyak barang-barang ke dalam tasnya, bahkan ia juga membawa snack yang ada di dalam kamarnya, Kaivan sampai geleng-geleng kepala melihat kelakuan istrinya itu yang seperti akan piknik.
"Sebentar lagi ini," balas Bianca yang masih fokus dengan kesibukannya.
"Kenapa kamu membawa barang banyak?" tanya Kaivan jongkok di sebelah Bianca yang memasukkan barang terakhir ke dalam tasnya dan menutup resletingnya.
"Pasti di kantor nanti aku bakal bosen, jadi aku harus bawa banyak persiapan agar nanti aku tidak terlalu bosan saat menunggu kamu bekerja," jawab Bianca memperlihatkan deretan giginya kepada Kaivan.
Kaivan mengerutkan dahinya mendengar jawaban Bianca itu, "bosan? kita tidak akan lama di sana? kenapa harus bosan, hanya akan melakukan meeting sebentar lalu kita bisa kembali pulang ke rumah," ucap Kaivan membuat Bianca melotot tidak percaya.
"Jadi kita tidak akan seharian disana?" tanya Bianca memastikan.
Kaivan menggeleng, "Tidak, lagi pula, papa tetap pada pendiriannya untuk menggeser posisiku di perusahaan," jawab Kaivan membuat Bianca cemberut karena ia salah mengira jika suaminya akan bekerja seperti biasa sampai malam, tapi nyatanya mereka tidak akan berada satu jam di kantor, Kaivan hanya akan mengadakan meeting beberap menit, meeting apaan yang bisa selesai dalam kurun waktu kurang dari satu jam?
"Kamu yakin enggak bakal lama di kantor, aku takutnya kamu tiba-tiba ada pekerjaan mendadak yang membuat kamu harus tetap di kantor?" tanya Bianca menatap Kaivan yang terkekeh geli mendengar penuturan istrinya.
"Enggak kok, yuk!" Kaivan berdiri dan mengulurkan tangannya kepada Bianca yang masih duduk di lantai dengan tas sedang di pangkuannya.
"Tasnya bawa atau taruh aja di sini?" tanya Bianca mendingan kepalanya agar dapat melihat Kaivan.
"Mau dibawa juga gak apa-apa,"
Bianca mengangguk, lalu menerima ularan tangan Kaivan dan menggenggamnya erat, Bianca menatap dirinya sendiri di depan cermin full bodynya sebelum ia keluar dari dalam kamar dengan tangan yang masih menggenggam tangan suaminya yang besar.
Keduanya langsung keluar dari apartement dan turun menggunakan lift, tidak ada perbincangan satu pun saat mereka beriringan menuju basement di lantai satu, Bianca masih sibuk dengan pikirannya sendiri, sedangkan Kaivan terlihat tenang tidak memikirkan apapun.
"Kalau kamu beneran di jatuhkan di posisimu sekarang sama papa kamu, nanti kamu gak punya kerjaan lagi dong?" tanya Bianca saat keduanya sudah berada di dalam mobil.
Ngomong-ngomong, setelah Kaivan mendapatkan kembali penglihatannya, ia meminta sekretarisnya agar mengantarkan mobil miliknya ke tempat tinggalnya, karena selama ia tidak bisa melihat, ia menitipkan mobil pribadinya kepada sekretarisnya.
"Sekali pun papa mencoretku dari penerus perusahaan dan pewaris, aku tidak akan pernah membiarkanmu kelaparan, aku sudah merencanakan untuk membangun perusahaan sendiri, tentunya dengan bantuan sekretarisku," Jawab Kaivan mengusap rambut Bianca yang tidak dikuncir, hari ini istrinya terlihat sangat cantik karena rambutnya yang hitam legam tampak menjuntai indah di bawah bahunya.
"Memangnya kamu bisa?" tanya Bianca terdengar meremehkan kemampuan suaminya.
Kaivan tertawa, ia menggelengkan kepalanya, tidak habis pikir jika istrinya masih menganggap ia tidak bisa melakukan apapun, mungkin kondisi ketika ia tidak bisa melihat masih melekat erat di dalam pikiran Bianca, jadi wajar saja jika Bianca sedikit ragu dengan ucapannya yang akan membangun perusahaan dari awal, tanpa campur tangan papahnya.
"Kamu akan tahu nanti," bisik Kaivan di dekat telinga Bianca lalu ia segera menjauhkan kembali wajahnya.
