Valeria Sinclair, seorang pengacara berbakat dari London, terjebak dalam pernikahan kontrak dengan Alexander Remington—CEO tampan dan dingin yang hanya melihat pernikahan sebagai transaksi bisnis. Tanpa cinta, tanpa kasih sayang.
Namun, saat ambisi dan permainan kekuasaan mulai memanas, Valeria menyadari bahwa batas antara kepura-puraan dan kenyataan semakin kabur. Alexander yang dingin perlahan menunjukkan celah dalam sikapnya, tetapi bisakah Valeria bertahan saat pria itu terus menekan, mengendalikan, dan menyakiti perasaannya?
Ketika rahasia masa lalu dan intrik keluarga Alexander mulai terkuak, Valeria harus memilih—bertahan dalam permainan atau pergi sebelum hatinya hancur lebih dalam.
🔥 Sebuah kisah penuh ketegangan, gairah, dan perang hati di dunia penuh intrik kekuasaan. 🔥
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Leona Night, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Mencari Jawaban
Alex’s POV
Mansion terasa sepi dan dingin. Entah mengapa aku merasa seperti kembali ke titik Nol. Titik saat dimana dulu aku belum bertemu Valeria. Hatiku terasa kosong dengan luka menganga yang terasa sulit disembuhkan.
Tumpukan dokumen pekerjaan yang harus diperiksa dan ditandatangani berserakan diatas meja, seperti onggokan sampah yang tidak ada gunanya. Baru kali ini aku mempertanyakan kesuksesan yang kuraih. Untuk apa sukses jika tidak ada yang menyambutku saat pulang ke rumah. Untuk apa tumpukan uang jika aku miskin dalam hati. Paling tidak, saat bersama Valeria, selalu ada yang menyambutku ketika pulang kerja dan menemaniku makan.
Semua pesan yang kukirim lewat ponselku ke nomor Valeria tidak satupun yang dibacanya. Kalaupun terpaksa dia menjawab teleponku, nada suaranya terdengar dingin dan acuh. Aku merasa sangat tersiksa dan tertekan.
Aku menatap Foto pernikahan kami yang dulu diawal kami bersama, bagiku hanya terasa seperti properti untuk menyempurnakan sandiwara pernikahan kontrak kami saja. Namun sekarang, aku susah untuk tidak mengatakan bahwa aku bahagia menikah dengannya. Aku pun melihat dia tersenyum bahagia. Ingin rasanya aku mengulang masa itu, dan bersikap lebih tulus padanya.
Aku menyesap scotch di tanganku, tetapi tetap saja aku tidak menemukan kelegaan di dalamnya. Untuk pertama kalinya dalam hidupku, aku merasa begitu kehilangan sesuatu yang tidak bisa kubeli dengan uang sebanyak apapun.
Elizabeth masuk ke dalam ruang kerjaku yang saat ini lebih mirip ruang gua karena gelap dan dingin. Dia memandangku dengan ekspresi prihatin.
"Kau tidak bisa terus seperti ini, Nak."
Aku menghela napas panjang, tanganku mengusap wajah dengan frustasi.
"Dia benar-benar pergi, Elizabeth. Dan aku tidak tahu bagaimana membawanya kembali."
Elizabeth menatapku lembut, sebelum akhirnya berbisik:
"Mungkin ini bukan soal membawanya kembali. Mungkin ini soal memahami mengapa dia pergi."
“Aku paham betul mengapa dia meninggalkanku seorang diri di sini. Semua masalah ini memang salahku. Terlalu banyak yang kututupi. Namun semua ini terjadi diluar kendaliku. Aku membawanya ke Paris dengan cara yang salah. Sehingga ketika semuanya berjalan tidak sesuai rencana, aku kebingungan dalam menyikapinya.”
“Alex, aku percaya kau tidak punya niat jahat padanya. Namun itu semua tidak cukup nak. Perkawinan bukan hanya soal niat baik, tetapi komitmen dan keterbukaan. Aku yakin Valeria masih mencintaimu, dia tidak akan semudah itu melupakanmu. Kamu adalah pria pertama yang menjadikannya wanita seutuhnya. Hanya saja kau juga perlu paham dia bukan properti yang bisa kau klaim tanpa kau hargai egonya,”
Aku menunduk., mendengar penjelasan Elizabeth. Jawaban dari semua masalah ini memang ada pada diriku sendiri.Selama aku tidak bisa memahami diriku, maka kau tidak akan pernah bisa mengambil tindakan yang seharusnya kulakukan. Sepertinya aku butuh bantuan seseorang.
