Gadis berusia dua puluh tahun harus merelakan impian pernikahannya dengan sang kekasih demi memenuhi keinginan terakhir sang ayah. Ia di jodohkan dengan bujang lapuk berusia empat puluh tahun yang hidup dalam kemiskinan.
Namun siapa sangka, setelah enam bulan pernikahan Zahira mengetahui identitas asli sang suami yang ternyata seorang milyarder.
Banyak yang menghujatnya karena menganggapnya tidak pantas bersanding dengan sang suami hingga membuatnya tertekan. Akan kah Zahira tetap mempertahankan pernikahan ini atau ia memilih untuk meninggalkan sang suami?
Dukung kisahnya di sini!
Terima kasih buat kalian yang mau suport author.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon swetti, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
99 PINTU KONTRAKAN
Satu bulan telah berlalu, hari hari Aarav lalui dengan keputusasaan karena sampai saat ini tidak ada kabar tentang Hira. Padahal Aarav sudah mencarinya kemana mana, bahkan Aarav sampai ke desa dimana ia pernah tinggal bersama Hira dulu. Nomer ponsel Hira pun tidak bisa di hubungi, semua anak buah yang Arkan kerahkan sudah angkat tangan. Hal ini membuat Aarav uring uringan. Ia merasa frustasi karena menemui jalan buntu. Selama satu bulan ini, Aarav tidak mempedulikan dirinya sendiri apalagi pekerjaan di perusahaannya. Semua pekerjaan di selesaikan oleh Arkan. Yang ia pedulikan saat ini yaitu dimana ia bisa menemukan Hira, sang istri tercinta yang sayangnya telah ia lukai hatinya.
Di dalam kamarnya, Aarav duduk di bawah ranjang. Kondisinya saat ini terlihat memprihatinkan. Penampilannya tidak terurus, rambutnya mulai panjang serta tumbuh bulu bulu tipis di kumisnya. Bahkan akhir akhir ini ia jarang mandi. Sungguh penampilan Aarav saat ini sudah seperti gembel di jalanan. Ia terus bergumam memanggil nama Hira.
" Sayang, sebenarnya kamu kemana? Kenapa mas tidak bisa menemukan kamu? Mas tahu mas salah, mas minta maaf Hira! Mas salah besar padamu. Mas tahu kamu pasti masih marah sama mas. Kamu bisa melampiaskan amarahmu pada mas sayang. Kamu bisa pukul mas, caci mas, atau kalau perlu kau bunuh mas, mas akan menerimanya. Tapi tolong, jangan sembunyi lagi. Pulang lah Hira, hiks... Della dan kakek tua itu sudah menerima hukumannya. Della sudah aku buang ke pulau terpencil di ufuk utara sedangkan kakek tua itu, dia di penjara seumur hidupnya. Tidak ada lagi orang yang akan menghalangi kebahagiaan kita berdua sayang. Hira tolong pulang lah. Mas sangat merindukan kamu hikss." Aarav menenggak sebotol anggurnya. Ya, sejak dia kehilangan Hira, ia melampiaskan amarah serta rasa bersalahnya pada sebotol minuman keras. Ia telah menyiksa dirinya selama satu bulan ini. Hal ini membuat bu Hesti merasa sedih setiap berkunjung ke rumah Aarav.
" Mama." Gumam Aarav.
" Pasti mama yang telah menyembunyikan Hira, tidak mungkin Hira bisa pergi tanpa jejak seperti ini kalau mama tidak membantunya. Tapi kalau benar, mama menyembunyikan Hira dimana? Atau mungkin di rumah utama? Tidak mungkin. Aku sudah mencari tahu lewat pelayan di rumah utama, mereka bilang tidak ada Hira di sana. Lalu mama menyembunyikan Hira kemana? Seluruh kota ini sudah aku telusuri bersama anak buah Arkan. Apa Hira pergi ke luar negeri? Tapi tidak ada data riwayat perjalan atas nama Zahira Kirana selama ini." Aarav mencoba berpikir.
Drt... Drt...
Tiba tiba ponsel Aarav berdering. Ia langsung mengangkatnya begitu tahu kalau Arkan yang menelepon.
" Apa ada info terbaru tentang Hira?" Tanya Aarav to the point.
" Sepertinya tadi saya melihat nyonya muda ada di sekitaran kontrakan nyonya tua, tuan." Sahut Arkan.
