Kasih, perempuan muda berusia dua puluh tahun terpaksa menggantikan Mia anak sang kepala desa lebih tepatnya tetangga Kasih sendiri untuk menikah dengan Rangga. Karena pada saat hari H, Mia kabur untuk menghindari pernikahannya.
Mia menolak menikah dengan Rangga meskipun Rangga kaya raya bahkan satu-satunya pewaris dari semua kekayaan keluarganya. Penolakan Mia di karenakan ia tidak suka melihat penampilan Rangga yang cupu dan terlihat seperti orang dungu.
Kasih yang di ancam oleh kepala desanya mau tak mau harus menggantikan Mia. Semua Kasih lakukan demi ketentraman hidup ia dan ibunya yang sudah sepuluh tahun menjanda. Lalu, apakah Kasih dan Rangga akan jatuh cinta? Apakah pernikahan Kasih dan Rangga akan bertahan?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ni R, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Chapter 05
"Jeruk untuk mu," ujar Rangga yang memberikan satu buah jeruk.
Kasih yang lelah hanya bisa memutar bola matanya malas lalu menerima jeruk tersebut.
"Kau suka sekali beradu mulut. Apa itu pekerjaan mu?"
"Ya, itu pekerjaan baru ku!" Jawab Kasih kesal.
"Jangan suka marah-marah. Nanti darah tinggi mu naik lalu kau mati. Aku belum siap jadi duda."
Kasih meremas buah jeruk di tangannya hingga pecah, sorot matanya tajam menatap Rangga.
"Sudah ku bela-bela tapi kau tidak berterimakasih tapi malah menyumpahi ku mati," ucap Kasih geram, nafasnya memburu menahan marah.
Huft,......
Kasih membuang nafas kasar, ia mengusap dadanya pelan.
"Sabar Kasih....!!" Ucap Kasih.
"Aku lelah. Ayo kita pulang!" Ajak Rangga.
"Kita baru sampai loh. Katanya ada pekerjaan, kok malah pulang?" Protes Kasih.
"Tidak ada pekerjaan!" Seru Rangga.
"Jadi, kita kesini hanya untuk mengambil satu buah jeruk ini?" Tanya Kasih tercengang.
"Ya, dan kau sudah membuat buah jeruk itu rusak. Jadi, kau tidak boleh mengambil lagi."
Kasih menelan ludahnya kasar, Rangga benar-benar membuatnya kesal. Ingin marah percuma saja, memang keadaan Rangga seperti ini.
Setibanya di rumah, Kasih langsung pergi mandi. Kasih menangis di dalam kamar mandi, kesabarannya benar-benar di uji.
"Aku masih muda, apa aku sanggup menjalankan pernikahan ini?" Kasih bertanya pada dirinya sendiri.
Di bawah guyuran air, Kasih menumpahkan air matanya. Impian menikah dengan orang yang ia cintai kini telah kandas.
Kurang lebih setengah jam berada di kamar mandi, Kasih akhirnya keluar juga.
"Mata mu sembab, kenapa? Apa kau mandi sambil menangis?" Tegur Rangga.
"Tidak!" Jawab Kasih singkat kemudian berlalu meninggalkan Rangga.
Rangga menatap punggung Kasih, keningnya berkerut heran.
Makan malam yang hening, malam ini Kasih tidak memperdulikan Rangga. Kasih yang biasanya mengatur cara makan Rangga tapi untuk malam ini tidak. Rangga mulai merasa heran akan sikap Kasih.
"Aku sudah kenyang. Aku akan pergi ke kamar duluan," ucap Kasih tanpa menunggu jawaban dari Rangga ia langsung beranjak pergi.
Rangga hanya bisa memandang Kasih dengan wajah kebingungan. Pria ini juga menyusul Kasih yang ternyata sudah merebahkan diri di atas ranjang.
"Baru jam tujuh, kenapa sudah mau tidur?" Tanya Rangga yang berdiri di samping Kasih.
"Aku mengantuk," jawab Kasih pelan.
"Tapi ini baru jam tujuh. Kenapa kau tidak menemani ku menonton kartun saja?"
"Aku benar-benar mengantuk. Tolonglah jangan ganggu aku!"
"Ayo temani aku menonton kartun," ajak Rangga seraya menarik tangan Kasih.
Kasih yang hilang kesabaran mendadak menepis tangan suaminya dengan kasar.
"Sudah ku bilang aku lelah. Aku sangat mengantuk. Apa kau kurang puas mengerjai ku jalan kaki dari rumah ke perkebunan?"
Suara Kasih meninggi, membuat Rangga terkejut lalu mundur kebelakang.
"Kau sudah dewasa, berpikirlah sedikit untuk tidak mengganggu orang lain. Aku juga lelah, aku lelah dengan pernikahan ini," ucap Kasih dalam isak tangisnya.
