NovelToon NovelToon
Cinta Laki-laki Penghibur

Cinta Laki-laki Penghibur

Status: sedang berlangsung
Genre:Berondong / Dikelilingi wanita cantik / Selingkuh / Cinta Terlarang / Beda Usia / PSK
Popularitas:3.5k
Nilai: 5
Nama Author: Ibnu Hanifan

Galih adalah seorang lelaki Penghibur yang menjadi simpanan para Tante-tante kaya. Dia tidak pernah percaya Cinta hingga akhir dia bertemu Lauren yang perlahan mulai membangkitkan gairah cinta dalam hatinya

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ibnu Hanifan, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

BAAB 31

Sore itu, langit berwarna oranye keemasan, dan angin berembus lembut di halaman rumah keluarga Gunawan. Di depan pintu megah rumah itu, Lauren berdiri dengan hati yang penuh keraguan. Tangannya terangkat, ingin mengetuk, namun ia ragu.

Bagaimana kalau Papa marah sama aku?

Bagaimana kalau Papa kecewa sama aku?

Aku pergi selama dua minggu tanpa memberi kabar, Aku hanya meninggalkan semua kekacauan itu lalu menghilang begitu saja.

Tapi ia tahu, ia tak bisa terus bersembunyi. Dengan menarik napas panjang, Lauren mengetuk pintu rumahnya.

Tak lama kemudian, pintu itu terbuka. Di baliknya berdiri Pak Gunawan—ayahnya—dengan wajah yang langsung berubah terkejut.

“Lauren…?”

Lauren menunduk pelan. “Papah…”

Tapi belum sempat ia bicara lebih jauh, Pak Gunawan langsung memeluknya erat. Pelukan yang hangat, penuh rindu, dan penyesalan. Tubuh Lauren menggigil kecil di pelukan ayahnya, lalu ia pun membalas pelukan itu dengan erat. Rasanya begitu hangat pelukan yang telah lama dia rasakan.

“Papah minta maaf, Nak…” suara Pak Gunawan bergetar. “Papah nggak seharusnya menjodohkan kamu dengan Aldo. Papah terlalu memikirkan keegoisan papah sendiri… Papah sadar bahwa yang terbaik menurut Papah belum tentu terbaik menurut kamu."

Lauren menggeleng dengan lembut dalam pelukan itu. “Itu bukan salah Papah. Aku aja yang terlalu keras kepala. Maaf karena selama Aku pergi, Aku nggak kasih kabar sama sekali ke Papah. Aku yang salah.”

Pak Gunawan melepaskan pelukannya sedikit, menatap wajah putrinya dengan mata yang mulai basah. “Papah pikir kamu nggak bakal pulang lagi… Papah takut kamu benci sama Papah.”

Lauren memegang tangan ayahnya. “Aku nggak akan pernah ninggalin Papah. Aku pergi cuma karena Aku butuh waktu untuk sendiri. Papah adalah papah aku satu-satunya jadi ngga mungkin Lauren bakal ninggalin papah. Lauren sayang banget sama papah."

Pak Gunawan menatap putrinya lama, lalu kembali memeluknya.

Di antara pelukan dan air mata yang tertahan, keduanya saling menyadari bahwa mereka telah melalui badai besar yang mengguncang hidup mereka… namun cinta di antara mereka tetap tak tergoyahkan. Semua yang terjadi justru mempererat rasa cinta mereka.

Hari itu, di rumah itu—yang sebelumnya penuh luka dan kebisuan—kembali terasa hangat seperti rumah yang selalu dirindukan setiap orang untuk pulang.

Berikut narasi dari adegan penuh ketegangan dan emosi saat Galih dan Tante Liana bertemu di sebuah kafe:

Suasana kafe sore itu tenang, hanya terdengar suara alunan musik jazz pelan dan dentingan sendok dari pengunjung yang menikmati minumannya. Di sudut ruangan, duduk dua orang dengan ekspresi wajah yang berat: Galih dan Tante Liana.

Keduanya saling diam dalam waktu yang cukup lama. Hanya suara detak jam dinding yang mengisi kekosongan percakapan diantara mereka.

Galih menatap wanita di depannya dengan sorot mata penuh tanya, sementara Tante Liana hanya menunduk, memainkan sendok kecil di dalam gelas tehnya yang masih penuh.