" Apa??? Maksud kamu di kontrakan depan rumahku begitu?" Tanya Aarav memastikan.
" Iya tuan, tapi benar atau tidaknya saya kurang tahu. Tadi saya hanya lihat dari belakang saja tuan. Postur tubuhnya mirip nyonya Hira. Sebenarnya tadi saya mau turun menyapa tapi Derry keburu telepon karena ada masalah di perusahaan." Ujar Arkan.
" Kenapa setelah itu tidak kamu pastikan dulu baru mengabariku? Sekarang cepat cari! Di kamar nomer berapa dia tinggal? Atau kalau tidak kamu bisa tanya mama data orang orang yang ngontrak di sana." Titah Aarav.
" Maaf saya tidak bisa tuan, pekerjaan anda saja belum beres semua. Nyonya Hesti sudah marahin saya tadi karena tidak becus bekerja. Beliau mengancam akan memecat saya kalau malam ini tidak kelar. Jadi untuk masalah ini, anda selesaikan sendiri tuan. Sekali lagi maaf saya tidak membantu."
Bip...
" Heh Arkan.. Arkan.. Argh sial!!!" Umpat Aarav begitu sambungan telepon putus.
" Aku harus mencarinya. Aku akan tanya mama dulu data para pengontrak di sana, siapa tahu mama bisa membantu." Monolog Aarav. Ia segera menelepon ibunya, namun tidak di angkat.
" Aish mama kemana sih kenapa tidak angkat teleponku." Monolog Aarav. " Eh tapi kalau benar mama yang menyembunyikan Hira dariku, aku telepon pun mama pasti tidak akan memberitahuku. Aku tidak mau membuang waktu, aku harus segera cek sendiri."
Aarav bergegas menuju kontrakan milik ibunya. Ia tidak peduli meskipun waktu sudah menunjukkan jam sembilan malam. Mungkin ia akan mengganggu waktu orang orang yang sedang istirahat.
Tok tok tok
Tok tok tok
Aarav mengetuk dari satu pintu ke pintu lainnya. Ada yang diam saja tanpa membukakan pintu, ada juga yang membukakan pintu sambil mengumpat.
" Dasar orang nggak ada otak, jam segini ganggu istirahat orang cuma buat nyari bininya. Nggak ada bini kamu di sini, makanya kalau punya bini itu di jagain. Udah ngilang sok sok an di cariin."
" Dasar orang gila, mau cari istrinya kok di rumah orang. Emangnya kamu apain istri kamu sampai sampai dia pergi tanpa pamit? Makanya jadi laki laki itu yang pengertian." Mereka mengumpat karena mereka tidak tahu siapa Aarav sebenarnya karena memang Aarav tidak pernah ke sini sebelumnya.
Aarav hanya diam saja menerima olokan dari orang yang merasa terganggu dengan kehadirannya. Meskipun begitu, Aarav tidak patah semangat, ia kembali mencari Hira sampai ia berhasil mengetuk pintu yang sembilan puluh sembilan, dan ini merupakan pintu terakhir. Namun hasilnya tidak sesuai harapannya, Hira tidak ada di sana.
" Ya Tuhan, harapan terakhirku tidak kunjung Kau kabulkan. Aku lelah Tuhan."
Brugh...
Aarav yang kelelahan akhirnya tak sadarkan diri di depan pintu kontrakan terakhir.
**
Di rumah utama keluarga Alaric, nampak bu Hesti sedang duduk dengan Arkan dan satu orang lagi di sampingnya. Mereka nampak asyik berbincang bincang. Entah apa yang mereka diskusikan saat ini sampai seseorang menelepon Arkan dan memberitahu kabar tentang Aarav.
" Nyonya, tuan Aarav jatuh pingsan di depan kontrakan milik anda." Ucap Arkan.
" Apa???" Pekik bu Hesti.
" Sepertinya tuan Aarav kelelahan karena harus mengetuk pintu dari satu rumah ke rumah lainnya nyonya. Apa perlu saya membawanya ke rumah sakit?" Ujar Arkan.
" Terserah kamu saja. Kamu urus anak tidak berguna itu. Tapi ingat, bagaimana pun kondisinya, jangan beritahu keberadaan Hira!" Ucap bu Hesti.
" Baik nyonya, kalau begitu saya permisi dulu." Arkan segera meninggalkan rumah utama menuju kontrakan bi Hesti.
" Ma, apa kita tidak keterlaluan memperlakukan mas Aarav seperti ini?"
