NovelToon NovelToon
Ibu Kos Ku

Ibu Kos Ku

Status: sedang berlangsung
Genre:Berondong / Lari Saat Hamil / Dikelilingi wanita cantik / Kehidupan Manis Setelah Patah Hati / Diam-Diam Cinta
Popularitas:4.3k
Nilai: 5
Nama Author: Aak ganz

roni, seorang pemuda tampan dari desa terpencil memutuskan untuk merantau ke kota besar demi melanjutkan pendidikannya.

dengan semangat dan tekat yang kuat iya menjelajahi kota yang sama sekali asing baginya untuk mencari tempat tinggal yang sesuai. setelah berbagai usaha dia menemukan sebuah kos sederhana yang di kelola oleh seorang janda muda.

sang pemilik kos seorang wanita penuh pesona dengan keanggunan yang memancar, dia mulai tertarik terhadap roni dari pesona dan keramahan alaminya, kehidupan di kos itupun lebih dari sekedar rutinitas, ketika hubungan mereka perlahan berkembang di luar batasan antara pemilik dan penyewa.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Aak ganz, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

21

Keesokan harya, Miya dengan perasaan campur aduk berjalan menuju kelas. Dia berpikir untuk menemui Roni dan meminta penjelasan terkait gadis bernama Ayu di kampungnya. Dengan langkah lunglai, dia berjalan menuju kelas, mengira kalau Roni ada di sana, karena dia belum mengetahui kabar bahwa Roni saat ini koma di rumah sakit.

Sesampainya di kelas, orang pertama yang dia cari adalah Roni, tapi dia sama sekali tidak melihatnya di sana.

"Apakah dia belum datang? Bukankah hari ini ada kelas penting, harusnya dia tidak terlambat," gumam Miya sambil duduk di mejanya, tepat di samping meja yang biasa ditempati Roni.

Waktu demi waktu berlalu, hingga jam pelajaran selesai, tetapi Roni tetap tidak muncul. "Seriusan dia tidak masuk hari ini? Padahal aku butuh penjelasan darinya," kesalnya sambil bangkit hendak keluar dari kelas karena kelas sudah selesai.

Dia memilih duduk di taman. Terasa sepi sekali, seperti saat dia belum mengenal Roni, karena baru hari ini dia sendirian tanpa Roni yang selalu menemaninya di kampus.

"Apa sesuatu terjadi semalam? Tapi aku dengar dia memenangkan pertarungan, kenapa hari ini dia bolos?" pikirnya.

Karena tidak tahan lagi, dia pun memutuskan untuk bolos mata pelajaran selanjutnya dan berniat menemui Roni di kosnya. Namun, sesampainya di sana, dia melihat kos Roni terkunci.

"Ke mana dia sebenarnya?" ucapnya, mulai panik karena berpikir kalau Roni sudah pulang ke kampungnya.

"Astaga, jangan-jangan dia balik kampung," katanya dengan wajah lesu, duduk di kursi depan kos Roni.

"Hai, Mbak. Yang waktu itu, kan? Siapa namanya ya, lupa?" tiba-tiba Bayu menghampiri Miya karena melihatnya duduk di depan kamar kos Roni saat dia keluar dari kamarnya.

"Ya... kamu teman Roni, kan? Oya, apa kamu tahu Roni di mana? Tadi dia juga tidak masuk kampus," tanya Miya kepada Bayu.

"Roni... ee... saya nggak tahu, Mbak. Biasanya sih kalau ada jam kuliah dia nggak pernah bolos, atau mungkin ada sesuatu deh," kata Bayu, yang juga belum mengetahui kabar tentang Roni.

"Apa jangan-jangan dia pulang kampung? Tapi kenapa tidak memberitahuku?" ucap Miya mulai sedih dan kecewa. Dia mengira Roni melupakannya dan pergi tanpa pamit kepadanya.

