Haii…
Jadi gini ya, gue tuh gay. Dari lahir. Udah bawaan orok, gitu lho. Tapi tenang, ini bukan drama sinetron yang harus disembuhin segala macem.
Soalnya menurut Mama gue—yang jujur aja lebih shining daripada lampu LED 12 watt—gue ini normal. Yup, normal kaya orang lainnya. Katanya, jadi gay itu bukan penyakit, bukan kutukan, bukan pula karma gara-gara lupa buang sampah pada tempatnya.
Mama bilang, gue itu istimewa. Bukan aneh. Bukan error sistem. Tapi emang beda aja. Beda yang bukan buat dihakimi, tapi buat dirayain.
So… yaudah. Inilah gue. Yang suka cowok. Yang suka ketawa ngakak pas nonton stand-up. Yang kadang galau, tapi juga bisa sayang sepenuh hati. Gue emang beda, tapi bukan salah.
Karena beda itu bukan dosa. Beda itu warna. Dan gue? Gue pelangi di langit hidup gue sendiri.
Kalau lo ngerasa kayak gue juga, peluk jauh dari gue. Lo gak sendirian. Dan yang pasti, lo gak salah.
Lo cuma... istimewa.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Zoe.vyhxx, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
bukan dia
“Hit. Lo pernah suka sama orang gak?” Tanya kian penasaran.
Entah kenapa ia ingin menanyakan dan berkonsultasi dengan teman sebangkunya.
“ mmm.. pernah. Kenapa ?” Hanya pertanyaan yang terlontar dari beberapa kata, rohit paham kalau kian sedang ingin mensejajarkan antara kebimbangan dan keraguan hatinya.
Mungkin saja, kian ingin memastikan dan memantapkan langkah selanjutnya yang akan ia ambil.
“ lo tau kan. Kalo gue kecintaan banget sama om jeevan. Tapi gue bingung gimana caranya.”
“ cara? “ . Dahi rohit mengernyit. “ cara buat apa ki?”
Kian mengendikkan bahunya.” Semuanya. Cara ngeluluhin hatinya om jeevan, cara biar om jeevan tahu kalau gue beneran suka, cara deketin dia, ya pokoknya semuanya” .
Sambil memangku tangan. Rohit menatap aneh ke kian “ lo ada yang suka aja lo gapeka. Gimana cara gue ngasih taunya .”
Rohit memejamkan matanya dan mengatur nafas teratur. Seperti biasa. Dijam kosong berada disitu ada rohit dan kian yang berbuat seenaknya. Salah satunya adalah tidur.
Bagi kian. Nikmat hidup di dunia untuk tahta teratas adalah tidur. Selain itu ada makan, main game, and repeat.
“ apa gue ke kantornya om jeevan aja ya. Atau Kali kali bawain bekal . Siapa tau keliatan istriable gitu” guman kian. Menurutnya, jika tidak ada pergerakan dari sang lawan. Maka kian yang akan menerobos peperangan.
Rohit yang samar mendengar ocehan kian hanya terdiam. Ya kali beneran! . Pikirnya.
Sambil meregangkan kedua tangan. Ia mencoba mengoyangkan kedua kakinya .
“ hit .. hit. Semut hit” senggol kian.
“ hiittt.. kaki gue kesemutan. Tolongin”
Rohit yang pura pura tertidur kembali berpura pura membuka mata sayu bak sang penyelamat dari temannya yang sedang kesemutan.
“ tinggal gini.. nih liat gue. Tangan lo pukul ke paha 2 kali. Habis itu goyangin dikit kaki lo terus hentakin ke lantai. Kalo masih belum ilang ulang 3 kali“
Sesuai instruksi kian. Kakinya dihentakkan agak keras sampai rasa kesemutan hilang. “ pijitin bentar dong hit. Kaku nih”
Rohit memundurkan badannya “ ogah. Minta pijet sama burhan noh.” Sambil menunjuk burhan yang sedang menghapus beberapa coretan di papan tulis.
.
.
......................
.
“ selamat siang bu anvita “ sapa asisten jeevan yang baru saja datang ke rumah kian .
Anvita yang barusaja selesai memasukkan beberapa baju dan kaos kedalam mesin cuci sedikit melongok kearah pintu luar. “ iyaaa. Bentar ya.. baru muterin mesin cuci . Duduk dulu”
Dengan langkah tergopoh. Anvita segera mengambil sapu yang masih bertengger di ruang tamu. “ ada apa ya mbak?”
“ maaf mengganggu ya bu. Saya bian. Asisten sekaligus sekretaris pak jeevan. Ini benar rumahnya kian?” Bian memastikan.
“ iya betul. “
Bian memberikan beberapa surat asuransi dan beberapa cek sesuai amanat jeevan.
Dengan tampang bingung. Anvita segera keluar mencari keberadaan intan yang waktu itu tengah menyiram pelataran rumah. “ sebentar mbak”
Lambaian tangan bu anvita itu langsung mendapat sinyal tanpa suara ke arah bu intan.