Bu Hesti langsung menatap tajam sang menantu yang telah ia sembunyikan selama satu bulan ini.
" Apa luka di hatimu sudah hilang sampai hatimu luluh hanya dengan kabar Aarav pingsan di kontrakan? Apa kamu lupa dengan luka yang telah dia torehkan di hatimu, Hira?" Tanya bu Hesti.
" Entah lah ma. Jika aku mengingat kejadian itu, hatiku masih sakit. Aku merasa tidak berarti dalam hidup mas Aarav sampai dia tega menduakan aku demi masalah yang sudah lama usai. Bahkan aku merasa tidak ada tempat di hati mas Aarav untukku." Sahut Hira menundukkan kepala. Jujur, ia kasihan mengetahui kondisi Aarav yang tidak baik baik saja setelah kepergiannya. Entah mengapa hatinya selalu gelisah, tidak setenang saat ia berada di dekat Aarav. Mungkin ini yang dinamakan ikatan batin seorang suami dan istri.
" Kalau begitu biarkan!" Tegas bu Hesti. " Biarkan dia merenungi kesalahannya supaya ke depannya dia tidak semena mena sama kamu. Main ambil keputusan tanpa berpikir panjang. Anggap saja ini hukuman sekaligus pelajaran buat suami kamu. Mama aja yang bukan istrinya sakitnya minta ampun, apa lagi kamu. Mama tidak suka pada lelaki yang tidak punya prinsip dan pendirian. Sepertinya mama terlalu memanjakan Aarav selama ini." Ujar bu Hesti.
Hira menghela nafasnya panjang. " Baiklah kalau begitu terserah mama saja. Jujur, aku juga masih enggan bertemu mas Aarav ma. Bayangan bayangan saat dia mengatakan akan menikahi Della, masih terlihat jelas di ingatanku. Kalau tidak ada mama, mas Aarav pasti beneran nikahi Della. Dan aku, aku tidak tahu bagaimana nasibku saat ini." Ucap Della. Ia menggenggam tangan ibu mertuanya. " Terima kasih ma, meskipun aku hanya menantumu tapi mama memperlakukan aku melebihi anak kandung mama sendiri. Aku bersyukur punya ibu mertua seperti mama. Aku banyak hutang budi sama mama selama ini." Imbuh Hira menatap ibu mertuanya.
" Kamu bukan hanya menantu mama, tapi kamu juga anak mama. Mama tidak akan membiarkan kamu di sakiti oleh siapapun termasuk anak mama sendiri. Kalau bukan mama yang menjagamu, lalu siapa lagi hmm?" Bu Hesti menangkup wajah Hira.
" Kalau kamu merasa berhutang budi pada mama, maka kamu harus membayarnya." Imbuh bu Hesti.
" Dengan apa ma?" Tanya Hira.
" Jaga Aarav jika suatu hari nanti mama tiada. Mama ingin ada yang menjaga dia dan menyayangi dia seperti mama menyayanginya. Meskipun dia pernah melakukan kesalahan, tapi dia benar benar mencintai kamu Hira. Hanya kamu wanita yang pernah di cintainya. Kalau mama tiada, dia sudah tidak punya siapa siapa lagi. Siapa yang akan mengurus semua keperluannya? Itulah sebabnya, semarah apapun kamu sama Aarav, mama tidak mengijinkanmu meminta cerai darinya. Jika kamu menganggap mama egois, maka mama hanya bisa meminta maaf sayang. Hanya kamu yang Aarav punya setelah mama tiada." Ucap bu Hesti mengelus pipi Hira.
" Begitu juga denganku ma. Hanya mas Aarav yang aku miliki setelah mama. Aku sayang mama." Hira memeluk bu Hesti layaknya ibu kandung sendiri.
Bi Hesti mengelus kepala Hira, " Mama juga sayang kamu."
Hira tersenyum, dalam hati ia sangat bersyukur bisa mendapatkan ibu mertua idaman seperti bu Hesti. Jika pun ia menikah dengan Rama, belum tentu ibunya Rama menyayanginya seperti kasih sayang bu Hesti.
" Terima kasih Tuhan, Kau telah memberikan yang terbaik untukku. Aku berjanji, aku akan selalu menemani mas Aarav setelah ini. Semoga mas Aarav menyadari kesalahannya dan tidak akan mengulangi kesalahan ini di masa depan nanti."
TBC...
..pintaran mak mu dr pd luu...😏😏