"Tidak mungkin, Mbak. Roni tuh pasti ngasih kabar kalau pulang kampung. Setahu aku sih dia akan pulang akhir musim, dan ini masih lama, Mbak. Apa Anda sudah mencarinya di tempat kerja?" tanya Bayu.

"Sudah, tadi aku menelpon orang sana, tapi tidak ada yang melihat Roni," kata Miya.

"Wah, ada apa nih? Bayu, dia pacar kamu ya? Cantik sekali," ujar seorang penghuni kos yang kebetulan lewat, menyapa Bayu dan mengira Miya pacarnya Bayu.

"Bukan-bukan, dia teman Roni. Dia datang ke sini mencari Roni, kau jangan salah paham, lah," kata Bayu menepis perkataan orang itu.

"Roni... jadi kalian tidak tahu semalam Roni dibawa ke rumah sakit? Entah bagaimana keadaannya sekarang, saya tidak tahu. Kalian coba saja ke sana," ucap orang itu. Dia tahu kejadian ini karena semalam melihat Mbak Maya meminta tolong setelah melihat Roni terkapar di depan gerbang.

"Apa? Di rumah sakit? Kamu serius?" kata Bayu, tidak percaya. Sebab semalam Roni baik-baik saja saat memenangkan pertarungan.

Sementara itu, Miya yang mendengar kabar itu segera pergi ke rumah sakit dengan wajah panik dan khawatir.

"Tunggu, Mbak. Mbak mau ke rumah sakit, kan? Saya boleh ikut nggak? Saya juga ingin tahu kondisinya," ujar Bayu ingin ikut bersama Miya ke rumah sakit.

"Iya," kata Miya, dan mereka pun pergi bersama.

"Kamu serius semalam Roni baik-baik saja? Lalu kenapa dia sampai dibawa ke rumah sakit?" tanya Miya kepada Bayu, yang memang ada di sana semalam.

"Ya, Mbak, saya benar. Roni baik-baik saja. Walaupun dia sempat terpojok dan dipukuli, dia tidak terlihat letih atau kesakitan. Justru dia masih segar," jawab Bayu menjelaskan apa yang dia ketahui tentang Roni semalam.

"Aku sudah bilang sama dia untuk tidak mengikuti permainan konyol itu. Harusnya aku tidak membiarkannya ikut. Ini gara-gara si berengsek itu!" ujar Miya, sambil menjalankan mobilnya begitu kencang hingga menerobos beberapa lampu merah.

"Mbak... pelan-pelan, Mbak. Kalau begini kita nggak sampai-sampai," kata Bayu dengan suara panik, berpegangan erat pada kursi penumpang.

Sementara itu, di kamar rumah sakit yang sepi dengan bau obat-obatan, Roni terbaring tidak berdaya di atas ranjangnya. Hanya terdengar suara mesin monitor yang terus berbunyi tit...tit....

Mbak Maya masih menggenggam tangan Roni, berharap Roni segera sadar. Sejak semalam, Mbak Maya sama sekali tidak keluar dari kamar. Dia terus menjaga Roni, menunggu saat-saat Roni membuka matanya.

Tiba-tiba suara pintu kamar terbuka, membuat Mbak Maya menoleh. Dia melihat dua pemuda masuk, yaitu Bayu dan Miya, yang mendapatkan informasi letak kamar tempat Roni dirawat.

"Kalian tidak tahu ini kamar darurat? Main menyelonong saja! Cepat keluar!" kata Mbak Maya, mengusir mereka. Tetapi Miya sama sekali tidak bergerak, matanya tertuju ke arah Roni yang berbaring lemah di sana.

Seketika hatinya hancur. Orang yang selalu ceria, yang selalu dia paksa menemaninya jalan-jalan, kini berbaring lemah tak berdaya.

"Maaf, Mbak, tapi kami ingin tahu bagaimana kondisi Roni. Kami sama sekali tidak tahu apa yang terjadi dengannya," kata Bayu.