Ia segera mematikan kran air dan bergegas ke rumah tetangganya melalui pagar samping.
“ ada apa bu vita?” Tanyanya penasaran.
“ saya agak gak ngerti sama tamu saya bu intan. Bantuin ya”
Intan segera mengiyakan dan ikut masuk mengekor dibelakang anvita yang lebih dulu masuk kedalam.
“ maaf mbak bian. Saya bawa tetangga. Soalnya saya gak terlalu ngerti” ucap anvita polos.
Intan yang melihat gelagat aneh dari tamu anvita kali ini merasa timmingnya mengatakan hal buruk.
“ bisa saya cek dulu mbak suratnya?” Pinta bu intan.
“ apakah dengan membawa temannya akan mengerti ?. Atau lebih baik saya yang jelasin saja..Bagaimana ?”
Mata intan tidak pernah salah dengan apa yang tengah ia lihat. Seakan orang yang sedang dihadapannya ini meremehkan keahliannya. Segitunya ya orang kaya itu?
“ mbak jangan ngremehin saya ya. Saya gini gini dulu juga lulusan advokasi hukum. Cuma gakuat bayar orang dalem aja buat jadi hakim” omel intan
Bian yang awalnya ingin segera menyelesaikan masalah panjang ini dan segera balik kekantor kehalang dengan intan yang super duper menyebalkan. Baginya, sebuah hal bodoh kalau mereka sampai seperti ini saja tidak mengerti perihal uang kompensasi. Dasar orang komplek pojok!
Bian menyerahkan beberapa surat dan cek tertera sejumlah uang untuk dicairkan. “ paham kan bu?”
Intan mengangguk paham. “ jadi gini bu vita. Si mbaknya ini yang ngurusin uang kompensasi atas kecelakaan kian kemarin itu lho. “
Kemudian ia membuka lagi dilembaran berikutnya” dengan syarat tidak melaporkan kepolisi atau pihak berwajib. Terus ini pak jeevan ngasih duit ke kian sebagai ganti rugi atau apalah itu buat berobat sebesar ini” tunjuk intan.
“ 60 juta?” Mata anvita terbelalak kaget.
Kok malah jadi begini, menurutnya, jeevan tidak akan mempermasalahkan hal seperti ini. Bukan masalah anvita tidak mau menerima uang atau apapun. Cukup jeevan bertanggung jawab ke anaknya pun sudah ia anggap lunas.
“ saya gak bisa terima surat rembel tembel ginian mbak” kata anvita sambil menatap bian.
“ kok gitu bu. Bos saya udah keluar cukup banyak uang dan waktu lho hanya untuk nemenin anak ibu berobat dan lain sebagainya. “ tuturnya dengan nada sedikit ngegas. “ dan ini uang pinalti dari bos saya untuk pengobatan selanjutnya “
“ anak saya udah sembuh. Kian udah sekolah. Uang ini saya gamau terima karena bagi saya uang ini juga ga berguna. “
“ jangan bercada deh bu. Nanti minta ganti rugi lagi ke perusahaan kayak orang orang” ejek bian dengan raut muka merendahkan.
Anvita sedikit kesal dengan nada seorang sekretaris perusahaan besar seperti itu. Menurutnya, walaupun ia kerja dengan gaji pas -pasan. Selama itu bisa memenuhi kebutuhan sehari-hari dengan sang anak. Baginya itu sudah cukup. Uang tambahan seperti itu hanya sangkalan untuk bom yang masih dijinakkan.
“ ibu gatau ya. Anak ibu gangguin bos saya terus. “
“ loh. Itu masalah pribadi mbak. Jangan dicampurin disini dong.” Sahut intan
Intan tahu bukan tempatnya ia banyak omong. Tapi kalau sudah keterlaluan dan bersifat merendahkan. Ia sungguh tidak suka. “ coba kasih saya nomernya bos mbak. Biar saya yang ngomong sendiri. Eh mbak. Bukannya perusahaan harusnya seneng ya. Uangnya ga diterima. Kan nanti balik ke uang perusahaan. “
“ masa gitu aja ga ngerti. Kalah sama ibu ibu dasteran sambil bawa centong plastik.” Ejek intan membalas.
Sambil merapikan berkas yang berserakan. Bian mengutarakan isi hatinya “ yaudah kalo gadiambil . Intinya saya udah ngasih surat , ngasih penawaran yang bagus buat anak ibu dan juga ibu anvita sendiri. Kalau ga diterimaa berarti itu kemalangan ibu sendiri yang ngambil keputusan itu. Saya permisi”
Intan dan anvita yang kesal saling melirik satu sama lain. “ heh mbak. Bolpen jutaanmu ketinggalan nih” intan dengan sengaja melemparkan pena bian sampai jatuh tepat dibawah mobilnya.
.
.
......................
.
.
Pulang sekolah seperti biasa kian dibonceng oleh rohit menggunakan sepeda rohit yang orang bilang paus darat yang sudah dimodifikasi.
