Dijodohkan secara mendadak oleh sang paman, membuat Iswa Putri Sakinah harus menerima kenyataan menikah di usia yang sangat muda, yakni 19 tahun, terpaksa ia menerima perjodohan ini karena sang paman tak tega melihat Iswa hidup sendiri, sedangkan istri sang paman tak mau merawat Iswa setelah kedua orang tua gadis itu meninggal karena kecelakaan.
Aku gak mau menikah dengan gadis itu, Pa. Aku sudah punya pacar, tolak Sakti anak sulung Pak Yasha, teman paman Iswa.
Aku mau menikah dengan gadis itu asalkan siri, si bungsu terpaksa menerima perjodohan ini.
Apakah perjodohan ini berakhir bahagia bagi Iswa?
Selamat membaca
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Lel, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
PENGAKUAN STATUS
Iswa hanya meringis ditatap penuh tanya oleh rekan kerjanya, namun ia tak mau mengungkap kehidupan asmaranya. Hubungan dengan Kaisar akan ia keep saja. Ia tak mau sesumbar takut ada yang tak suka hingga rencana keduanya setelah proyek Kalimantan selesai gagal. Apa yang mereka rencanakan sudah menjadi kesepakatan berdua via chat atau video call saja. Bahkan orang tua Kaisar juga tak diberi tahu, pun dengan Elin yang tinggal serumah dengan Iswa.
“Ini candaan kok, Mbak!” jawab Iswa menutupi, tapi terdengar oleh Al. Mana mungkin candaan, begitulah kalau sudah terlanjur munafik, bakal menutupi kemunafikan lain. Beruntung rekan kerja lain tak memperpanjang, tapi tidak dengan Al. Lelaki itu penasaran dengan sosok pria yang mengantar jemput Iswa dulu, sepintas ia kenal tapi tak yakin juga.
Hingga disebuah kesempatan saat Iswa mengerjakan tugas di taman depan gedung jurusan, Al terpaksa menanyakan soal percintaan Iswa, lama-lama ia sinis pada Iswa juga tak nyaman juga, namanya rekan kerja pasti gak enak kalau ada masalah dengan rekan lain.
“Yang sering antar jemput lo kemarin itu pacar lo?” tanya Al dengan intonasi yang enak didengar. Iswa hanya menoleh pada Al sembari tersenyum sinis dan meneruskan tugas yang belum ia selesaikan, sedangkan satu jam lagi harus presentasi tugas ini.
“Anggap saja begitu,” jawab Iswa cuek. Ia malas meladeni urusan pribadinya.
“Ck, bisa serius gak sih, Wa!” protes Al yang tak puas dengan jawaban Iswa.
“Gue jawab jujur juga ngapain sih, Al. Gak ada gunanya buat lo juga,” ceplos Iswa. Otaknya lagi fokus bikin tugas, please jangan diganggu, ingin sekali Iswa bilang seperti itu.
“Ada lah, gue naksir lo juga!” jari lincah Iswa di atas keyboard langsung berhenti, kemudian menatap Al juga. “Lo kira gue mengajak lo ngapain kalau gak buat PDKT. Di kelas bisa lihat lo, begitu juga saat kita sekantor.”
Iswa tersenyum, kali ini ia benar-benar berhenti mengerjakan tugasnya. Bukan karena ingin meladeni ungkapan perasaan Al, melainkan ingin klarifikasi. “Lebih baik lo pilih cewek lain kali, Al. Gue gak pantas buat lo,” jawab Iswa jujur. Sampai detik ini, ia hanya menganggap Al teman kuliah dan rekan kerja saja, tidak lebih dari itu. Apalagi dengan statusnya sebagai janda, Iswa lebih selektif dekat dengan laki-laki lain, khawatir mereka ember dan menyudutkan Iswa sebagai perempuan gak benar karena status itu, Iswa tak mau itu terjadi.
“Kenapa? Karena cowok itu?”
“Iya.”
Al tersenyum sinis, tak menyangka saja Iswa bisa juga bucin pada lelaki itu, meski belum diketahui pasti hubungan mereka seperti apa. “Lo bilang gak mau pacaran, tapi kenapa dengan cowok itu lo berubah prinsip. Labil banget.”
Giliran Iswa yang tersenyum sinis, “Dia bukan pacarku!” jawab Iswa tegas, Al semakin tak suka pada Iswa yang gak mau jujur. Apa salahnya sih jawab sebenarnya.
"Semakin hari kamu semakin munafik, ternyata cewek sok berprinsip itu munafik juga!" ucap Al, Iswa memejamkan mata sembari mengepalkan tangan. Sungguh ia tak suka dengan sikap Al begitu, main tuduh saja, tanpa menghormati keputusan Iswa yang mau keep hubungan dengan Kaisar.
Elin yang baru kembali beli minuman bingung menatap Al yang murka sekali. "Si gondrong kenapa, Wa?" Iswa hanya mengedikkan bahu.
Sialnya interaksi Iswa dan Al tadi dipotret oleh Adel dan dikirim kepada Kaisar. Cewek kamu ternyata gak sebaik yang kamu pikirkan.
