NovelToon NovelToon
Embun Di Balik Kain Sutra

Embun Di Balik Kain Sutra

Status: sedang berlangsung
Genre:Fantasi Timur / Cinta Terlarang / Romansa pedesaan
Popularitas:563
Nilai: 5
Nama Author: S. N. Aida

Di Desa Awan Jingga—desa terpencil yang menyimpan legenda tentang “Pengikat Takdir”—tinggal seorang gadis penenun bernama Mei Lan. Ia dikenal lembut, tapi menyimpan luka masa lalu dan tekanan adat untuk segera menikah.

Suatu hari, desa kedatangan pria asing bernama Rho Jian, mantan pengawal istana yang melarikan diri dari kehidupan lamanya. Jian tinggal di rumah bekas gudang padi di dekat hutan bambu—tempat orang-orang jarang berani mendekat.

Sejak pertemuan pertama yang tidak disengaja di sungai berembun, Mei Lan dan Jian terhubung oleh rasa sunyi yang sama.
Namun kedekatan mereka dianggap tabu—terlebih karena Jian menyimpan rahasia gelap: ia membawa tanda “Pengkhianat Istana”.

Hubungan mereka berkembang dari saling menjaga… hingga saling mendambakan.
Tetapi ketika desa diguncang serangkaian kejadian misterius, masa lalu Jian kembali menghantui, dan Mei Lan harus memilih: mengikuti adat atau mengikuti hatinya yang berdegup untuk pria terlarang.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon S. N. Aida, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 22 — Gosip yang Meledak

​Mei Lan kembali ke rumahnya saat matahari terbit penuh, sekitar satu jam setelah ia meninggalkan gudang padi dan Jian. Ia telah mencuci pakaiannya seadanya di sungai dan menggunakan lumpur sebagai penutup untuk menyamarkan kotoran dari terowongan air, tetapi ada sesuatu yang tak bisa ia samarkan: pancaran di matanya dan kelelahan yang nyata di balik kesegaran kulitnya.

​Ibunya, Ibu Chen, sudah bangun, terlihat cemas.

​“Mei Lan! Dari mana saja Kau? Aku cemas setengah mati!” Ibu Chen langsung memeluknya, wajahnya yang keriput terlihat lega.

​“Maaf, Bu,” bisik Mei Lan, merasakan kesadihan karena harus berbohong. “Saya… saya menangis di rumah Nona Yuhe semalam. Saya sangat stres setelah kontrak sutra itu gagal dan Nyonya Liu mengancam. Nona Yuhe hanya… mengizinkan saya tidur di sana.”

​Ibu Chen menghela napas, rasa lega mengalahkan kecurigaannya. “Oh, putriku sayang. Tentu. Tentu. Itu adalah tekanan yang terlalu besar. Kau tahu, Ayahmu dan aku sangat khawatir tentang pedagang itu dan Kepala Desa Liang. Tekanan ekonomi ini…”

​Dengan pikiran yang terpusat pada masalah keuangan, Ibu Chen dengan mudah menerima kebohongan itu. Mei Lan pun pergi mandi, tetapi ketika ia menatap refleksi dirinya di wadah air, ia melihat apa yang Nona Yuhe lihat: cahaya aneh, perpaduan antara kurang tidur dan cinta yang baru diakui. Bibirnya terasa perih, dan setiap sentuhan kulitnya terasa seperti listrik.

​Kebakaran Gosip

​Gairah yang dialami Mei Lan semalam adalah bahan bakar terkuat bagi gosip.

​Saat Mei Lan pergi ke sumur umum untuk mengambil air, para wanita desa sudah menunggu. Mereka tidak perlu berkata apa-apa. Gerak-gerik Mei Lan yang kini lebih tegak, matanya yang tidak lagi takut, dan kemerahan yang sehat di pipinya—semuanya terasa salah di mata mereka yang haus gosip. Mereka mengharapkan kesedihan dan rasa malu karena kegagalan kontrak, tetapi yang mereka lihat adalah cinta.

​“Lihatlah Gadis Penenun itu,” bisik Nyonya Lin kepada Nyonya Zhao di dekat papan cuci. “Dia baru kembali dari Kota Bayangan, gagal, tetapi dia terlihat… bercahaya. Dia bahkan tidak terlihat malu.”

​“Itu karena pria asing itu,” balas Nyonya Zhao, menyaring air cuciannya. “Jian. Dia menanam benih buruk di desa kita. Dia sudah membuat gadis itu melupakan kehormatannya. Dia tidak pernah membiarkan gadis itu menjauh dari sisinya selama di sana.”