Kian yang awalnya hanya fokus kejalan tiba tiba menoleh dengan gesit mobil yang melaluinya begitu saja” kayaknya kenal mobilnya”
Dengan cermat ia ingat mobil terakhir om gantengnya mengantarkan untuk cek rutin.
“ G H 4 V 4 “
“ benerkan!!! Hit. Ikutin mobil itu hit. Buruan!!”
Rohit yang ngalamun segera mengembalikan arwahnya kembali kedalam tubuh. “ siapa yang mau lo ikutin ?”
Dengan mantap ia menjawab “ calon suami gue”
“ yailah ni anak” batin rohit. Tanpa sengaja rohit melihat orang yang ada didalamnya. Hanya 1 perempuan yang asing baginya dan 1 orang sopir pribadi yang biasanya ia lihat waktu jeevan mengantarkan kian untuk pertama kalinya.
Dengan penuh kesadaran rohit mengikuti mobil yang berlalu dengan kecepatan tinggi.
“ depan ada lampu merah. Pelan pelan aja” kata kian sambil menepuk pundak rohit.
Tok tok tok….
“ om ganteng”
...Sreekk.. ...
Kaca mobil tiba tiba turun dan mendapati bian dan darel . “ tadi emaknya sekarang anaknya. Astagaa . Pusing gue .” Batin bian menatap tajam kearah kian.
“ loh. Bukan om ganteng” katanya.
“ kenapa ya?” Tanya bian sedikit sensi.
Dengan sedikit keberanian kian ingin mencoba mengikuti rasa penasarannya “ anu.. ini mobil om ganteng kan?”
“ maksud kamu pak jeevan ?” Jelas darell
“ iya. Itu”
“ beliau gaada ki. Lagi rapat di korea selama 4 hari”
“ wahh.. rapat diluar negri ya om”
“ pulangnya kapan ya om?”
“ kalau ga diperpanjang mungkin minggu depan udah balik.”
“ om. Kasih tahu alamat rumahnya om ganteng dong. Mau kasih oleh oleh nih”
“ kan yang keluar negri om jeevan ki. Ngapain lo yang ribet? “ kata rohit menyela
“ udah diem aja. Jangan rese ah “
“ kalo alamat rumah gabisa ki. Soalnya privasi. Kalau perusahaan cari diinternet banyak kok”
“ dasar. Ibu anak sama aja. Ga ngerti bahasa manusia” lirih bian tajam.
Rohit yang hanya menjadi pendengar mulai risih karena terik matahari semakin panas“ Kok gitu ngomongnya? “
Rohit menatap bian tak suka. Dari tatapan matanya rohit tahu kalau bian seakan mengatakan “ pergi jauh jauh dari bos gue deh. Dasar kutil pengganggu”
“ udah ki. Cepet naik. Keburu hijau lampunya. “
Kian yang masih terpaku dengan omongan bian sama sekali tak mendengarkan suara rohit. “ maksudnya mama saya ?” Tanya kian meminta penjelasan.
Darell yang melirik wajah bian beralih ke kian merasa bersalah. “ bukan gitu ki. Udah kamu pulang aja dulu. Baru pulang sekolah kan?”
Rohit yang tak sabar segera meneriaki kian.
“ jangan deketin bos saya terus. Dia risih sama kamu” kata bian
Sambil menyenggol lengan bian. Darel sedikit menekan nada suaranya “ bian. Udah. Dia mau nangis. Lo ga liat?”
“ gue kesel aja rell sama orang yang sok kecentilan. Males. Kek jijik aja liatnya. “
...Degh!!! ...
Kian mematung . Ia terkejut . Apa yang menjadi permasalahan sekarang? Apa yang seorang perempuan yang ada dihadapannya ini coba katakan?
“Kiaann!!! Gue hitung sampai 3 lo ga kesini gue tinggal!!”
Siall!!! Kian mode diam mematung alias ngefrezz. Diposisi seperti ini, Biasanya orang mencoba memahami dan mengerti apa yang orang lain katakan terhadap dirinya. Perlu beberapa waktu untuk kian mencoba mencerna apa yang mereka katakan.
“ sorry. Om ganteng risih sama kian? Kok gabilang langsung ke kian?” Tanyanya lagi.
“ astaga. Jadi beneran. Lo ga ngerti bahasa manusia?” Bian tersulut.
Lampu merah dalam hitungan mundur tersisa 25 detik untuk berpindah ke hijau. Dengan cepat rohit menarik kian dan mendudukan dikursi penumpang.
“ eh mbak. Kalau gabisa ngomong baik baik. Mendingan gausah ngomong. “ sungut rohit. Kemudian ia berbalik. “ rapihin dulu tuh maskara. Luntur kayak kunti. Oh iya. Giginya disikat dulu. Ada cabenya” tampar rohit tanpa menyentuh fisik bian.
Namun untuk perempuan yang memiliki rasa fashionista tinggi seperti dirinya. Tanpa berucap itu sudah menjadi tamparan keras untuk harga dirinya.
Bisa dibilang. Pembullyan yang ngena.
.
.
.
...****************...