Di dunia yang dikuasai oleh kultivasi dan roh pelindung, seorang putri lahir dengan kutukan mematikan—sentuhannya membawa kehancuran. Dibuang oleh keluarganya dan dikhianati tunangannya yang memilih saudara perempuannya, ia hidup dalam keterasingan, tanpa harapan.
Hingga suatu hari, ia bertemu dengan pria misterius yang tidak terpengaruh oleh kutukannya. Dengan bantuannya, ia mulai membangkitkan kekuatan sejatinya, menyempurnakan kultivasi yang selama ini terhalang, dan membangkitkan roh pelindungnya, **Serigala Bulan Biru**.
Namun, dunia tidak akan membiarkannya bangkit begitu saja. Penghinaan, kecemburuan, dan konspirasi semakin menjeratnya. Tunangan yang dulu membuangnya mulai menyesali keputusannya, sementara sekte-sekte kuat melihatnya sebagai ancaman.
Di tengah pengkhianatan dan perang antar kekuatan besar, hanya satu hal yang pasti: **Pria itu akan selalu berada di sisinya, bahkan jika ia harus menghancurkan dunia hanya untuknya**.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon `AzizahNur`, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 31 : Rahasia yang terbongkar
Laki-laki itu berhenti sejenak, seolah merasakan tatapan Xiaolin yang tertuju padanya. Dia menoleh perlahan, matanya yang tajam seperti bisa menembus setiap lapisan rahasia yang tersembunyi. Xiaolin, yang masih terkejut dengan kejadian sebelumnya, kini merasa ada sesuatu yang lebih mendalam yang diperhatikan oleh pria itu.
"Apa yang kau lihat?" tanya Xiaolin dengan sedikit gugup, meskipun dia berusaha menjaga ketenangannya. Pria itu menatapnya sejenak, lalu perlahan senyum tipis muncul di bibirnya.
"Roh pelindungmu," jawabnya dengan suara rendah namun penuh keyakinan. "Atau lebih tepatnya, kekosongan yang ada di dalam dirimu."
Xiaolin tersentak. Ia merasa seperti ada yang terbaca dalam dirinya, meskipun tak ada satu kata pun yang keluar dari mulutnya. "Kekosongan?" Xiaolin mengulang dengan ragu.
Pria itu mengangguk. "Ya, kau tidak bisa mengeluarkan roh pelindung, atau bahkan spiritual mu sendiri. Tapi lebih dari itu... aku bisa merasakan sesuatu yang lain. Sebuah kutukan, bukan?"
Xiaolin terdiam. Hatinya berdebar kencang. Sepertinya pria itu tahu lebih banyak daripada yang seharusnya, dan bahkan lebih mengerikan, dia tahu tentang kutukan yang selama ini menjadi bagian dari dirinya.
"Apa yang kau tahu?" tanya Xiaolin dengan suara bergetar, meskipun ia berusaha keras menahan ketakutannya.
Pria itu mengamati Xiaolin dalam diam, lalu berjalan mendekat. "Kutukan yang membuatmu begitu rentan, sehingga semua rahasia yang ada dalam dirimu bisa terbongkar dalam waktu yang sangat singkat. Tak ada tempat untuk bersembunyi, tak ada cara untuk menyembunyikan apa pun. Kau merasa seperti setiap langkahmu selalu diawasi, bukan?"
Xiaolin merasakan keringat dingin menetes di pelipisnya. Itu benar. Kutukan yang menghantuinya membuatnya sangat rentan. Tidak hanya secara fisik, tetapi juga secara spiritual. Dan sekarang, pria ini seolah bisa merasakannya—seperti dia melihat ke dalam jiwa Xiaolin yang penuh dengan keraguan dan ketakutan.
"Bagaimana kau tahu itu?" Xiaolin bertanya, suaranya lebih lemah dari sebelumnya.
Pria itu tersenyum sedikit, tetapi kali ini senyumnya tidak sepenuhnya mengandung kebaikan. "Ada banyak hal yang aku pelajari selama bertahun-tahun berkelana," jawabnya. "Dan kutukanmu bukanlah sesuatu yang baru bagiku. Ada banyak jiwa yang terluka di dunia ini, dan kutukan mu adalah salah satu dari mereka."
Xiaolin merasa ada yang ganjil dalam kata-kata pria itu. "Jadi, kau tahu bagaimana cara menghilangkan kutukan itu?" tanyanya dengan harapan yang mulai menyala.
Pria itu menghela napas, seolah-olah dia sudah tahu pertanyaan itu akan datang. "Aku tidak bisa menghilangkan kutukan itu," jawabnya dengan tegas. "Karena kutukan itu bukan hanya sesuatu yang bisa dibuang begitu saja. Itu sudah terpatri dalam dirimu, bagian dari nasib yang harus kau hadapi."
Xiaolin merasa sedikit terjatuh oleh jawabannya. Apakah dia akan selamanya terjebak dalam kutukan itu? Apakah tak ada cara untuk melarikan diri?
Namun, pria itu melanjutkan. "Tapi, kutukan itu juga bukan akhir dari segalanya. Jika kau tahu cara menghadapinya, mungkin kutukan itu bisa menjadi kekuatanmu, bukan kelemahanmu."
Xiaolin menatap pria itu, kebingungannya semakin dalam. "Kekuatanku? Bagaimana mungkin sesuatu yang membuatku begitu rapuh bisa menjadi kekuatan?"
Pria itu mengangkat bahu dengan santai. "Setiap orang memiliki jalan mereka sendiri untuk menemukan kekuatan. Dan kadang, hal-hal yang paling kita takuti adalah kunci untuk membuka potensi terbesar dalam diri kita."
Xiaolin terdiam. Kata-kata pria itu mulai menyusup ke dalam pikirannya. Benarkah begitu? Apakah kutukan ini, yang selama ini membuatnya merasa lemah dan terpuruk, justru bisa menjadi sumber kekuatannya?
Namun, sebelum Xiaolin bisa melanjutkan pemikirannya lebih jauh, pria itu mulai melangkah mundur, memberi jarak antara mereka. "Aku tidak akan mengajari kau segalanya," katanya dengan suara yang lebih lembut namun penuh makna. "Namun, aku akan memberitahumu satu hal—jalanmu belum selesai. Dan terkadang, untuk memahami siapa dirimu, kau harus melewati jalan yang penuh dengan cobaan dan pengorbanan."
Xiaolin mengangguk pelan, meskipun masih banyak pertanyaan yang tersisa dalam pikirannya. "Terima kasih," ucapnya akhirnya, walaupun dia tidak tahu apakah ucapan itu cukup untuk menggambarkan apa yang dirasakannya.
Pria itu hanya mengangguk, sebelum berbalik dan berjalan menjauh, kembali ke dalam kegelapan hutan yang menunggu. Xiaolin berdiri di sana, menatap punggung pria itu yang perlahan menghilang, perasaan campur aduk memenuhi hatinya. Ada sesuatu tentang pria itu—sesuatu yang sangat menarik, tetapi juga sangat misterius.
Dengan hati yang penuh pertanyaan, Xiaolin melanjutkan perjalanannya menuju desa, namun kali ini dia membawa lebih banyak pemikiran dalam dirinya. Apa yang akan dia lakukan dengan kutukan ini? Apa yang dia harapkan bisa ditemukan di jalan yang penuh misteri ini?
Semuanya masih terasa kabur, tetapi satu hal yang pasti—perjalanan Xiaolin baru saja dimulai.