NovelToon NovelToon
PESUGIHAN POCONG GUNUNG KAWI

PESUGIHAN POCONG GUNUNG KAWI

Status: sedang berlangsung
Genre:Horor / Menjadi Pengusaha / CEO / Tumbal / Iblis / Balas Dendam
Popularitas:3.9k
Nilai: 5
Nama Author: triyan89

Rina hidup dalam gelimang harta setelah menikah dengan Aryan, pengusaha bakso yang mendadak kaya raya. Namun, kebahagiaan itu terkoyak setelah Rina diculik dan diselamatkan oleh Aryan dengan cara yang sangat mengerikan, menunjukkan kekuatan suaminya jauh melampaui batas manusia biasa. Rina mulai yakin, kesuksesan Aryan bersumber dari cara-cara gaib.
​Kecurigaan Rina didukung oleh Bu Ratih, ibu kandung Aryan, yang merasa ada hal mistis dan berbahaya di balik pintu kamar ritual yang selalu dikunci oleh Aryan. Di sisi lain, Azmi, seorang pemuda lulusan pesantren yang memiliki kemampuan melihat alam gaib, merasakan aura penderitaan yang sangat kuat di rumah Aryan. Azmi berhasil berkomunikasi dengan dua arwah penasaran—Qorin Pak Hari (ayah Aryan) dan Qorin Santi—yang mengungkapkan kebenaran mengerikan: Aryan telah menumbalkan ayah kandungnya sendiri demi perjanjian kekayaan.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon triyan89, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

BAB 31

​Perjalanan pulang terasa seperti berjalan menuju kandang singa. Rina berjalan dengan langkah gontai, hatinya berdebar tak karuan. Ia memikirkan semua kalimat dan alasan yang harus ia lontarkan. Penyesalan? Kerinduan? Atau ancaman? Ia memutuskan untuk beralasan karena takut dan menyesal, ia lari karena panik dan kini kembali mencari perlindungan dari suaminya.

​Setibanya di depan gerbang, Rina menarik napas panjang. Ia mendorong gerbang besi itu perlahan, menghasilkan deritan pelan yang memecah kesunyian malam. Lampu teras rumah itu menyala remang-remang.

​Rina melangkah masuk. Pintu utama sedikit terbuka.

​“Mas Aryan…” panggil Rina, suaranya dibuat bergetar.

​Hening.

​Rina mengulang panggilannya, kali ini lebih keras, terdengar sedikit putus asa. “Mas… Aku pulang, Mas.”

​Tak lama kemudian, sebuah suara berat menyambutnya, bukan dari dalam rumah, melainkan dari sudut gelap taman.

​“Kamu punya keberanian besar, Rina.”

​Aryan muncul dari bayangan. Wajahnya keras, matanya memancarkan amarah yang terpendam, namun ada kilatan lain, sebuah kelegaan yang tersamarkan. Ia mengenakan baju tidur satin yang lusuh, rambutnya berantakan. Ia terlihat lelah.

​“Kenapa kamu kembali?” tanya Aryan, nadanya dingin dan menusuk. Ia berjalan mendekat dengan langkah lambat, memojokkan Rina di depan pintu.

​Rina memaksa dirinya untuk menatap mata Aryan, lalu menunduk. “Aku… aku takut. Aku lari karena kaget, Mas. Tapi… di luar sana lebih menakutkan. Aku sadar, aku tidak bisa tanpa kamu. Aku… aku kangen.”

​Ia mengangkat wajahnya, mencoba terlihat tulus. “Aku minta maaf sudah kabur. Aku tahu kamu pasti marah. Tapi jangan hukum aku, Mas.”

​Aryan menyeringai, namun senyum itu berubah menjadi tatapan pedih. Ia mendekat, tangannya terangkat ragu-ragu, lalu membelai rambut Rina.

​“Kamu istriku,” bisik Aryan, suaranya kini melunak. “Kamu pergi bersamanya, tapi kamu kembali. Kamu tahu, hatiku hancur saat kamu pergi. Azmi itu cuma pecundang, dia tidak pernah bisa memberimu apa yang aku beri.”

