seorang gadis yang berniat kabur dari rencana perjodohan yang dilakukan oleh ibu dan ayah tirinya, berniat ingin meninggalkan negaranya, namun saat di bandara ia berpapasan dengan seorang laki-laki yang begitu tampan, pendiam dan berwibawa, berjalan dengan wajah dinginnya keluar dari bandara,
"jangan kan di dunia, ke akhirat pun akan aku kejar " ucap seorang gadis yang begitu terpesona pada pandangan pertama.
Assalamualaikum.wr.wb
Yuh, author datang lagi, kali ini bertema di desa aja ya, .... cari udara segar.
selamat menikmati, jangan lupa tinggalkan jejak.
terimakasih...
wassalamualaikum,wr.wb.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Siti Marina, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
tekad Zora
Yusuf kembali ke tepi kolam tempat Zora berendam.
Meletakkan kantong plastik di tepian kolam, suaranya pelan dan serius, wajahnya bersemu merah melihat lekukan tubuh Zora yang tercetak jelas karena bajunya yang basah...tapi dia tidak bisa menghindar, hanya berani memanggil nya dan membuang wajahnya ke samping.
" dek Zora, ini pakaian gantimu. Setelah selesai, segera bilas dan ganti. Jangan sampai masuk angin. Saya tunggu di tempat parkir, ya... Dan kalau bisa saat berendam, jangan berdiri seperti tadi... Orang-orang melihatmu."
Tanpa menunggu balasan, Yusuf berbalik dan kembali ke tempat Ayudia berada, meninggalkan Zora yang terdiam di kolam air panas, kini merasakan kehangatan rasa malu dan rasa bersalah yang baru, bercampur dengan rasa kagum pada kepedulian Yusuf....dia menatap di sekelilingnya yang ternyata memang hampir semuanya menatap dirinya, apalagi tatapan para lelaki... antara tatapan kagum juga tatapan nakal melihat paras cantik Zora, dan lekukan tubuh yang sangat indah...
Zora merasa risih, akhirnya dia cepat-cepat berdiri dan akan meneruskan mandinya di ruang bilas, dengan menenteng kantong plastik yang di berikan Yusuf...
Tetapi melihat Yusuf berjalan ke arah Ayudia, ia jadi berbelok dan mengikuti Yusuf. Ia mengambil handuknya yang cukup besar untuk menutupi tubuhnya yang tercetak jelas karena bajunya basah.
Yusuf kembali menghampiri Bibi Lasmi dan Ayudia. Wajahnya kembali tenang, tetapi Bibi Lasmi tidak menyembunyikan kemarahannya.
Bibi lasmi segera memulai serangan, suaranya tajam dan dipenuhi sindiran yang manis.
"Yusuf, kamu ini baik sekali, ya? Masya Allah. Sampai pakaian dalam pun kamu yang belikan? Itu bukan adab, Yusuf. Itu namanya memancing fitnah! Apa kata orang-orang di sini melihat Ustadz kesayangan mereka mengurus gadis yang... ceroboh seperti itu?" kata bibi Lasmi penuh sindiran. Yusuf Menatap Bibi Lasmi dengan tenang, ia tidak terpengaruh "Bibi Lasmi , saya hanya menunaikan kewajiban sesama muslim. Beliau adalah tamu di lingkungan kita dan sedang dalam kesulitan. Akan lebih menimbulkan fitnah jika saya membiarkan dek Zora berjalan pulang dalam keadaan basah dan sakit."
Ayudia, yang sejak tadi diam, akhirnya berbicara. Nada suaranya lembut, tetapi ada keraguan dan rasa sakit yang ia coba sembunyikan.
" mas Yusuf, apa yang Bibi Lasmi katakan memang benar... ini bisa menimbulkan kesalahpahaman. Apalagi Zora sedang menginap di rumah Bu Suci , Apakah... apakah semua ini benar-benar perlu, mas Yusuf? Maksudku, apakah tidak ada orang lain yang bisa dimintai tolong?"
Yusuf menatap Ayudia dengan lembut, menghargai kejujurannya. Ia tahu Ayudia sedang berjuang melawan cemburu.
" Ayudia aku mengerti kekhawatiranmu. Tapi di sana, aku harus bertindak cepat. Aku tidak ingin ada orang yang melihat Zora terlalu lama dalam pakaian basahnya. Ini adalah tentang menjaga kehormatan beliau, bukan tentang kedekatan pribadi. Aku harus memastikan dia aman dan tidak sakit."
Yusuf kemudian menegaskan batasannya, memberikan kejelasan kepada Ayudia dan juga sebagai peringatan kepada Zora yang mungkin sedang mendengarkan dari kejauhan.
"Mulai sekarang, aku akan meminta ibu Suci untuk mengantar dan menemani Zora jika dia harus pergi. Aku minta maaf jika tindakanku tadi membuat kalian cemas. Tujuan utama kita di sini tetap untuk menjaga izzah atau kehormatan lingkungan pesantren."
Bibi Lasmi mendengus kesal karena Ustadz Yusuf berhasil membalikkan situasi menjadi pelajaran moral, bukan skandal.
"Selalu saja ada alasan yang dibuat-buat."gerutu bibi Lasmi.
Ayudia, setelah mendengar penjelasan Yusuf, merasa sedikit lebih tenang. Ia yakin akan keikhlasan Yusuf, meskipun hatinya tetap terasa perih.
Ayudia Mengangguk pelan"Aku mengerti, mas Yusuf. Maafkan aku."