"Tetapi, kita menikah baru satu bulan. Kenapa kau sudah lelah?"
Huft,......
Kasih memejamkan matanya lalu mengusap air mata yang membasahi pipi. Sungguh ia bingung ingin bersikap seperti apa sekarang.
"Tolonglah jangan ganggu aku malam ini. Aku lelah dan aku hanya ingin tidur dengan tenang," mohon Kasih dengan wajah pasrahnya.
"Oh, kau ingin tidur. Aku akan menghidupkan lagu nina bobo dulu!" Ujar Rangga semakin membuat Kasih kesal.
Kasih memilih tidur di sofa, ia menutup wajahnya lalu menangis di bawah bantalnya.
Rangga yang melihat Kasih seperti itu bersikap acuh. Pria ini memang dungu, membuat Kasih harus sabar menghadapinya.
Malam telah berganti pagi, Rangga yang baru saja membuka mata tidak mendapati istrinya.
"Di mana Kasih?" Tanyanya pelan.
Rangga turun ke bawah, bertanya pada bi Warti. Tanpa mandi dan sarapan, Rangga menyusul Kasih ke rumah ibunya.
"Kasih udah gak kuat bu," ucap Kasih yang sedang menangis dalam pelukan ibunya. "Sikap Rangga yang kekanakan membuat Kasih stres."
"Sabar Kasih. Biar bagaimana pun dia suami mu," ujar bu Erni mengingatkan.
"Jika bukan karena ancaman pak Rahman. Kasih akan melakukan hal yang sama seperti Mia."
"Huss,....tidak boleh bicara begitu. Yang sabar nak!"
"Kasih capek bu, semua orang mengejek kita. Semua orang mengira Kasih menikah dengan Rangga hanya karena keluarganya kaya. Apa yang harus Kasih lakukan sekarang bu?"
"Kasih juga ingin memiliki keluarga yang bahagia. Punya suami yang saling mencintai dan melengkapi. Pernikahan macam apa yang sedang Kasih jalani ini bu?"
"Sabar Kasih, ibu juga tidak bisa melakukan apa-apa sekarang."
Bu Erni mencoba menguatkan anaknya, sebagai orang tua ia juga merasa sedih dengan keadaan Kasih yang seperti ini.
Tanpa sepengetahuan Kasih dan bu Erni, Rangga yang berada di teras mendengar semua percakapan mereka berdua.
Rangga yang duduk termenung di terang di kejutkan dengan kedatangan seorang pria. Pria tersebut memberi salam, Kasih dan ibunya keluar.
"Mas Dito,....!!" Lirih Kasih.
"Kasih, apa benar yang di katakan orang-orang kampung?" Tanya Dito tanpa basa basi.
"Maafin Kasih mas. Kasih terpaksa," jawab Kasih yang benar-benar merasa bersalah.
"Kamu menikah dengan laki-laki seperti ini?" Tunjuk Dito ke arah Rangga. Kasih yang menyadari kehadiran Rangga begitu terkejut.
"Ceritanya panjang mas. Kasih bisa jelasin semua ini."
"Bisa-bisanya kau berkhianat dari ku hanya demi lelaki tonggos ini?, berarti benar apa yang di katakan Mia, kau dan keluarga mu matre!"
"Kami tidak seperti itu Mas. Sebab Mia lah aku menikah dengan dia." Kasih mencoba membela diri.
Bu Erni hanya bisa diam saja, belum habis masalah rumah tangga anaknya kini bertambah masalah Kasih dan Dito, pacar Kasih.
"Jangan percaya sama Kasih. Dia rela menikahi si tonggos itu hanya demi uang. Kau tahu sendiri ibunya janda," sahut Mia dari teras rumahnya.
"Jaga mulut mu Nak Mia. Saya ini orang tua, kau tidak pantas bicara seperti itu!" Tegur bu Erni.
"Aku benar-benar kecewa sama kamu. Anggap aja kita tidak pernah kenal. Aku geli melihat kamu yang rela menikahi laki-laki seperti ini hanya demi uang!"
Dito pergi dari rumah Kasih, Mia menertawakan keadaan Kasih sedangkan Rangga hanya bisa diam saja.
Kasih terus menangis, ia langsung masuk kedalam kamarnya dan langsung mengunci pintu kamar. Bu Erni mencoba membujuk Kasih, ia sendiri tak berani melawan keluarga Rahman yang terkenal suka bersikap jahat. Entah suara dari mana si Rahman bisa menjadi kepala desa di kampung ini.
"Bu, apa kasih baik-baik aja?" Tanya Rangga dengan polosnya.
"Iya, Kasih baik-baik aja." Jawab bu Erni dengan senyum terpaksa.