​Ia menarik Rina ke dalam pelukan yang erat, pelukan yang terasa lembut, namun menakutkan. “Selamat datang kembali, Sayang. Aku memaafkanmu. Aku tidak bisa hidup tanpamu.”

​Setelah beberapa saat, Aryan melepaskan pelukan itu, namun tangannya masih menggenggam erat pergelangan Rina. Matanya kembali menajam.

​“Tapi… kenapa kamu tidak membawa Ibu pulang?” tanya Aryan, nadanya kembali menyeramkan. “Aku tahu Azmi pasti menyembunyikannya. Kenapa kamu tidak mengajaknya pulang?”

​Rina merasakan kengerian menusuk. Ini adalah bagian yang paling ia takutkan. Aryan tidak hanya ingin Rina, ia ingin Bu Ratih.

​“M-Mas,” Rina berusaha menenangkan suaranya, “Ibu tidak mau pulang. Dia sudah termakan omongan Kiai Syarif. Dia tidak mau kembali ke sini. Aku sudah membujuknya, tapi dia menolak.”

​Aryan tertawa dingin. “Menolak? Tidak masalah. Aku akan menjemputnya sendiri. Tapi aku mau kamu ikut, Rina. Kamu adalah saksi betapa kuatnya aku saat aku mengambil apa yang aku mau.”

​Rina tahu, target Aryan kini sudah jelas, Bu Ratih. Ia harus mengalihkan perhatian Aryan dan mencari Jimat Besi Kuning itu.

​“Mas Aryan,” panggil Rina, melangkah masuk ke ruang tamu yang berantakan, “apa yang terjadi? Di mana Dinda sama Arini, Mas?”

​“Mereka pergi. Pak Bambang juga sudah pergi. Mereka tidak penting,” jawab Aryan, berjalan mondar-mandir. “Urusanku sekarang hanya Azmi dan kiai bodoh itu. Dan... Ibu.”

​Rina mendekat, menyentuh lengan Aryan. “Aku bisa membantumu. Aku tahu mereka berencana apa. Mereka menunggu aku memberitahumu, Mas. Mereka sudah tahu soal… soal benda itu.”

​Punggung Aryan menegang. Jimat Besi Kuning. Rina sudah memancingnya.

​“Benda apa yang kamu maksud?” tanya Aryan dengan suara sangat pelan, nyaris tak terdengar.

​“Jimat itu, Mas. Yang membuatmu sekuat ini. Mereka ingin merebutnya. Mereka ingin menghancurkanmu. Karena itu aku kembali. Mereka tidak boleh berhasil.” Rina bergerak mundur sedikit, berjaga-jaga.

​Aryan berbalik cepat, matanya kembali menyala-nyala.

​“Berani-beraninya mereka!” geram Aryan, tinjunya mengepal. Ia menarik Rina dengan kasar ke dalam pelukannya. “Kamu benar, Rina. Kamu istriku. Karena itu, kamu juga harus tahu. Jimat Besi Kuning itu ada bersamaku. Tidak akan pernah mereka sentuh.”

​Rina dengan cepat meraba-raba punggung Aryan dalam pelukan itu, juga pinggang dan lehernya. Tidak ada apa-apa. Jimat itu tidak menempel di tubuhnya seperti yang ia duga sebelumnya.

​Rina berjuang untuk terdengar tulus. “A-aku senang mendengarnya, Mas. Aku… aku akan siapkan makan malam untukmu. Kamu pasti lelah.”

​Aryan membiarkan Rina pergi. Ia kembali berjalan mondar-mandir, sibuk dengan pikirannya tentang Azmi dan Bu Ratih. Rina segera ke dapur. Begitu sampai di sana, ia mengeluarkan ponselnya yang ia simpan di balik ikat pinggang. Ia segera mengirim pesan.

​Rina segera mengirim pesan pada Azmi, jika ia berhasil masuk, dan Aryan sudah lengah, tapi ia tidak menemukan jimat itu, karena iblis itu melindunginya.Target Aryan sekarang adalah Bu Ratih.