Zora menarik napas dalam-dalam. Air panas itu terasa tidak lagi menyengat, melainkan dingin dan hambar. Ia menyadari kebodohannya. Ia telah menganggap tindakan Yusuf membeli pakaian dalamnya sebagai bukti cinta, padahal itu hanyalah bukti tanggung jawab moral seorang pria alim.
Zora mengangkat wajahnya, menatap sekilas ke arah Yusuf, Ayudia, dan Bibi Lasmi . Di wajahnya yang basah, terukir senyum getir, senyum tipis yang penuh kepahitan, mengakui kekalahannya yang menyakitkan. Itu adalah senyum menerima kenyataan bahwa posisinya di mata Yusuf tidak lebih dari seorang "tamu yang harus dijaga kehormatannya."
Zora kemudian berjalan menuju ruang bilas. Langkahnya kali ini tidak lagi terburu-buru karena emosi, melainkan perlahan dan berat, membawa beban kesadaran baru.
Bibi lasmi tidak pernah melepaskan pandangannya dari Zora. Ia melihat Zora yang tadinya arogan kini berubah menjadi sendu dan patah hati.
Melihat senyum getir Zora, Bibi lasmi tersenyum lebar, senyum yang dingin dan penuh kemenangan. Ia melirik Yusuf seolah berkata, "Lihat? Sudah kubilang gadis ini hanya membawa masalah emosional."
Dengan puas, Bibi Lasmi mendekat ke Ayudia , ia menepuk pundaknya dengan lembut, dan berbisik pelan. Ayudia hanya mengangguk, namun kekalutan di hatinya sedikit mereda berkat keberhasilan Bibi lasmi mengusir aura Zora.
Zora masuk ke ruang bilas, ia menutup pintu. Di balik pintu kayu itu, ia tidak hanya mengganti pakaiannya, tetapi juga mengganti harapannya. Hari itu, ia belajar bahwa cinta di lingkungan pesantren jauh lebih rumit daripada transaksi bisnis.
Kini, Zora telah mendapatkan pakaian ganti dan pelajaran emosional. Apa yang akan terjadi selanjutnya setelah ia selesai.
Setelah Zora selesai berganti pakaian dan keluar dari kamar bilas ada perubahan drastis dalam dirinya. Wajahnya tidak lagi memerah karena malu atau dipenuhi kemarahan. Ia tampak tenang, dingin, dan memiliki fokus yang tajam, seperti Zora yang biasa, namun kini fokusnya bukan pada keuntungan duniawi, melainkan pada tujuan spiritual.
Zora berjalan menghampiri yusuf , Ayudia dan BI Lasmi Ia berdiri tegak, memandang Yusuf dan ayudia secara bergantian dengan pandangan yang penuh rasa hormat, bukan lagi nafsu cemburu.
"Ustadz Yusuf, ayudia dan bibi Lasmi, Saya mohon maaf atas semua kekacauan yang saya timbulkan sejak kemarin. Saya tidak mengerti lingkungan ini, dan saya bertindak sembrono."
Ia menarik napas panjang, lalu mengucapkan kalimat yang mengejutkan semua orang.
"Saya telah mengambil keputusan. Saya tidak akan kembali ke rumah saya sekarang. Saya akan tetap tinggal di rumah Bu Suci ,dan saya akan... menjauhi Ustadz Yusuf."
Semua orang terhenyak. Bibi Lasmi hampir tersedak ludahnya.
" Saya datang ke sini ingin berubah bukan demi memenangkan hati Ustadz Yusuf, tetapi karena saya ingin memiliki hati yang benar-benar bersih, seperti yang diajarkan oleh Kyai Rahman."
" Ayudia kamu adalah gambaran wanita yang harus saya capai. Saya ingin belajar agama, karena cinta saya yang kini jauh lebih besar kepada Pemilik Kehidupan, kepada Allah bukan kepada makhluk nya . Jika saya bisa menjadi muslimah yang lebih baik, itu sudah menjadi kemenangan sejati bagi saya." ucap Zora dengan mantap.
Yusuf menatap Zora dengan kekaguman dan rasa hormat yang mendalam yang belum pernah ia tunjukkan sebelumnya. Ia melihat Zora yang sebenarnya, yang jauh lebih berharga daripada semua barang mewah yang ia miliki. Rasa sayangnya kini berubah menjadi rasa kepedulian dan support spiritual.
Yusuf Mengangguk pelan "Alhamdulillah, dek Zora. Itu adalah niat yang sangat mulia. Saya doakan semoga niatmu dimudahkan."
ayudia yang tadinya cemas, kini menatap Zora dengan rasa iba dan haru. Beban di hatinya langsung terangkat. Ia membalas senyum Zora dengan senyum yang hangat dan tulus.
"Jika kamu butuh teman untuk belajar, Zora, aku siap membantumu. Selamat datang di jalan yang benar."ucap Ayudia dengan lembut.
Bibi Lasmi terdiam, tidak bisa berkata-kata. Ia ingin mencibir, tetapi tidak ada celah. Zora telah memenangkan pertarungan adab yang sesungguhnya dengan memilih jalan spiritualitas. Ekspresi sinisnya digantikan oleh kebingungan dan sedikit rasa malu karena ia baru saja meremehkan tekad Zora.
Zora kembali menaiki motor Yusuf untuk pulang, tetapi kali ini suasananya berbeda. Tidak ada kecanggungan romantis, hanya ada keheningan yang dipenuhi rasa hormat. Zora duduk dengan tegak, jilbabnya rapi, siap memulai babak baru dalam hidupnya.
eh Thor semoga itu Zorra bisa mengatasi fitnahan dan bisa membongkar dan membalikkan fakta kasihan yang lg berhijrah di fitnah....
lanjut trimakasih Thor 👍 semangat 💪 salam