Kaisar jelas tak membalas, ia sedang bekerja, waktu istirahat hanya ia gunakan untuk chat Iswa, bahkan mama dan Sakti saja sampai komplain pada si bungsu kalau tidak ada kabar.
Kaisar membuka chat dari Adel, ada sedikit rasa marah melihat Iswa dan si gondrong saling tatap. Kaisar sendiri tak tahu apa yang mereka bicarakan, bisa saja mereka sedang diskusi apalagi Kaisar tahu itu area jurusan Iswa. Kaisar tak mau memancing Iswa, ia berusaha percaya pada calon istrinya itu.
"Aku tadi hampir saja mengaku," lapor Iswa saat video call bersama Kaisar. Untung saja zona waktu mereka sama sehingga tak perlu repot menyesuaikan waktu telepon.
"Mengaku apa?" tanya Kaisar, dia tidak akan menanyakan foto yang dikirim Adel, ia menunggu saja Iswa mengaku atau enggak. Biar saat pulang nanti akan ia tanyakan langsung, Kaisar tak mau ribut di saat mereka berjauhan.
Iswa pun menceritakan kondisi pertemanan antara dirinya dan Al saat di kelas maupun di klinik. Bahkan Al menyindir Iswa sebagai cewek munafik, yang mungkin saja ia pernah tahu Kaisar antar jemput ke klinik. "Terus?" tanya Kaisar lagi, lega rasanya karena Iswa tanpa dipancing sudah menceritakan soal Al. Terlebih Iswa mengaku kalau Al tadi siang mengungkapkan perasaan pada gadis itu.
"Tadi siang aku bilang ke dia buat cari cewek lain, karena aku gak pantas buat dia," ucap Iswa dan membuat Kaisar jahil.
"Ya iya kamu cuma pantas sama aku."
"Diam dulu, dong. Aku mau cerita, aku gak mau menyembunyikan sesuatu dari kamu, apalagi menyangkut cowok." Kaisar agak tersendir, karena ia mendapat kiriman foto dari Adel, ya meski ia tidak membalas, tapi tak berniat cerita pada Iswa.
"Dia gak terima dan masih bilang aku munafik."
"Biarkan saja pandangan orang lain, yang penting kamu gak munafik, dan aku percaya sama kamu."
Iswa mengangguk saja, tapi hati kecilnya merasa tak nyaman bila Al terus menyudutkan dirinya seperti apalagi rekan kerja di klinik mulai notice dengan sikap Al pada Iswa. Hingga Mbak Calista bertanya, sebagai kakak ia ingin tahu hubungan mereka, dulu baik kok sekarang renggang. Pasti ada masalah yang membuat Al tampak tak suka pada Iswa.
Iswa mengaku hanya kesalah pahaman saja, dan Mbak Calista tak bisa memaksa Iswa untuk bercerita karena itu juga urusan mereka. Ia berpesan untuk tidak mempengaruhi kinerja mereka, karena testimoni dari anak didik, Iswa dan Al ini sangat cocok, sama-sama pintar dan cakep. Sebagai rekan kerja sangat potensial sekali.
"Gue tanya sekali, siapa cowok itu dalam hidup kamu?" tanya Al sekali lagi, saat keduanya duduk di kantin fakultas. Sengaja Al mengajak bicara empat mata, karena semakin hari Al kesemsem pada pesona Iswa, dia makin cantik, dan terlihat keren saat presentasi atau membuat sebuah program.
"Gue bakal jawab jujur, dengan satu syarat itu hanya rahasia kita, gue gak mau lo kejar terus dengan urusan pribadi gue ini, Al. Gak ada gunanya sumpah. Tapi gue juga risih lo sindir terus, dan wajah sinis lo sama gue, seolah gue melakukan kesalahan yang bikin kerugian dalam hidup lo."
"Iya gue janji."
"Dia mantan suami gue, dan kita berniat rujuk."
Jawaban jujur Iswa membuat Al kaget setengah mati. Pantas saja gadis ini tak mengakui status pacaran, malah lebih dari itu.
"Sekarang lo udah tahu status gue. Apakah lo masih berharap sama gue. Lo cowok cakep, Al. Gak pantas mengejar janda. Lo lebih baik mendapat seorang gadis, bukan perempuan seperti gue. Dan lagi gue sama dia berniat rujuk."
"Kenapa kembali ke orang di masa lalu?" sepertinya Al masih tak terima.
"Sekarang lo pikir deh, Al. Emang ada ya cowok yang mau sama janda kayak gue?"
"Gue mau!"
"Sekarang mungkin lo mau, tapi saat emosi lo bisa saja mengungkit status gue dan itu bisa saja merendahkan harga diri gue." Iswa menepuk pundak Al. "Jadi please, jangan ngejar gue lagi ya. Gue bakal rujuk lagi sama mantan suami gue."
hemmmm wa kamu jg terlalu gampang memberi kesempatan fokus dulu ke diri sendiri dulu biar mapan segala hadehhh
bang sat ( satya ) , bang kai ( kaisar )
kaya sebatas alasan doang ga ada artinya deh,,cihhhh kasah dari mana ucapan bo doh ,itu pun nyata ko marah