******
Damian’s POV
Momen kali ini makan malam di Chateau Gourmand, sungguh terasa special dan istimewa. Aku merasa tembakanku pada Alexander, sudah mengenai sasaran. Akhirnya Valeria pergi meninggalkannya seorang diri. Saat kami bertemu di kantor pusat Remington, ingin rasanya kau mengucapkan selamat, dan berkata bahwa sebentar lagi dia akan menjadi duda. Atau lebih tepatnya duda tidak jelas. Karena langkah ku berikutnya adalah membuat Valeria meminta penggagalan status pernikahan.
Tak berapa lama Vivian dan Ethan muncul bergabung bersamaku. Aku mempersilahkan Ethan untuk duduk di depanku, sementara Vivian di sampingku. Pelayan datang dan menuangkan Champagne untuk kami bertiga.
“Selamat Ethan, berkat bantuanmu akhirnya Valeria meninggalkan Alex,” ujarku seraya melakukan toss dengannya.
“Aku juga tidak menyangka bahwa siasat ini akan berhasil. Sekarang apa langkah selanjutnya yang bisa disusun untuk menjatuhkan Alex? “ tanya Ethan.
Aku tersenyum mendengarnya.
“Sabar, aku sedang menyusun rencana untuk mendekati Valeria sehingga dia setuju mengajukan pembatalan nikah,” jawabku
“Aku sangsi dia akan menyetujui permintaanmu Damian. Aku yakin dia masih mencintai Alex,” ujar Vivian.
Sambil mencecap Champagne aku berkata padanya,” Aku masih punya kartu lainnya untuk menekan Valeria. Jika dia tidak mau. Kartu ini mampu membuat masyarakat mempertanyakan reputasinya sebagai pengacara. Aku yakin dia akan berada pada situasi sulit.”
Kami bertiga langsung mengacungkan gelas kami untuk Toss “cheers”
*******
Alex’s POV
Aku duduk di sofa kulit mahal di Clinique Lumiere, yaitu sebuah klinik Psikiatri yang cukup prestisius dan punya cabang di hampir semua negara eropa termasuk United Kingdom. Aku menatap pria di depanku dengan perasaan tertekan.
Dr. Henri Laurent, seorang psikiater terkenal, mengamatiku dengan ekspresi tenang. Aku sudah beberapa kali konsultasi dengan nya , tetapi ini pertama kalinya aku membahas Valeria.
Dr. Laurent membuka sesi pertemuan kali ini dengan suaranya yang tenang.seperti biasanya.
"Jadi, Alexander… apa yang membawamu ke sini hari ini?"
Aku mendesah, lalu menyandarkan kepalaku ke sofa.
"Aku kehilangan seseorang."
Dr. Laurent mendongak dan tampak terkejut
“Siapa yang kau maksudkan Alex ?” tanya dokter Laurent
“Istriku, Valeria,” jawabku singkat
“Ah…kau sudah menikah rupanya. Kapan pernikahan itu terjadi?”
“Kurang lebih 8-9 bulan yang lalu. Maaf aku tidak mengundangmu dokter, karena pernikahan ini tidak seperti yang kau pikir,” jawabku
Dr. Laurent menaikkan alis, seraya bertanya,”Apa maksudmu?”
“Aku menikahinya untuk memenuhi syarat hak Waris yang ditetapkan bibiku Yudith. Pada awalnya semua berjalan lancar dan baik baik saja. Sampai kemudian kami semakin dekat dan aku tidak bisa hidup tanpa dia,” ujarku.
“Maaf Alex, apakah kau bercinta dengannya?” tanya dr Laurent
Aku tertunduk malu ,” Awalnya aku tidak ingin melangkah sejauh itu. Tetapi yah begitulah, aku akhirnya mengajak Valeria bercinta. Dan lebih parahnya lagi, dia masih perawan saat itu,”
“Woow, kau sungguh beruntung Alex, pria sepertimu bisa mendapatkan seorang pendamping yang masih gadis,” ujar dr Laurent.
Dia mencatat semua hal yang aku ceritakan padanya dengan seksama.
"Kau tidak menceraikannya, bukan?" tanya dr Laurent kembali
Aku menggeleng dengan tegas, "Tidak. Dan aku tidak akan melakukannya."
“Lalu apa yang terjadi?”
“Seperti yang kukatakan tadi dokter, aku menikahinya karena terpaksa. Aku membutuhkan status itu agar aku layak mewarisi perusahaan milik keluargaku. Aku berjanji akan memberinya sejumlah uang sebagai kompensasi. Tidak ada kewajiban berhubungan fisik, tetapi kami dapat melakukannya atas dasar mau sama mau,”
“Dan itu terjadi,” tegas dr. Laurent
“Yaa terjadi. Kami sama sama menikmatinya. Kecuali …”
“Kecuali apa? “
“Kecuali saat trauma itu kembali muncul. Anda mungkin sudah paham, bahwa selama 3 tahun ini aku melakukan sesi konsultasi padamu untuk menghilangkan trauma atas tragedi Eleanor. Dan aku masih dalam proses untuk benar benar melupakannya.”
