Membina rumah tangga tidak semudah membalikkan tangan. Banyak rintangan yang datang dan kita wajib bersabar, lapang dada, dan memiliki sifat kejujuran.
Menikah dengan anak SMA butuh banyak bimbingan. Hadirnya cinta masa kelam membuat retak cinta yang sedang dibina. Banyak intrik dan drama yang membuat diambang perceraian.
Kasus pembunuhan, penyiksaan dan penculikan membuat rumah tangga makin diunjung tanduk. Bukti perselingkuhanpun semakin menguatkan untuk menuju jalan perpisahan. Mungkin hanya kekuatan cinta yang bisa mengalahkan semua, namun menghadapinya harus penuh kasabaran.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Zhang zhing li, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Di Amanahi Kunci
Kabar kebahagiaan akhirnya datang di keluarga kecilku, yang penuh sekali dengan drama sandiwara, dimana akhirnya diri ini dinyatakan positif hamil.
"Akhirnya kamu berguna juga jadi perempuan," sindir suami ketika diriku lagi santai membolak-balikkan majalah.
Dia sedang menyeruput teh yang barusan ku seduh. Tahu kalau aku bakalan membawa berkah akhir-akhir ini makanya dirumah terus.
"Kamu selama hamil jangan berkelakuan aneh-aneh. Kalau tidak nurut tahu sendiri resikonya, paham!" Peringatannya.
"Tanpa kamu kasih tahu aku sudah paham."
"Cih, diajak bicara itu jawab yang baik. Tidak usah sewot begitu. Patut, tidak ada pria yang mau menikahi mu," hinanya.
Cuma bisa mengelus dada dengan sabar. Kalau mau membatah 'pun aku sekat ucapannya tadi, tapi kelihatannya percuma saja ngomong sama orang yang kaku sifat. Bukannya digubris ucapan ini tapi malah berbalik dimaki.
"Bukan gitu, Mas. Aku sangat tahu karakter kalian semua dan aku hanya bisa diam."
"Nah, bagus itu. Kamu tidak punya hak untuk berbicara di keluarga kami. Apalagi yang aneh-aneh. Kalau semua rencana kita mau menguasai harta papa sampai gagal, kamu duluan yang harus bertanggung jawab atas semuanya."
"Lah kok bisa aku?" tanya membingungkan.
"Ya iyalah, sebab semua tergantung sama anak kita nanti. Maka dari itu hati-hati dan jaga kondisi tubuh kamu agar tetap sehat. Kalau semua sampai gagal, kamu harus menanggungnya. Jadi jangan kecewakan aku, atau kamu akan kubuang secara tidak hormat dari rumah ini," ancam yang menakutkan.
"Mengerti, Mas."
"Bagus. Aku cukup senang karena sekarang kau jadi wanita patuh."
Dia bangkit dari sofa. Melenggang pergi meninggalkan diriku yang kepikiran atas obrolan kami barusan. Tidak hamil disalahkan, dan sekarang sudah hamil malah suruh tanggung semuanya.
Terlalu rumit kehidupan orang kaya. Masih saja haus harta. Mungkin saja jika diatas segalanya maka orang akan tunduk semua, tapi kebanyakan tidak mikir akibatnya suatu saat nanti
Papa mertua begitu bahagia sekali. Setelah penantian sekian tahun dalam pernikahan kami, akhirnya bisa memberikan cucu pada beliau.
"Dona, maaf jika sudah menganggu waktu kamu."
"Tidak apa-apa, Pa. Aku lagi senggang kok. Dirumah paling juga istirahat terus dalam kamar."
"Jangan kebanyakan tidur, nanti tak baik buat kehamilanmu. Biasakan banyak gerak atau melakukan aktifitas yang tidak bikin kamu lelah."
"Iya, Pa. Aman kalau masalah itu. Walau sering tidur tapi aktifitas rumah tangga tetap dijalankan."
"Aku menemui kamu disini, karena ada hal penting yang ingin ku bicarakan sama kamu," ucap Papa mertua, yang tengah duduk di kursi rodanya.
"Hm, apa itu, Pa. Kalau boleh tahu?" Cukup penasaran sebab beliau memasang wajah serius.
"Aku dan ayahmu adalah sahabat karib yang sangat dekat, yaitu waktu itu sama-sama merintis impian untuk menuju keberhasilan. Tapi ayahmu belum sempat mencicipi keberhasilan seperti sekarang ini, dia sudah terlebih dahulu meninggalkan dunia ini. Jadi aku ingin membalas budi pada ayahmu, yaitu ingin memberikan sebagian harta kepadamu dan cucuku nantinya," ujar mertua sambil menikmati teh di taman rumah.
"Tapi, Pa! Bukan Dona menolak keinginan Papa, tapi bagaimana dengan anak istri Papa? Aku tidak ingin ada keributan diantara mereka?" jawabku dengan rasa tak enak hati, atas harta yang akan diberikan.