​Kemudian, ia meletakkan ponsel itu di dasar tempat sampah, sesuai instruksi Kiai Syarif untuk tidak membawa ponselnya. Kini ia adalah umpan murni dan harus mencari Jimat itu dengan tangannya sendiri.

​Azmi segera bangkit setelah membaca pesan singkat dari Rina, wajahnya pucat. Kiai Syarif yang baru saja menyelesaikan ritual doanya, menatap Azmi.

​“Azmi, ada apa?”

​“Kiai! Ini dari Mbak Rina. Dia berhasil masuk. Tapi… Jimat itu tidak ada di tubuhnya. Dan Kiai, dia mengincar Bu Ratih!” Azmi membacakan pesan itu dengan cepat.

​Kiai Syarif menghela napas berat. “Azmi, tenangkan dirimu. Rina pintar, dia sudah mendapatkan informasi penting. Jimat itu pasti ia simpan di suatu tempat rahasia yang ia yakini tidak akan bisa disentuh, dilindungi oleh jin peliharaannya.”

​“Kita harus bergerak sekarang, Kiai! Jika Jimat itu tidak di tubuhnya, kenapa kita harus menunggu?” Azmi mengepalkan tangannya.

​“Justru karena tidak di tubuhnya, kita harus lebih berhati-hati,” kata Kiai Syarif tegas. “Menyerang tanpa tahu lokasi Jimat sama saja merusak rumahnya tanpa melumpuhkan intinya. Dia akan semakin marah dan Bu Ratih akan semakin dalam bahaya.”

​“Lalu apa rencana kita, Kiai?” tanya Azmi.

​Kiai Syarif berjalan ke sudut ruangan, mengambil sebuah benda panjang yang terbungkus kain sutra hitam. Ia membuka bungkusnya. Di dalamnya terdapat sebilah keris tua, ukirannya sederhana, namun memancarkan aura spiritual yang dingin.

​“Jimat itu pasti berada di tempat yang memiliki energi negatif tertinggi di rumah itu. Ruangan rahasia, atau tempat khusus pemujaannya. Kita harus mengalihkan perhatiannya agar Rina bisa bergerak bebas,” ujar Kiai Syarif.

​“Ini adalah Keris Gana Loka,” lanjut Kiai Syarif. “Jika Rina menemukan Jimat itu, hanya keris ini yang bisa menetralisirnya. Kita akan kembali ke rencana awal, tapi dengan penyesuaian. Kita tidak akan menyerang dia, melainkan melindunginya dan mengganggu jin pelindungnya.”

​“Rina sudah memberi kita batas waktu. Jika besok pagi ia tidak memberi kabar, kita akan menyerang rumah itu untuk melindungi Bu Ratih dan Rina. Azmi, tugasmu adalah bersiap. Fokuskan seluruh energimu untuk menembus benteng gaib yang melindungi Jimat itu, bukan benteng yang melindungi Aryan.”

​Di rumah Aryan, malam terasa panjang dan mencekam. Aryan mengizinkan Rina masuk, membiarkan istrinya menyiapkan makan malam, namun ia tak pernah lengah. Ia duduk di ruang tamu, membelakangi Rina, namun sorot matanya tajam, mengamati setiap gerakan Rina dari pantulan kaca jendela yang gelap.

​Rina tahu ia sedang diawasi. Setiap gerakan piring, setiap suara sendok, terasa diperhitungkan. Ia menyajikan makanan, lalu duduk diam, berpura-pura tenang.

​“Mas…” Rina memecah keheningan, “Bagaimana dengan Azmi dan Kiai Syarif? Apa yang akan kau lakukan?”

​Aryan mengambil garpu. “Mereka hanya bisa bersembunyi. Mereka tidak akan berani bergerak. Jika mereka bergerak, aku akan musnahkan mereka semua. Termasuk kiai tua itu.”

​“Jangan lakukan itu, Mas,” kata Rina. “Mereka tidak pantas mati.”

​“Mereka menggangguku,” desis Aryan. “Dan kamu… kamu juga hampir mati karena mereka. Jangan mengatur saya, Rina.”

​Rina menunduk. Tiba-tiba, ia menyadari sesuatu. Aryan sedang makan dengan lahap, dan gerakannya lambat. Ia terlihat lelah.