"Ayo keluar dulu. Tidak boleh berisik di dalam," ajak Mbak Maya sambil menarik tangan mereka berdua keluar.

Setelah menutup kembali pintu kamar tempat Roni dirawat, Mbak Maya menatap ke arah Miya. Dia bertanya-tanya siapa perempuan di depannya ini. "Apakah dia perempuan waktu itu?" gumamnya.

"Ayo, Mbak, beri tahu kami, ada apa dengan Roni?" tanya Bayu tidak sabar.

"Kalian tenang dulu, ya. Roni baik-baik saja. Dia hanya mengalami koma. Sesuatu yang berbahaya merusak organ tubuhnya, tapi sudah ditangani dokter. Jadi kita hanya menunggu kapan dia sadar saja," ujar Mbak Maya menjelaskan.

"Kamu bilang tenang, mana bisa saya tenang melihat dia seperti itu! Awas, saya mau melihatnya!" kata Miya, hendak masuk kembali ke dalam. Namun, tangannya ditarik oleh Mbak Maya yang tidak membiarkannya masuk.

"Jangan halangi saya! Dia kekasih saya, jadi saya berhak melihatnya," ucap Miya sambil melepaskan tangan Mbak Maya yang menahannya.

"Oh, jadi benar kamu wanita itu? Dengar ya, semenjak kenal kamu, Roni jadi sering keluar malam. Dulu dia tidak pernah seperti ini, dan sekarang..."

"Dan sekarang apa, hah? Apa masalahmu dengan saya? Memangnya kamu siapa? Lepaskan saya! Saya mau melihat pacar saya!"

"Eh, eh... sebentar. Kok jadi ribut sih? Ini rumah sakit, loh! Malu dilihat orang. Sekarang gini saja, gantian masuk ke dalam, bagaimana?" kata Bayu memisahkan mereka yang terlihat saling tarik.

Miya saat itu juga menarik tangannya dan masuk ke dalam. Mbak Maya dibuat kesal olehnya. Dia tidak suka dengan wanita keras kepala seperti Miya.

"Mbak, sudah ya, tenang dulu. Kasihan Roni, dia sedang sakit, kalian malah ribut," ucap Bayu mencoba menenangkan Mbak Maya yang wajahnya memerah karena kesal dengan tingkah Miya tadi.

"Diam kamu! Kamu tidak tahu apa-apa!" kata Mbak Maya dengan nada kesal.

"Walah, malah saya yang dimarahi. Eh, atau jangan-jangan Mbak... sedang cemburu, ya?" kata Bayu sambil menunjuk wajah Mbak Maya.

"Saya bilang diam! Lagipula, kenapa kamu malah mengajak wanita itu? Bikin ribut saja," ucap Mbak Maya.

"Tanpa saya ajak dia juga pasti datang sendiri, kok. Lagi pula tidak masalah kalau dia datang, asalkan kalian jangan ribut seperti tadi. Aduh, kayak anak kecil saja," ucap Bayu, membuat Mbak Maya melototinya. Bayu hanya bisa menundukkan kepala.

Di dalam kamar, Miya mulai menangis sambil memanggil nama Roni, berharap Roni mendengarnya.

"Roni... maafkan aku. Harusnya aku datang semalam menemanimu. Kamu mungkin tidak seperti ini. Kenapa kamu sampai lengah, sih? Kamu bilang kamu akan tetap baik-baik saja saat aku melarangmu datang ke sana, tapi sekarang kamu seperti ini, Roni... hik hik..." Miya terus menangis terisak sambil menggenggam tangan Roni yang terasa sedikit hangat.

"Mbak, tadi Mbak bilang Roni keracunan, ya? Jangan-jangan dia keracunan dari air minum yang diberikan pemuda semalam," kata Bayu, mengingat kejadian tadi malam. Dia sempat melihat Roni meneguk botol berisi air putih setelah pertarungan usai.

"Apa kamu mengenal orangnya?" tanya Mbak Maya.

