NovelToon NovelToon
Empat Istri Lima Sekarat

Empat Istri Lima Sekarat

Status: sedang berlangsung
Genre:Dikelilingi wanita cantik / Playboy / Pengantin Pengganti Konglomerat
Popularitas:5.8k
Nilai: 5
Nama Author: Askararia

Di sebuah kota di negara maju, hiduplah seorang play boy stadium akhir yang menikahi empat wanita dalam kurun waktu satu tahun. Dalam hidupnya hanya ada slogan hidup empat sehat lima sempurna dan wanita.

Kebiasaan buruk ini justru mendapatkan dukungan penuh dari kedua orang tuanya dan keluar besarnya, hingga suatu saat ia berencana untuk menikahi seorang gadis barbar dari kota tetangga, kebiasaan buruknya itu pun mendapatkan banyak cekaman dari gadis tersebut.

Akankah gadis itu berhasil dinikahi oleh play boy tingkat dewa ini? Ayo.... baca kelanjutan ceritanya.....

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Askararia, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

20

  "Berakit-rakit ke... hulu.... ehey...."

  "Berenang-renang.... ke tepian..... eheyyyyy"

  "Bersakit-sakit dahulu..... eheyyyy

  "Bersenang-senang kemudian.... uhuyyyy!"

  Harry terus bernyanyi dengan riangnya disalah satu kasur rumah sakit itu, beberapa dokter jaga dan para perawat disana tersenyum melihat tingkah Harry yang sejak terbangun tadi tiba-tiba bersenandung menyuarakan kebahagiaannya. Nadia menggaruk kepalanya dengan malu saat melihat Mario dan Rina melirik dirinya dengan awas.

   "Aku tadi bercanda saja, tidak disangka dia menganggapnya serius!" Ucapnya malu sambil menyerahkan makanan ditangannya pada kedua orang tuanya.

    Disisi lain, Arda yang terbangun dari tidurnya setelah kemarin sempat koma berusaha untuk duduk perlahan, ia memperhatikan sekelilingnya dengan hati-hati, memastikan kalau pergerakannya tak menganggu siapapun yang berada disana. Andra tersenyum pada Arda, lelaki muda itu sudah bangun sejak beberapa jam lalu setelah dipindahkan dari ruang ICU, berbeda dengan Ardi yang masih tertidur karena pengaruh bius yang mungkin masih bekerja dalam tubuhnya setelah operasi semalam.

  "Kau sendiri? Ayahmu tidak datang?" Tanya Arda pada Andre.

  "Kata Tante sih begitu, tapi ya sudahlah. Om sama Tante juga merhatiin aku kok!" Jawab Andre memaksakan senyum disudut bibirnya.

   Arda menganggukkan kepalanya, beberapa menit kemudian keadaan menjadi hening, Arda menatap keluar melalui jendela diujung tembok. Beberapa pasien terlihat berjalan diluar sana, beberapa diantaranya ditemani oleh perawat, keluarga atau pun teman, namun ada juga yang duduk seorang diri disana. Pandangan Arda terus tertuju pada orang itu, seakan ia pernah melihatnya di suatu tempat.

  "Andre, aku kau berjalan-jalan sebentar, nanti kalau ada yang nanya aku kemana, bilang aja lagi olahraga!" Ucap Arda pada Andre.

  "Apa? Owhhh iya, pelan-pelan jalannya!" Ucap Andre terbata-bata.

  Dengan langkah pelan Arda beranjak turun dari tempat tidurnya, dengan hati-hati mendorong tiang penyangga selang infusnya keluar, pandangannya tertuju pada anak yang mengenakan pakaian yang sama dengannya, lelaki dengan kursi roda itu tampak tidak baik-baik saja, terlihat dari bibirnya yang membengkak juga kaki dan kepalanya yang dibalut perban. Arda semakin penasaran akan anak laki-laki itu, ia mendekatinya perlahan sementara anak lelaki tersebut justru memutar roda kursinya menjauhi Arda.

   "Danu, kamu Danu, bukan?'' Tanya Arda cepat, sebelum anak laki-laki itu berbalik, ia menutupi wajahnya dengan cepat.

  "Aku tahu kau Danu, kenapa kau ada disini? Apa yang terjadi dengan bibirmu? Apa kau baru disengat tawon?" Tanya Arda membuat beberapa orang yang mendengar pertanyaannya ikut tersenyum.

   "Pergilah, aku bukan Danu!" Ucap Danu.

   "Bukan Danu apanya? Jelas-jelas kamu Danu, kalau tidak, mana mungkin kau takut padaku?"

  "Aku tidak takut padamu, aku hanya... "

  "Hai!"

  Danu dan Arda menoleh kearah sumber suara, di depan mereka berdiri seorang gadis cantik mengenakan pakaian perawat. Arda mengucek matanya beberapa kali, dengan tajam memeriksa kembali wajah gadis itu.

  "Kakak Cantik!" Ucapnya tersenyum malu.

  "Sudah kuduga itu kau, kemarin aku ikut mengantarmu ke ruang ICU!" Ucap gadis itu membalas senyum manis Arda.

  "Aihhhh sial, kenapa bisa bertemu dia disini?" Kesal Danu yang memilih untuk pergi dari tempat itu.

   Perawat itu membantu Arda duduk diatas kursi taman, tangannya dengan sigap memeriksa selang infus milik Arda. Ibarat lebah yang terpikat pada kelopak bunga yang indah, Arda menatap wajah gadis itu lekat dengan bola matanya yang membulat sempurna, memperhatikan setiap sisi wajah mulusnya juga rambut panjangnya yang di kuncir tinggi lalu digulung dengan jepit rambut berwarna pink.

