(35 Bab)
Allea, yang biasa dipanggil Lea adalah seorang siswi kelas 3 SMA. Awalnya dia bukan anak nakal, dia hanya anak manja yang selalu dapat kasih sayang kedua orangtuanya. Dia berasal dari keluarga kaya raya. Namun tak ada yang abadi, keluarga cemaranya hancur. Ayah dan ibunya bercerai, dan dia sendirian. Sepertinya hanya dia yang ditinggalkan, ayah—ibunya punya keluarga baru. Dan dia? Tetap sendiri..
Hingga suatu ketika, secara kebetulan dia bertemu dengan seorang pria yang hampir seumuran dengan ayahnya. Untuk seorang siswi sepertinya, pria itu pantasnya dia panggil dengan sebutan om, Om Davendra.
Dia serasa hidup, dia serasa kembali bernyawa begitu mengenal pria itu. Tanpa dia sadari dia telah jauh, dia terlalu jauh mendambakan kasih sayang yang seharusnya tidak dia terima dari pria itu.
Lantas bagaimana dia akan kembali, bagaimana mungkin ia bisa melepaskan kasih sayang yang telah lama hilang itu...
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Lyaliaa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 31
Aku harus mengatakannya, harus. Bagaimana.. Dia marah.. Dia pergi.. Om Dav..
Allea mengigau. Napasnya memburu, keringat dingin membasahi pelipisnya. Dia memimpikan seseorang, ada sosok yang dikenalnya mulai berjalan menjauh pergi darinya dan menghilang begitu saja di ruang hampa udara yang gelap.
Matanya terbuka lebar, menyapu seisi kamar dengan napas yang masih belum stabil. Jantungnya berdetak lebih cepat dari biasanya. Seolah baru saja berlari jauh, padahal dia hanya tertidur.
"Huft," Allea menarik nafasnya dalam dan menghembuskannya perlahan, berharap bisa membuat pikirannya menjadi lebih tenang.
Pikirannya melayang pada beberapa hari yang lalu. Hari di mana dia duduk berhadapan dengan Davendra di sebuah restoran. Hari di mana dia hampir mengatakan sesuatu yang penting, tapi akhirnya tidak mengatakan apapun.
Dia mengusap wajahnya, mencoba menghapus rasa gelisah yang menyelimutinya. Hari itu, sebelum pergi dengan Davendra, dia sempat pergi ke rumah sakit. Hanya sekadar meminta obat karena perut nya keram dan dia sering merasa pusing—namun hasilnya membuat dia tak bisa berkata-kata..
Dua minggu. Dia hamil.
"Selamat ya, tapi bukankah terlalu dini untuk hamil? 21 tahun." ucap Dokter saat melihat berkasnya. "Kenapa tidak langsung periksa ke dokter kandungan saja,.. aku sudah meresepkan obat, harus banyak istirahat ya.. hamil diusia muda bukanlah hal yang mudah. Kau datang dengan suamimu, kan?"
Suami? hanya satu nama yang muncul di kepalanya saat itu. Davendra. Namun, sekarang semuanya terasa kabur. Begitu samar hingga hampir membuatnya tak bisa mengingat, hampir tak bisa melihat ingatannya dengan jelas.
"Sesshh," Allea mendesis. Tangannya yang terbalut perban berdenyut perih, mengingatkannya kembali pada kejadian sebelumnya. Deon.
Perhatiannya beralih ke sisi lain tempat tidur. Deon tertidur di sana, dengan tangan yang menggenggam erat tangannya. Bukan... sangat jelas jika Allea yang menggenggam erat tangan pria itu. Seakan tak ingin lepas darinya.
Allea menatap wajah Deon dalam diam. Dia kelihatan lelah, tetap menjaganya sampai tertidur seperti itu. Dia terlelap begitu nyenyak. Tanpa dia sadari, ada sesuatu yang hangat merayapi dadanya, perasaan aneh yang membuatnya merasa tenang dan damai.
Pelan-pelan, dia melepaskan genggaman tangan mereka, berusaha agar tidak membangunkan pria itu. Dengan langkah pelan, Allea berjalan pergi ke kamar mandi.