Aku melihat raut muka dr Laurent berubah penuh tanda tanya.
“Seharusnya ketika kau bercinta dengannya, itu merupakan pertanda bahwa kau telah mampu melewati fase trauma mu. Lalu apa yang kau rasakan sehingga kau bisa mengambil kesimpulan bahwa trauma itu muncul lagi pasca bercinta dengan istrimu?”
Aku terdiam cukup lama, lalu menjawab terbata,” Rasa takut.”
"Apa yang paling membuatmu takut dalam hubungan ini, Alexander?"
Aku terdiam, sebenarnya aku ingin menjawab dengan cepat—bahwa aku takut kehilangan Valeria seperti halnya aku kehilangan Eleanor. Tapi perasaan itu bukan hanya soal kehilangan. Aku takut jika aku mencintai seseorang terlalu dalam…maka tanpa kusadari aku akan menghancurkan orang itu.
Dr. Laurent seperti paham apa suara batinku, dia akhirnya berkata, "Kau tidak bisa membangun hubungan dengan seseorang jika kau selalu menganggap dirimu sebagai ancaman bagi mereka."
Perkataan dr Laurent yang mengenai sasaran membuatku menjadi tegang.
"Aku tidak ingin menyakitinya."
Dr. Laurent tersenyum tipis.
"Tapi tidakkah kau sadari Alex, kau sudah menyakitinya, bukan?"
Aku menelan ludah, perasaan sedih tiba tiba menyergapku, aku merasa kosong.
“Lalu apa hal yang membuat hubungan kalian memburuk?”
“Aku tidak bisa terbuka dan mengatakan dengan jujur tentang masa laluku. Aku juga tidak bisa memberinya kepastian terkait perasaanku padanya. Dia beranggapan rasa takut kehilangan dirinya yang kukatakan berulang kali hanyalah wujud dari sikap posesif dan bukan karena cinta. Aku belum pernah sekalipun mengungkapkan perasaanku padanya termasuk menyatakan cintaku padanya,”
Dr Laurent memandangku dengan tajam, "Kau membiarkannya pergi tanpa memberikan kepastian. Kau membuatnya merasa tidak cukup penting untuk dicintai sepenuhnya. Dan yang lebih buruk, kau membohonginya—bukan dengan kata-kata, tetapi dengan tindakanmu”
Aku menutup wajahku dengan kedua tanganku.
“Dengar Alex, tidak ada manusia sempurna. Demikian juga dengan mu dan Valeria. Jangan takut berbuat kesalahan atau menyakiti siapapun. Selama kau melakukan segalanya dengan kesadaran penuh dan terkendali, maka tidak akan ada yang tersakiti.
“Aku takut berubah dan menjelma menjadi manusia kejam, seperti yang selama ini Damian katakan pada Valeria dan pada almarhumah Eleanor dulu,”
"Kau tidak perlu membuktikan bahwa kau tidak seperti yang Damian katakan. Kau hanya perlu membuktikan bahwa kau bisa menjadi seseorang yang lebih baik untuk Valeria. Jadi yang bisa mengukur baiknya dirimu bukan Damian dan bahkan juga bukan dirimu sendiri. Tapi Valeria.”
Aku menatap dr Laurent, dan mengatupkan rahang ku menahan kesedihan yang terasa sesak di dada.
"Bagaimana aku bisa melakukan itu?"
Dr. Laurent tersenyum.
"Kau harus mengejarnya, Alexander. Bukan sebagai pria yang ingin mengendalikannya. Tapi sebagai pria yang siap untuk menyerahkan diri sepenuhnya pada cinta."
*******
Setelah konsultasi dengan dr Laurent, aku merasa menemukan jawaban dari semua kekeruhan batinku selama ini. Dan inilah momen dimana aku pertama kalinya dalam hidupku menyadari ketakutanku yang sebenarnya.
Aku bukan takut kehilangan, bukan takut gagal, tapi takut untuk benar-benar terbuka dan menyerahkan diriku pada seseorang. Aku takut menyerahkan diri dan hatiku pada Valeria. Tetapi jika aku ingin mendapatkannya kembali, maka aku tidak punya pilihan lain.
Aku duduk di ruang kerjaku, menatap layar ponsel, dan aku tidak dapat menahan keinginanku untuk melakukan panggilan pada Valeria. Namun aku urungkan seketika.
Aku tahu bahwa kali ini, kata-kata saja tidak cukup. Aku harus menunjukkan pada Valeria bahwa aku siap untuk berubah. Bukan hanya dengan janji, tetapi dengan tindakan.
Segera aku berdiri, mengambil jaketku , dan berjalan keluar dari mansion. Tujuanku sudah jelas. London. Aku bersumpah tidak akan membiarkan Valeria pergi begitu saja dari Hidupku.
******