Akhirnya, Galih memecah keheningan.

“Apa maksud dari pesan yang Tante kirim ke Aku?”

Tante Liana mengangkat wajahnya perlahan. Ada bayang-bayang lelah dan gugup di mata wanita paruh baya itu.

“Tante… hamil, Galih.”

Galih membeku. Dadanya serasa berhenti berdetak. Dia menelan ludahnya dengan susah payah, seolah tak yakin dengan apa yang baru saja didengarnya.

“Apa?” suaranya terdengar nyaris seperti bisikan.

“Tante hamil” ulang Tante Liana, kali ini lebih tegas, namun tetap dengan suara lembut. “Dan… anak ini adalah anak kamu. Tante terakhir kali melakukan hubungan itu sama kamu. Dan Tante tidak pernah melakukan hubungan itu selain dengan kamu bahakan dengan mantan suami Tante.”

Galih menunduk. Tangannya mengepal di atas meja, pikirannya kalut. Ia mencoba mengatur napasnya agar tidak meledak.

“Kenapa Tante ngelakuin semua ini?” tanyanya lirih, penuh luka. “Malam itu, Tante yang menjebak aku, Tante. Tante campurkan obat ke minumanku. Hingga aku tak sadar dengan apa yang aku lakukan...”

Tante Liana mengangkat tangannya pelan, menyela sebelum Galih bisa menyelesaikan kalimatnya.

“Tante tahu… dan Tante nggak minta kamu untuk bertanggung jawab,” katanya dengan suara berat. “Tante tahu ini salah Tante. Tante yang salah karena menjebak kamu malam itu. Tante cuma… ingin kamu tahu bahwa ini adalah anak kamu. Dan Tante mohon saat ini lahir tolong akui anak ini sebagai anakmu. Tante tidak ingin anak ini lahir tanpa tahu siapa sosok ayahnya."

Galih menatap wanita itu dengan mata berkaca-kaca, matanya bergetar, penuh emosi yang tak bisa dia gambarkan. Di antara kebingungan, amarah, dan rasa bersalah… dia juga merasa takut.

Tante Liana melanjutkan, suaranya pelan, nyaris seperti bisikan.

“Sekali lagi Tante mohon kelak jika anak ini lahir tolong akui anak ini sebagai anakmu. Hanya itu saja keinginan Tante. Tante ngga minta lebih."

Galih tak bisa berkata apa-apa. Dunia terasa begitu sunyi baginya saat itu. Hanya detak jantungnya yang terus menggelora, menandakan bahwa hidupnya baru saja berubah untuk selamanya.

Galih masih terdiam di kursinya. Matanya kosong, wajahnya pucat. Kata-kata yang baru saja dia dengar terasa seperti tamparan keras yang menghempaskan seluruh logikanya.

Tante Liana bangkit perlahan dari kursinya. Suaranya pelan, namun tegas—penuh keteguhan dan luka yang dalam.

“Aku tunggu jawabanmu dalam seminggu, Galih.”

Galih mengangkat pandangannya, masih belum sanggup mengeluarkan sepatah kata pun.

“Kalau kamu memutuskan untuk tidak mengakui anak ini…”

“Tante tidak akan memaksa. Tante janji… akan pergi jauh dari hidupmu. Tidak akan pernah mengganggu kamu lagi.”

Tante Liana menarik napas dalam-dalam, menahan getaran di dadanya yang hampir pecah.

“Anak ini akan Tante besarkan sendiri. Dan kalau dia besar nanti… Tante akan bilang kalau ayahnya sudah meninggal dunia.”

Galih membelalakkan matanya. Napasnya tercekat. Kalimat itu menghantamnya lebih keras dari apa pun. Namun, mulutnya tetap terkunci. Tidak ada satu pun kata yang keluar dari mulutnya.

Tante Liana menatapnya terakhir kali. Senyum tipis muncul di wajahnya—senyum yang dipaksakan, yang menyembunyikan seribu luka.

“Jaga dirimu, Galih…”

Dan dengan langkah pelan, penuh beban, Tante Liana membalikkan tubuhnya dan berjalan keluar dari kafe, meninggalkan Galih yang masih terdiam di kursinya… seakan seluruh dunia membisu bersamanya.

1
Mawar Agung
saya suka ceritanya semangat ya Thor💪😊
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!