Cahaya lampu yang redup, Allea berdiri di depan cermin. Menatap pantulan dirinya dari atas kepala hingga pinggang. Tangannya terangkat, mengelus perutnya yang masih datar.
Anak Deon. Itu yang dikatakan pria itu sebelumnya. Dan sekarang dia ingin mempercayainya. Tapi mengapa sejak awal hanya satu nama yang muncul di pikirannya? Dan kenapa bukan Deon yang pertama kali dia pikirkan? Kenapa harus pria lain? Kenapa harus Davendra??
Allea menarik napas dalam, mencoba mengusir kekacauan dalam pikirannya. Dia mencuci wajahnya, berharap bisa membuatnya menjadi lebih segar dan bisa berfikir jernih. Dan tidak hilang kendali seperti beberapa saat yang lalu.
Namun, begitu dia membuka pintu kamar mandi hendak kembali ke tempat tidur dia menyadari sesuatu yang hilang. Deon. Pria itu tak ada di tempat tidur.
Tubuhnya menegang seketika, tapi begitu melangkah keluar dia menemukannya. Pria itu berdiri di sudut kamar, bersandar di dinding dengan tangan terlipat di dada. Matanya menatap lurus ke arahnya.
"Kau sudah baikan?" suara Deon terdengar dalam keheningan, tenang seperti biasanya. Tanpa tahu kecemasan Allea saat pria itu menghilang dari penglihatannya.
Allea hanya mengangguk tanpa menjawab. Dia melangkah kembali ke tempat tidur, Deon mengikuti dari belakang. Begitu punggungnya menyentuh kasur, Deon juga ikut naik ke atas ranjang, berbaring di sampingnya. Allea hanya menatapnya saat pria itu menyunggingkan senyum padanya.
Tak ada jarak di antara mereka, hanya ada keheningan yang menggantung di udara saat mata mereka saling bertemu. Dalam sekejap mata, Deon menariknya dalam pelukan. Tanpa peringatan, tanpa sepatah kata pun.
Allea membeku. Bukan karena tidak nyaman, tapi karena pelukan ini terasa terlalu... hangat. Seolah menyalurkan sesuatu yang tak bisa dijelaskan dengan kata-kata.
Deon menarik napas pelan, lalu berbicara. "Aku akan menghubungi ayahmu besok pagi," katanya.
"Untuk apa?" tanya Allea mengernyit bingung.
Pria itu menatap lurus ke lampu tidur, matanya bulat tak menyisakan ruang untuk keraguan sedikitpun. "Untuk melamar mu."
Seketika, dunia Allea seolah berhenti di sana. Napasnya tercekat, kata-kata tersangkut di tenggorokannya.
"Deon... kau—"
"Tidakkah itu yang seharusnya terjadi?" Potong Deon dengan tenang. Dia tersenyum kecil, lalu memeluknya lebih erat. "Aku mencintaimu, Lea. Kau juga tahu itu, dan aku ingin bertanggung jawab. Bayi kita."
Hatinya terasa bergetar hebat saat pria itu menyebut bayi. Rasanya aneh, rasanya ada sesuatu dari dalam dirinya yang terpanggil.
Tapi apakah benar sesederhana itu? Apakah segalanya bisa berakhir dengan sebuah lamaran?
Tidak. Ini salah. Dia harus memperbaiki apa yang sudah dia lakukan selama ini—Menjadi Simpanan.
Allea menggigit bibirnya, menahan gejolak yang berkecamuk dalam dadanya. Ada sesuatu yang masih mengganjal, sesuatu yang belum dia selesaikan. Bahkan permintaan maaf belum terucapkan pada seseorang yang sudah dibuatnya tersakiti. Istri dari pria yang menjalani hubungan dengannya.
Tapi apa permintaan maaf bisa membuatnya benar-benar bebas?
...----------------...
allea cocok sama davendra tp jg cocok sm deon
Gimana caranya Om Darendra menjaga dan melindungi Allea seperti janjinya pada Viona sedangkan dia sendirilah yg memakainya..
Rangkaian puzzle² ini masih blom bisa disusun.. huh!