​Gosip menyebar seperti api di jerami kering. Semuanya terjadi dalam beberapa jam: Mei Lan telah menghabiskan malam di luar desa bersama pria asing itu. Pria asing itu pasti telah ‘menodainya.’ Pria asing itu adalah penyebab kegagalan kontraknya.

​Gosip itu tidak hanya menyerang kehormatan Mei Lan; gosip itu menyerang kehormatan seluruh desa yang telah menerima pria misterius itu.

​Konfrontasi Shan Bo

​Shan Bo, yang telah kembali dari Kota Bayangan dengan kepala tertunduk setelah diusir oleh Jaringan Bawah Tanah, adalah yang paling terluka dan marah. Ia mengira ia akan kembali untuk menyelamatkan Mei Lan yang putus asa, tetapi sebaliknya, ia menemukan Mei Lan yang bersinar dan penuh rahasia.

​Shan Bo menunggu di jalan utama, dekat dengan lumbung padi, tempat Mei Lan harus lewat untuk kembali ke rumahnya. Saat Mei Lan mendekat, Shan Bo melangkah, menghalangi jalannya.

​Wajah Shan Bo merah padam, matanya menyala-nyala karena cemburu dan dendam. Beberapa warga desa sudah berkumpul, mengantisipasi drama.

​“Berhenti di sana, Gadis Penenun!” teriak Shan Bo, suaranya dipenuhi amarah. “Kau pikir Kau bisa lari dari kehormatan? Seluruh desa tahu kau bermalam di luar! Kau menodai kehormatanmu dan kehormatan orang tuamu! Ini semua karena pria asing itu, iblis itu!”

​Mei Lan berhenti. Ia merasakan lututnya gemetar, tetapi ia ingat pelukan Jian di hutan dan kata-kata Nona Yuhe. Ia tidak akan tunduk pada rasa takut.

​“Itu bukan urusanmu, Shan Bo,” jawab Mei Lan, suaranya tenang, tetapi tegas.

​“Bukan urusanku? Kau adalah istri yang dijanjikan Ayahku untukku!” Shan Bo maju selangkah, menunjuk ke arah gudang padi tempat Jian bersembunyi. “Dia itu siapa? Seorang gelandangan yang berpura-pura menjadi penjaga! Dia merusak kontrakmu, dia membawa masalah ke desa, dan sekarang dia merusakmu! Dia pasti penjahat yang diburu oleh Istana! Mengapa lagi dia bersembunyi di sini?”

​Seruan “penjahat” dan “kriminal” langsung memicu ketakutan di kerumunan. Shan Bo, yang merasa didukung oleh massa, menoleh kepada warga.

​“Lihatlah dia!” seru Shan Bo. “Dia kembali dengan pakaian robek dan wajah penuh rahasia! Apakah dia diperkosa? Atau dia menyerahkan diri kepada penjahat itu? Pria itu harus diusir dari desa!”

​Mei Lan terkejut oleh kekejaman Shan Bo, tetapi ia tidak menangis. Ia mencengkeram tasnya erat-erat, tempat ia menyembunyikan dokumen rahasia Jian. Ia harus membela Jian.

​Intervensi Kepala Desa Liang

​Tepat pada puncak kekacauan, Kepala Desa Liang tiba. Ia tidak datang untuk mendamaikan, tetapi untuk mengambil keuntungan. Kepala Desa Liang adalah pria gemuk, sombong, yang selalu memikirkan keuntungan ekonominya.

​“Cukup! Cukup!” teriak Kepala Desa Liang, mendorong Shan Bo ke samping. Ia menoleh kepada Ibu Chen, yang telah berlari ke tempat kejadian dan kini tampak malu dan pucat.

​“Ibu Chen! Lihatlah putrimu! Dia telah menjadi aib bagi desa kita! Gosip ini akan merusak seluruh reputasi desa kita sebagai pemasok sutra yang terhormat! Jika reputasi kita jatuh, maka kesepakatan dengan pedagang besar itu akan batal! Siapa yang akan membayar hutangmu? Siapa yang akan memberi makan kalian?”

​Kepala Desa Liang menunjuk Mei Lan dengan tongkatnya. “Kau merusak masa depan desa ini karena gairah kotor dengan seorang asing yang mencurigakan! Tidak ada pria terhormat yang mau mengambilmu sekarang!”

​Kepala Desa Liang mendekati Ibu Chen, nadanya menjadi ancaman. “Hanya ada satu cara untuk menyelamatkan keluargamu dan kehormatan desa. Kau harus segera menerima lamaran dari putra pedagang. Dia adalah satu-satunya yang masih mau menerima gadis yang namanya sudah tercemar ini! Lakukan sekarang, sebelum besok terlambat!”

