Setelah kepergian istrinya, Hanan Ramahendra menjadi pribadi yang tertutup dan dingin. Hidupnya hanya tentang dirinya dan putrinya. Hingga suatu ketika terusik dengan keberadaan seorang Naima Nahla, pribadi yang begitu sederhana, mampu menggetarkan hatinya hingga kembali terucap kata cinta.
"Berapa uang yang harus aku bayar untuk mengganti waktumu?" Hanan Ramahendra.
"Maaf, ini bukan soal uang, tapi bentuk tanggung jawab, saya tidak bisa." Naima Nahla
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Asri Faris, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 16
Suasana di rumah Pak Hanan cukup ramai karena siang ini kedatangan saudaranya dari luar kota. Hanan meminta waktu kakak satu-satunya untuk datang menemani acara lamaran kali ini.
"Selamat datang Kak, Mas Abi!" sapa Hanan lega dan bahagia mendapati kakak dan suaminya sampai di kediamannya.
Suara salam menggema ke seluruh ruangan. Pria tiga pulih lima tahun itu mencium takzim tangannya, lalu memeluk kakaknya dengan sayang.
"Terima kasih Kak, sudah datang, Ruby nggak ikut?" tanya Hanan mencari-cari keponakannya itu.
"Sudah berangkat kemarin dia, padahal lagi libur, besok saja pas acara nikahan kamu," jawab Ajeng sembari menaruh oleh-oleh di tangannya.
"Sudah beli cincin dan barang lainnya?" tanya Ajeng memastikan.
"Sudah, pesan dari kemarin sih, alhamdulillah semua sudah beres."
"Selamat Om, akhirnya otw nikah juga, Banyu pikir mau keduluan Banyu ini. Hehehe." Kecil-kecil pandai berseloroh juga.
"Wah ... jangan dong, masak kamu duluan, kasihan nanti Om keburu tua."
"Budhe ...!" seru Icha kegirangan mendapati Budhe Ajeng dan keluarganya menyambangi rumahnya.
"Hallo sayang, Icha cantik sekali, udah siap nih kayaknya jemput mama baru ke sini." Gadis kecil itu langsung berhambur ke pelukan budhenya.
"Iya dong, Miss Nahla sebentar lagi mau dibawa papa ke sini, hihihi." Gadis kecil itu terlihat bahagia. Icha adalah alasan utama pria itu begitu tenang dan siap sekali memilih Nahla. Selain dia menerima dirinya, Nahla juga sangat dekat dengan Icha dan juga menyayanginya. Hal yang Hanan tunggu dari semenjak awal, ketika dekat dengan seseorang, harus juga menyukai anaknya, karena mereka satu paket dan tidak bisa dipisahkan.
Ajeng selaku kakak juga sering sekali menasihati itu. Mungkin bagi Hanan akan sangat mudah menunjuk perempuan mana pun yang ia mau untuk menjadi pendamping hidupnya. Namun, mencari sosok perempuan yang juga menyayangi Icha itu yang justru menjadi pertimbangan utama.
"Nanti ini yang datang siapa aja Han?" tanya Ajeng sembari memperhatikan seserahan yang berjejer rapih siap diterbangkan.
"Kita, sama beberapa orang aku Kak, ada satu teman aku dan keluarga dari almarhum papa."
"Ya bagus dikabari, jadi nanti bisa menyaksikan kamu bahagia," ujar Ajeng merasa lega. Mengingat dirinya jauh jadi tidak bisa langsung datang sat set datang begitu saja. Beruntung Mas Abi ada waktunya, jadi pas banget bisa menemaninya.
"Iya Kak, harus, tapi kali ini yang kebetulan dekat aja, mungkin nanti pas nikah baru aku undang semuanya," ujar Hanan sesuai rencana.
Suasana makin sore makin deh degan. Tak jauh berbeda dengan rumah Hanan yang ramai menyiapkan seserahan. Di kediaman Pak Subagio juga nampak ramai saudara dekat Nahla pada berkumpul di rumah. Paman, Bibi, Budhe, Pakdhe, yang kebetulan rumahnya dekat Bu Kokom kabari. Selain bantu-bantu di dapur, sudah menjadi tradisi keluarga ngumpul bersama jika tengah menggelar acara.
Nahla sendiri tengah sibuk dirias. Perempuan itu tampil anggun dengan kebaya brokat berwarna pink salem pemberian Hanan couple dengan batik yang dikenakan ayah Icha. Sore itu sudah sama-sama siap dengan beberapa orang yang mendampingi.
"Duh ... kok deg degan ya," batin Nahla begitu mendengar deru mesin mobil memasuki halaman rumahnya. Diikuti suara salam bersautan dari beberapa orang memasuki ruangan.
Keluarga Pak Subagio sendiri sudah menunggu dengan beberapa orang di ruang tamu. Menyambut tamu mereka dengan suka cita. Terlihat Icha yang masuk ke kediaman itu langsung mencari-cari sosok yang akan menjadi calon ibunya.
"Pa, Miss Nahla mana? Kok nggak ada?" bisik bocah kecil itu celingukan.
"Ada sayang, ada di dalam, Icha duduk manis, acara akan dimulai," ujarnya serius.
Perwakilan dari Hanan dibawakan secara khusus yang dituakan sekaligus menyampaikan maksud dan kedatangannya berkunjung, yaitu Pak Abimanyu Prayogo selaku kakak ipar Hanan sendiri. Niat baik itu disampaikan di depan keluarga besar calon mempelai putri dan keluarga.
Disambut baik oleh pihak keluarga Pak Subagio dan keluarga besar. Mendatangkan Nahla langsung yang keluar dengan riasannya yang begitu anggun. Gadis yang hampir dua puluh empat tahun itu terlihat mengangguk sopan dan menyalami bergilir tamu perempuan yang sore itu datang menemani calon suaminya.
Sejenak Hanan berbisik pada Mas Abi, pria itu menginginkan acara lamaran ini sekaligus menikah secara agama terlebih dahulu sebelum sampai di tanggal resepsi pernikahan yang akan ditentukan hari itu juga.
"Bagaimana Pak, biar mantep dan terhindar dari dosa tentunya jika nanti ada rangkaian acara bareng mempersiapkan acara pernikahan," todong Pak Abi meminta langsung pada pihak keluarga Nahla, terkhusus Pak Subagio sebagai ayah dan wali.
"Iya, lebih baik begitu," jawabnya yakin. Jadi petang itu tidak hanya berlangsung lamaran dan tunangan, tetapi langsung disahkan secara agama, atau ijab qobul dulu sebelum resepsi nanti secara agama dan negara.
Hal yang tak terduga tentunya untuk Nahla, dia sedikit shock, tetapi gadis cantik berbalut hijab pink itu tidak bisa menolak sama sekali, ketika ayahnya pun mengiyakan dengan senang hati.
Malam itu, disaksikan oleh Nahla sendiri yang duduk tak jauh dari tempat itu, Bapak menjabat tangan Mas Hanan. Saat itulah segepok hati yang terdalam bergetar memohon doa kebaikan untuk statusnya yang telah berubah malam itu jug seiring kata SAH dari orang-orang yang hadir.
"Ya ampun ... gue beneran udah nggak lajang lagi, nyata yang seperti mimpi." Nahla masih serasa tak percaya.
Acara resepsi pernikahan mereka akan digelar sekitar dua minggu lagi sebelum bulan ramadhan.