​“Mas, kamu terlihat lelah sekali,” kata Rina.

​Aryan terdiam, menelan makanannya. “Kekuatan ini membutuhkan… makanan. Aku butuh tumbal baru, Rina. Dan aku sudah tahu siapa targetnya.”

​Jantung Rina mencelos. Ia harus bertindak cepat.

​“Siapa, Mas? Siapa yang kau target?”

​Aryan menyeringai, senyum jahat yang membuat Rina merinding. Ia memajukan tubuhnya, mencondongkan wajahnya ke depan.

​“Azmi. Jika aku membunuhnya. Itu adalah hukuman terbaik untuk seorang perusak.”

​Rina merasakan kengerian yang menusuk. Ia bangkit, tidak bisa lagi menahan amarahnya.

​“Kamu tidak boleh menyentuh Azmi!” seru Rina, suaranya lantang.

​Aryan tertawa, tawa mengejek yang membuat darah Rina mendidih. “Kamu membelanya? Kenapa? Karena kanu sudah jatuh cinta pada anak bodoh itu? Istri yang tidak tahu malu!”

​Aryan berdiri, mata merahnya memancarkan energi. Rina mundur, kembali takut.

​“Jangan bergerak, Rina,” ujar Aryan. “Kamu sudah kembali. Jangan paksa aku untuk membunuhmu.”

​Rina menggelengkan kepalanya. Ia tahu waktu sudah habis. Ia adalah umpan, dan ia harus menyelesaikan tugasnya dengan mencari Jimat Besi Kuning itu.

​"Aku harus memaksanya pergi dari ruangan ini." Batin Rina.

​Ia meraih vas bunga di meja, dan melemparkannya ke arah dinding. Pecah! Suara pecahan itu memekakkan telinga.

​Aryan terkejut, ia segera menghampiri Rina. “Apa yang kamu lakukan, Rina!”

​“Aku akan pergi, Mas! Aku tidak mau kamu sentuh Azmi! Aku tidak mau kamu jadi monster!” teriak Rina histeris, mencoba menarik perhatian penuh Aryan.

​Aryan mencengkeram lengan Rina. “Kamu tidak akan pergi ke mana-mana!”

​Tepat saat itu, di kejauhan, di langit malam, tiba-tiba muncul sebuah cahaya hijau, disusul oleh suara gemuruh yang keras, seolah-olah guntur menyambar dari langit yang cerah.

​Mata Aryan melebar. Dia tahu itu adalah serangan. Ia merasakan aura Kiai Syarif yang kuat, namun arah serangannya aneh. Tidak menuju ke rumah, melainkan ke arah taman di belakang rumah.

​“Dasar kiai tua bodoh!” geram Aryan. “Dia mencoba mengalihkanku!”

​Aryan melepaskan Rina dengan kasar. Ia harus melindungi Jimatnya. Ia tahu Jimat Besi Kuning itu ada di brankas ruang kerjanya yang terlindungi oleh mantra terkuatnya.

​“Kamu tunggu di sini, Rina! Jangan bergerak!” ancam Aryan.

​Aryan segera berlari menuju lorong gelap menuju ruang kerjanya. Ini adalah kesempatan Rina.

​"Ruang kerja… Jimat itu ada di ruang kerjanya!" Batin Rina.

​Rina segera bangkit, mengabaikan rasa sakitnya. Ia berlari ke arah berlawanan, menuju area yang ia yakini adalah ruang kerja Aryan. Ia hanya punya waktu beberapa detik sebelum Aryan menyadari bahwa serangan itu hanya ilusi pengalihan.

1
Siti Yatmi
seru dan menegangkan...baca maraton....semoga Mereka baik2 saja .
Siti Yatmi
kasian bapaknya....
Oriana
Kok susah sih thor update, udah nungguin banget nih 😒
bukan author: Masih review kak
total 1 replies
Dallana u-u
Gemes banget deh ceritanya!
bukan author: lanjutannya masih review kak
total 1 replies
cocondazo
Jalan cerita seru banget!
bukan author: lanjutannya masih review kak
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!