 "Apa yang Kakak cantik lakukan disini? Apa Kakak cantik bekerja disini?"

 "Hahaha, panggil aku Rani, namaku Ranisa!"

"Wahhhh nama mu cantik, sama seperti wajahmu!" Ucap Arda yang tak dapat memalingkan pandangannya dari wajah Ranisa.

"Aku bekerja dirumah sakit ini sejak tiga bulan lalu. Kalau kamu? Kenapa kamu bisa berada dirumah sakit?" Tanya Ranisa setelah menjawab pertanyaan Arda.

Dengan pelan Arda memutar lehernya lalu menunjukkan luka kecil dilehernya yang ditutup dengan perban kecil itu. Rani tertawa kecil, tentu ia tahu kalau Arda berada disana karena terluka, namun yang ia ingin dengar adalah alasan kenapa lelaki muda itu terluka. Menyadari kalau jawabannya kurang memuaskan gadis itu, Arda menggaruk belakang lehernya.

"Aku berkelahi!" Jawabnya dengan kepala menunduk.

"Adik kecil ini tahu berkelahi ternyata!"

Rani mengacak rambut lurus Arda karena ia merasa senang bisa bertemu kembali dengan lelaki remaja itu ditempat kerjanya. Arda segera memegang dadanya, membuat Rani panik karena mengira kalau tangannya mungkin baru saja melukai anak itu.

"Apa kau terluka? Apa aku melukaimu?" Tanya Rani dengan panik sambil menyentuh kedua sisi pipi Arda.

"Apa ini yang namanya cinta? Telingaku yang mendengar suaranya namun jantungku yang bergetar. Rambutku yang diacak tapi hatiku yang berantakan!" Ucap Arda dengan kedua tangan berada didada.

"Anak ini...., kukira kamu terluka karena aku!" Kesal Rani menghentakkan kedua kakinya diatas lantai.

"Tidak..... "

"Owhhh iya, apa Kakak cantik nggak kerja lagi? Nanti kalau Kakak cantik dipanggil, gimana?"

"Siapa yang mau manggil? Kau pasienku, bocah kecil!" Jawab Rani mencubit pelan wajah Arda.

Seketika wajah remaja berusia lima belas tahun itu berubah merah dan panas, ia menutupi wajahnya sementara Rani menertawakannya sejak tadi karena respon lucu yang dihasilkan oleh tubuh anak remaja berkulit putih itu.

"Wajah mu semerah tomat, rasanya ingin ku gigit!" Ucap Rani.

"Gigit? Astaga, aku masih kecil, jangan begitu.... Kakak cantik membuatku malu.... " ucap Arda menggoyangkan setengah badannya.

Dari kejauhan Andre yang berdiri didepan jendela ruangan itu menatap kearah teman dekatnya itu di kejauhan sambil menaikkan sudut bibirnya, ia merasa geli saat melihat Arda tiba-tiba bertingkah aneh saat bersama perawat bernama Rani itu.

"Aneh, apa ini sebuah kebetulan atau takdir? Perawat itu kan gadis yang ada di kafe kemarin!" Ucap Andre berbicara pada dirinya sendiri.

Sekian lama berbincang dan kini Rani mengajak Arda untuk kembali kedalam rumah sakit, keduanya berjalan bersama dengan Rani menggandeng tangan kiri Arda. Dengan senyum manis dan bola mata indah dan berkilau itu Arda terpesona untuk yang kedua kalinya, tak sedetik pun ia mengalihkan pandangannya kearah lain hingga ia dan Rani akhirnya kembali keruangan tempat semula Arda berbaring. Rani, Mario, Harry, Nadia dan juga Andre menoleh bersamaan pada anak remaja itu, Rani membantunya berbaring dan dengan rapi menutup tubuhnya dengan selimut kecil itu.

"Kakak cantik sudah mau pergi ya?" Celetuknya.

Nadia menutup mulutnya dengan kedua tangannya, tak menyangka kalau adiknya akan mengatakan kalimat seperti itu kepada perawat didepannya kini. Rani hanya menganggukkan kepalanya, dengan tenang beranjak keluar dari ruangan itu dengan wajah malu.

"Hei bocah, kau ini bicara apa? Jangan bikin malu ya kamu. Nanti kalau dokternya marah sama kamu gimana? Terus kalau mereka minta kamu jadi pekerja disini karena omongan kamu tadi, bagaimana?" Tanya Nadia mengomeli adik kembar tertuanya itu.

Namun bukannya takut akau kesal setelah mendengar kalimat yang di lontarkan kakak perempuannya tersebut, Arda justru tersenyum dengan mata tertutup.

"Baguslah, aku bisa bertemu dengan Kakak cantik setiap hari. Aduhhh semakin lama sepertinya aku semakin jatuh cinta padanya!"

Mario segera menepuk jidatnya dengan kasar, beruntung Arda langsung tertidur setelah mengucapkan kalimatnya barusan sehingga Mario tak perlu mengomelinya.

1
emili19
Baca cerita ini jadi penghilang suntukku setiap hari
Askararia: Wahhh, makasih banyak yah Kak, senang membaca komentar positifnya, saya akan terus berusaha membuat ceritanya semenarik mungkin 🥰
total 1 replies
Anrai Dela Cruz
Duh, hati rasanya meleleh.
Askararia: Terimakasih atas komentarnya ya kak, kalau kayak gini makin semangat deh nulisnya 🥰
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!