Bianca memalingkan wajahnya menatap keluar jendela, ia masih belum terbiasa dengan Kaivan yang selalu berhasil membuat jantungnya berdebar kencang ketika berbisik sangat dekat dengan telinga.
Kaivan tersenyum kecil, lalu mulai melajukan mobilnya keluar dari basement, dengan Bianca yang masih betah menatap keluar jendela.
"Kamu mau sarapan apa? kita belum sarapan di apartement tadi," tanya Kaivan tanpa mengalihkan pandangannya dari jalanan.
"Makan nasi goreng boleh tidak?" tanya Bianca akhirnya menatap Kaivan.
"Nasi goreng ya? Kita mampir dulu ke restoran dulu, mau?" tanya Kaivan yang dibalas anggukkan oleh Bianca.
"Aku gak bisa liat kamu loh ini," beritahu Kaivan membiat Bianca berdecak kecil.
"Iya,"
"Iya apa?" tanya Kaivan berniat untuk menggoda istrinya.
"Kaivan, jangan buat aku kesal ya! ini masih pagi," peringat Bianca menonjol pelan lengan atas suaminya.
"Kalau siang boleh dong?"
'duk'
Bianca memukul sedikit kencang lengan atas Kaivan untuk kedua kalinya, kenapa suaminya ini menjadi pria yang suka menggodanya, padahal dulu, Kaivan terlihat sanggar irit dalam berbicara, mengapa sekarang ia menjadi sangat cerewet bahkan tidak segan-segan menggoda Bianca dengan ucapannya yang sebenernya freak itu.
"Makan dulu di sini, ya?" Kaivan memarkirkan mobilnya di parkiran restorant yang terkenal dengan menu-menunya yang disukai banyak pelanggan.
"Tapi ini sudah jam tujuh lewat loh, memangnya kamu gak takut telat datang ke kantornya?" tanya Bianca yang dibalas gelengan oleh Kaivan.
"Gak akan ada yang berani marahin aku juga kalau aku telat," ucap Kaivan dengan sombongnya, lihatlah bahkan sifat ini baru Bianca ketahui setelah satu bulan lebih mereka menikah.
Bianca langsung turun dari mobil sebelum Kaivan membukakan pintunya, ia merasa tidak nyaman jika diperlakukan seperti tuan putri, Bianca tidak terlahir dari keluarga kaya raya, tapi tidak juga lahir dari keluarga yang serba kekurangan, ia dan keluarganya masih diberi kecukupan untuk melanjutkan hidup.
Baru saja Bianca hendak menggandeng lengan Kaivan, dari arah belakang seseorang menabrak bahunya dan hampir saja membuat dirinya terjelembap ke depan jika saja Kaivan tidak cepat-cepat menahan tubuhnya.
"Kamu gak apa-apa?" tanya Kaivan menyeimbangkan kembali posisi berdiri Bianca.
Bianca tidak menjawabnya, ia berlari kecil menghampiri orang yang menabraknya dari arah belakang, bahkan wanita itu sama sekali tidak meminta maaf karena hampir saja membuatnya jatuh.
"Hei, tunggu!" teriak Bianca mencengkram lengan wanita itu.
Wanita itu berbalik dan menatap tajam Bianca, Bianca melotot tidak percaya, ia tidak pernah menyangka akan bertemu wanita itu disini.
"Kamu?" ucap Bianca heboh seraya menunjuk wajah orang di depannya.
"Bersikap sopan! Saya lebih tua darimu!" perintah wanita itu menurunkan tangan Bianca ke bawah.
Semua kata-kata yang ia siapkan di dalam kepalanya menghilang entah kemana, Bianca mendadak kehilangan kata-katanya setelah tahu siapa yang menabraknya dari belakang itu.
"Jadi? Ada apa kau menahan langkahku?" tanya wanita itu menatap datar Bianca.
Mendengar itu amarah Bianca kembali naik ke atas ubun-ubunnya, "seharusnya kamu minta maaf setelah menabrak orang hingga menyebabkan orang itu hampir saja terjatuh, bukannya malah pergi seperti tidak melakukan kesalahan," omel Bianca berapi-api, ia hendak maju selangkah untuk lebih dekat dengan wanita di depannya tapi keburu di tahan oleh Kaivan.
"Kita makan oke!" bisik Kaivan di dekat telinga Bianca membuat rasa marah itu menghilang digantikan dengan rasa malu.
Lagi. Setiap kali Kaivan berbisik di dekat telinganya, reaksinya selalu sama. malu dan membuat jantungnya berdetak cepat.