Kaget rasanya atas keputusan beliau. Begitu mudahnya memberikan harta. Kalau dihitung kami hanya orang luar dan numpang hidup.
"Tidak ada tapi-tapian, hartaku tidak ada harganya dibandingkan jasa ayahmu yang membantuku bisa sukses seperti sekarang ini. Tidak usah memikirkan mereka, semua sudah ku atur. Kamu tinggal menuruti keinginanku saja. Dan sekarang ambilah ini! Simpanlah itu, suatu saat nanti pasti akan berguna untukmu," ujar mertua sambil memberikan kunci.
"Kunci apa ini, Pa? Apakah Papa serius akan memberikan ini?" Masih saja kebingungan.
"Tentu saja aku serius."
"Tapi apa ini? Apakah ini kunci sangat berharga? Lalu kenapa tidak dikasihkan pada suamiku saja."
"Iya, kunci itu sangat berharga. Kamu simpan saja dulu. Suatu saat nanti akan mengerti, berguna dan paham. Suami kamu itu tidak bisa dipercaya. Walau dia di besarkan bersama ibu kandung tapi aku tahu persis sifatnya kayak gimana. Kalau diamanati sesuatu pasti bakalan melenceng, makanya itu kamu satu-satunya orang yang Papa percaya saat ini."
"Baik 'lah kalau begitu, Pa. Semoga aku benar-benar bisa memegang amanah ini.
"Hm, syukurlah kalau begitu. Aku jadi tenang jika sudah tidak ada didunia ini."
"Ah, Pa. Jangan katakan itu."
"Aku sudah tua dan bau tanah. Tidak bisa dipungkiri dan tidak tahu kapan ajal akan datang."
"Hm, benar juga katamu, Pa."
"Tetap jagalah cucuku baik-baik dan teruslah berhati-hati karena musuh bisa datang kapan saja," Peringatan beliau.
"Baiklah kalau begitu, Pa. Terima kasih Papa masih memberikan perhatian lebih dan kepercayaan padaku," Masih tak enak hati.
"Hm, sama-sama. Hal ini wajar karena memang aku banyak berhutang sama ayahmu."
Kami akhirnya menikmati teh berdua saja. Tatapan lurus melihat halaman yang dipenuhi tanaman bunga.
Akhirnya dengan terpaksa kunci itu kuambil, sebab kalaupun ditolak, pasti beliau akan tetap memaksa mengambilnya.
*****
Tanpa ada firasat apa-apa, tiba-tiba Papa mertua dibawa ke ruangan UGD efek kejang-kejang. Penyakit strok dan gula darahnya kumat, disaat sudah menggerogoti tubuh tua renta beliau.
"Dok, bagaimana keadaan suamiku sekarang?" tanya Mama mertua, yang melihat dokter sudah keluar dari ruang UGD.
"Maafkan kami, Buk. Suami ibu nyawanya sudah tak tertolong lagi, dan menghembuskan nafas terakhir pukul 15.00," terang dokter.
"Ah, tidak ... tidak, Dok. Ini tidak mungkin! Selamatkan suamiku," Mertua perempuan syok.
"Maafkan kami, Buk. Kami sudah berusaha semaksimal mungkin dan hanya ini saja yang mampu kami lakukan."
Tangisan mulai pecah. Ibu mertua mulai meronta-ronta seperti kesetanan akibat masih tidak terima suami meninggal.
Semua menganggukkan kepala tanda terima kasih. Keluarga sudah berkumpul semua ketika menunggui tadi dan kini saling menguatkan dengan berpelukan.
Diri ini begitu tak percaya, sebab baru tadi pagi kami berbincang-bincang, tapi sekarang beliau sudah meninggalkan dunia ini secara tiba-tiba. Aku begitu merasa sedih, karena hanya beliaulah yang paling menyayangiku, dari semua orang yang ada di keluarga suami.
"Apa yang harus kulakukan tanpa dirimu lagi, Pa? Hanya kamu 'lah yang selama ini terus membelaku. Apakah semua bakalan berantakan tanpa engkau disisi kamu lagi. Maafkan diriku jika punya salah padamu. Semoga kau ditempatkan disisiNya yang terbaik," rancau hati yang merasa takut.
Sekarang berdiri tegak sendirian. Orang yang selama ini membela sudah pergi duluan menghadap sang Ilahi. Bukanya senang, tapi malah ketakutan akut karena merasa banyak pasang mata mulai menatapku dengan aneh.
Mila gadis yang baik walaupun usianya masih muda tapi Mila belajar untuk menghargai dan menghormati suami belajar menjadi istri yang baik,tapi sayang karena hadirnya mantan suaminya Mila harus menelan kekecewaan karena ulah Ryan suaminya yang sedang bercumbu bersama mantannya, sungguh ironis sekali pasangan yang lagi hangatnya harus ada gangguan dari orang ketiga, semoga saja Mila bisa kuat menjalani kehidupannya kedepannya,dan tidak terganggu oleh kehadiran mantan Ryan,