"Tidak sih, Mbak. Hanya saja saya melihat sekilas wajahnya. Tidak terlalu saya perhatikan," jawab Bayu sambil mencoba mengingat wajah pemuda itu.

"Pertandingan? Pertandingan apaan? Jadi Roni ikut pertandingan?" tanya Mbak Maya, yang sama sekali tidak tahu soal itu. Dalam hati, dia menyalahkan dirinya sendiri karena memutuskan menjauhi Roni.

"Itu pertarungan jalanan. Aku pun tidak tahu kenapa Roni bisa ada di sana dan malah ikut dalam pertarungan itu. Saat aku tanya, dia hanya jawab penasaran dan ingin ikut saja. Aneh sih, soalnya Roni tidak pernah melakukan hal seperti itu sebelumnya," jelas Bayu.

"Nah, kan! Semenjak kenal wanita itu, dia jadi seperti ini. Pasti ada kaitannya dengan perempuan itu!" kata Mbak Maya, langsung menyalahkan Miya.

"Hai, Mbak, bukannya kita sudah janji untuk masuk bergantian?" kata Bayu, menghentikan Mbak Maya yang hendak masuk ke kamar Roni.

"Aku takut perempuan itu berbuat macam-macam!" kata Mbak Maya sambil membuka pintu dan masuk.

Di dalam, dia melihat Miya sedang mencium tangan Roni, membuatnya seketika cemburu dan tidak suka Roni disentuh olehnya.

"Apa-apaan kamu?! Lepaskan dia!" bentak Mbak Maya.

"Memangnya kenapa? Dia pacarku. Suka-suka aku lah," balas Miya, terkejut karena Mbak Maya tiba-tiba masuk dan mengganggunya.

Astaga, mereka malah ribut di situ. Enaknya jadi Roni, direbutkan wanita cantik seperti itu. Aku kapan ya bisa seperti itu? pikir Bayu sambil menggelengkan kepala membayangkannya.

"Aku adalah dokter. Aku yang menangani Roni. Karena itu, saya melarangmu! Pasien tidak boleh disentuh sembarangan dalam kondisi seperti itu," kata Mbak Maya, memakai statusnya sebagai dokter.

"Benar dia dokter?" tanya Miya kepada Bayu yang berdiri di depan pintu.

"Ya, benar, Mbak," jawab Bayu sambil tersenyum.

"Baiklah, tolong rawat calon suami saya dengan baik. Saya mau pulang, hendak memberitahu Papa soal ini," kata Miya sambil bangkit dan berjalan pergi. Dia berpikir untuk memberitahu ayahnya dan mencarikan dokter profesional agar Roni segera sembuh.

"Sana pergi, dasar!" kata Mbak Maya sambil mengelap tangan Roni yang sebelumnya dipegang Miya.

"Lho, itu kenapa Mbak sendiri yang pegang?" tanya Bayu yang melihatnya.

Mbak Maya yang terkejut segera mencari alasan. "Saya kan dokter. Saya sedang membersihkan tangan pasien agar tidak terinfeksi apa pun bekas tangan wanita tadi. Oya, kamu tolong keluar, atau lebih baik pulang saja. Saya mau memeriksa pasien," ucap Mbak Maya.

Bayu tidak berani membalas, meskipun dia tahu maksud Mbak Maya sebenarnya. Siapa suruh saya ngekos di tempat Mbak Maya. Nanti kalau saya membalas, bisa-bisa harga bulanan dinaikkan, pikirnya.

Bayu pun keluar. Saat itu, Mbak Maya langsung mengecup tangan Roni dan kembali duduk di sampingnya.

***

Langit semakin mendung, ditambah dengan angin kencang yang membuat burung-burung berterbangan diiringi kicauan mereka. Semua itu menandakan akan turunnya hujan. Di kampung tempat tinggal Roni, suasana seperti ini memang selalu menjadi pertanda hujan akan segera tiba.