​Ibu Chen menangis, tangannya gemetar. Tekanan ekonomi dan sosial telah menghancurkannya. Ia menoleh kepada Mei Lan, tatapannya memohon. “Mei Lan, mohon… demi Ayahmu, demi kita…”

​Pembelaan Mei Lan

​Mei Lan merasakan sakit di hatinya saat melihat air mata ibunya, tetapi ia juga merasakan api baru di dadanya—api yang diberikan oleh Jian. Ia tahu, Jian bukanlah penjahat. Jian adalah seorang Jenderal yang berkorban demi negaranya.

​Mei Lan melangkah maju, berdiri di antara Kepala Desa Liang dan ibunya. Wajahnya yang biasanya lembut kini terlihat seperti batu, dipenuhi tekad yang mengejutkan.

​“Cukup, Kepala Desa Liang!” seru Mei Lan, suaranya nyaring dan jelas, mengejutkan seluruh kerumunan, termasuk Shan Bo yang mulutnya ternganga.

​Ini adalah pertama kalinya Mei Lan, Gadis Penenun yang selalu diam dan pemalu, berbicara menentang otoritas publik.

​“Saya tidak mencoreng kehormatan desa. Saya tidak bermalam dengan orang asing yang tidak saya cintai,” kata Mei Lan, menatap Kepala Desa Liang langsung di matanya. “Saya tidak menyesali apa pun yang saya lakukan. Jian adalah pria yang baik, pria yang terhormat. Dia adalah satu-satunya orang yang tidak pernah menuntut apa pun dari saya, kecuali keselamatan saya.”

​Ia menoleh ke Shan Bo, tatapannya penuh penghinaan. “Shan Bo, kamu adalah orang yang egois dan pengecut. Kamu tidak melihat saya. Kamu hanya melihat takdir yang kamu inginkan. Kamu menuduh Jian, tetapi kamu adalah orang yang membawa bahaya ke Kota Bayangan dengan mengejar saya secara gegabah, mengabaikan keselamatan jaringan Nyonya Liu!”

​Mei Lan kembali menatap kerumunan. “Jian adalah orang yang menyelamatkan nyawa saya berulang kali. Dia adalah orang yang menanggung beban yang lebih berat daripada yang bisa kalian bayangkan. Kalian melihat kejahatan di matanya, tetapi saya melihat kepahlawanan!”

​Semua orang diam. Mereka terpaku. Mei Lan tidak hanya membela Jian; ia telah menyatakan cintanya dan kesetiaannya kepada pria itu, mempertaruhkan seluruh reputasinya. Ibu Chen terkesiap, menyadari seberapa dalamnya perasaan putrinya.

​“Dia adalah pria yang terhormat,” ulang Mei Lan, menutup pembelaannya, suaranya melemah tetapi masih bergetar dengan emosi yang kuat. “Dan saya mempercayainya lebih dari saya mempercayai siapa pun di desa ini!”

​Kesadaran di Gudang Padi

​Di gudang padi, tersembunyi di balik karung-karung gandum, Rho Jian mendengarkan semuanya.

​Pendengaran Jian adalah indra prajuritnya yang paling tajam. Ia tidak hanya mendengar teriakan Shan Bo atau ancaman Kepala Desa Liang, tetapi ia mendengar kejelasan yang menembus semua kebisingan—suara Mei Lan.

​Jian tersenyum tipis, rasa bangga yang luar biasa membanjiri rasa sakit di rusuknya. Mei Lan, Gadis Penenun yang lembut, telah berdiri seperti pahlawan perang di tengah musuh. Dia telah membela Jian di depan seluruh desa, mempertaruhkan kehormatannya sendiri.

​Jian tahu, pembelaan itu adalah deklarasi perang. Ia tidak bisa lagi bersembunyi. Mei Lan telah menyeretnya keluar dari kegelapan gudang padi, dan ia harus keluar untuk melindunginya. Ancaman terhadap kehormatan Mei Lan kini adalah ancaman terhadap nyawanya sendiri.

​Ia mulai mempersiapkan dirinya. Ia memeriksa pisaunya. Celah waktu yang singkat ini telah berakhir. Jian tahu, pertempuran nyata mereka baru saja akan dimulai, dan ia harus menghadapi Kepala Desa Liang, Shan Bo, dan takdirnya sendiri, demi kehormatan wanita yang kini menjadi cahayanya.

1
Rustina Mulyawati
Bagus ceritanya... 👍 Saling suport yuk!
marmota_FEBB
Ga tahan nih, thor. Endingnya bikin kecut ati 😭.
Kyoya Hibari
Endingnya puas. 🎉
Curtis
Makin ngerti hidup. 🤔
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!