Namun, di dalam sebuah kamar di rumah keluarga yang haus akan kekayaan, terdengar suara teriakan seorang wanita. Itu adalah Ayu, yang berteriak meminta tolong. Dia tahu orang tuanya ada di lantai bawah, tetapi entah mengapa mereka seolah membiarkan Reza masuk ke kamarnya begitu saja

"Tidak perlu berteriak, sayang. Tidak akan ada yang masuk ke sini. Kau adalah milikku, dan keluargamu sudah merestui ini," ujar Reza sambil menyentuh Ayu yang terus berusaha menolak di sentuh

Orang tua Ayu memang sudah dijanjikan kekayaan melimpah oleh Reza, asalkan mereka menyerahkan Ayu kepadanya. Namun, karena Ayu terus menolak, Reza memutuskan untuk m*n*dur*nya secara p*ks*. Menurutnya, mungkin dengan cara itu Ayu akan tunduk. Tragisnya, orang tua Ayu menyetujui rencana Reza dan sengaja mengabaikan teriakan minta tolong dari kamar putrinya.

"Lepaskan aku! Aku tidak mau!" teriak Ayu, memohon pertolongan.

"Percuma, Ayu. Orang tuamu saja sudah mengizinkan aku. Jadi, tidak ada alasan bagimu untuk menolak, sayang. Ayo, men*r*tlah," kata Reza dengan nada penuh kep*as*n.

Ayu merasa sangat kecewa dengan orang tuanya. Mereka tega m*nj*al anaknya demi harta, tanpa memikirkan perasaannya.

Meskipun Ayu terus berusaha melawan, tenaganya semakin habis. Akhirnya, dia hanya bisa p*sr*h. Dalam hatinya, dia berpikir bahwa ini mungkin memang sudah menjadi nasibnya. Sambil menangis, Ayu hanya bisa menyerah pada keadaan.

Reza yang melihat Ayu tidak lagi melawan semakin senang. Dia melepas p*ka*annya hingga tak tersisa seh*la*pun, lalu mulai m*nc*mbu Ayu dengan m*nc*um leh3rnya. Ayu memejamkan matanya, berusaha keras menahan diri agar tidak terp*ncing

Reza mencoba m3nc*um b*b*r Ayu, tetapi Ayu tetap menolaknya. Penolakan itu membuat Reza m*rah. Dengan k4s4r, dia mer*bek p*ka*an Ayu hingga t*b*hnya terlihat jelas, hanya tersisa d*l*m*n saja.

Ayu refleks menutupi t*b*h dengan kedua tangannya, berusaha keras agar Reza tidak bisa meny*nt*hnya.

"Abang Roni, Ayu sudah berjanji untuk menjaga diri ini hanya untuk abang. Tapi sepertinya Ayu tidak bisa menepati janji itu, Bang. Bahkan kedua orang tua Ayu pun tidak mendukung Ayu untuk mempertahankan janji ini. Maafkan Ayu, Bang, maafkan Ayu. Setelah ini, Ayu mungkin tidak akan bisa menahan rasa malu kepada abang. Ayu selalu mencintai abang, selamanya. Tapi sekarang  Ayu akan segera t*rn*dai oleh pria yang sama sekali Ayu tidak sukai..."

Kata-kata itu terlintas dalam hati Ayu sambil menangis. Dia terus mencoba menutupi t*b*hnya agar tidak di sent*h oleh Reza.

Melihat Ayu kembali melawan, Reza menjadi m*rka. "Baiklah, kalau ini maumu, Ayu. Aku akan melakukannya dengan cara k*s*r," ucapnya dengan nada penuh kemarahan. Ia kemudian menarik s*r*ng yang dikenakan Ayu.

1
Mardelis
hal bisa, pasti putuss ditengah, jejejejje
Mardelis
roni roni, baik tapi mental kurang baik, heheheeh
Godoy Angie
Asik banget!
Aak Gaming: terus ikutin ya
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!