Arunika Senja Jingga Manggala gadis berusia tujuh belas tahun, putri ke dua dari Anres Manggala dan Alice Renata. Menghilangnya Nayanika Xabiru Manggala sang kakak membuatnya harus kembali ke Indonesia dan melanjutkan sekolah di Indonesia.
Nafes Galaxy Orion remaja pria berusia tujuh belas tahun, putra ke dua dari Orion Attrikck dan Nasya Raiden. Seorang most wanted di sekolahnya.
Kecerobohan yang di sebabkan Hasta Langit Orion yang tidak lain adalah kakak Galaxy saat berkendara, menyebabkan mobil keluarga Senja terlibat kecelakaan dengannya.
Langit bersedia bertanggung jawab dengan gadis tersebut atas cidera yang di alami.
Namun Anres justru menolak, dan meminta Galaxy adik dari langit untuk menjaga Senja dan menikah dengan Senja. Dan apa alasan Anres menolak Langit yang jelas-jelas adalah penyebab Senja cidera serius?
Lalu apakah galaxy menerima permintan Anres?
Lalu bagaiamana reaksi Senja dengan semua yang terjadi padanya setelah siuman?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ayu Anfi, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Anres siuman
Ael dan Ran beserta keluarga mereka baru saja tiba di Jakarta, mereka tidak langsung menuju rumah sakit persada. Dari informasi terakhir yang mereka terima, ketiganya belum sadarkan diri. Sedangkan pak Supri sudah sadar sejak satu jam yang lalu.
Sekitar satu jam perjalanan dari bandara, mereka memutuskan untuk membersihkan diri lebih dahulu. Bagaimanapun mereka baru menempuh perjalanan udara lebih dari dua puluh jam, Arshaka sengaja meminta supir yang menjemput untuk membawa mereka ke apartemen milik Arshaka.
Kebetulan apartemen tidak jauh dari rumah sakit persada, mereka ber enam langsung menuju rumah sakit begitu selesai membersihkan diri. Danu sudah menunggu mereka di lobby rumah sakit, setelah turun dari mobil mereka langsung mengikuti Danu menuju ruang rawat Jingga lebih dulu.
“Kia,” lirih Eris saat baru saja masuk ke dalam ruang rawat Jingga bersama Ciara dan Kala.
“Eris, kak Ciara.” Aruna berdiri dan saling berpelukan dengan mereka, kesedihan jelas terpancar dari sudut mata mereka.
“Hei kenapa kamu tidur? Ayo bangun, kamu udah janji mau jalan-jalan sama aku. Kamu bohong,” ucap Kala yang sudah menekuk lututnya di lantai dan menyandarkan kepalanya di bed pasien Jingga sambil menangis.
Mereka bertiga menatap sendu ke arah Kala, itu baru Kala. Belum kalau Azalea juga datang. Hari ini Arshaka melarang anak kembarnya untuk datang, setidaknya mereka harus istirahat dulu. Karena semalam Attar bilang kalau Azalea demam sambil terus mengigau memanggil nama Jingga.
Aruna mendekat, dia ikut berjongkong di samping Kala. “Sayang. Jingga pasti segera bangun, tetap doakan Jingga. Kala harus yakin kalau Jingga pasti sembuh,” dengan lembut Aruna mengusap lengan Kala.
“Dia harus bangun bun. Jingga sudah janji mau jalan-jalan sama Kala,” ucap gadis tersebut sambil terisak.
Eris dan Ciara ikut mendekat, Ciara mengecup kening Jingga. Baginya Jingga juga seperi putrinya sendiri. “Sayang. Kamu lihat? Banyak yang ingin kamu cepat bangun dan sembuh, mama ingin melihat senyum Jingga lagi.”
“Kala. Bisikkan di telinga Jingga kalau kalian menantinya bangun,” Eris meminta putrinya berbicara di dekat telinga Jingga, meskipun Jingga tidak sadarkan diri. Tapi mungkin saja dia tetap bisa mendengarnya.
Kala mengangguk, dia kemudian berbicara di dekat telinga kakak sepupunya. “Kami semua menunggumu. Cepat bangun, masih banyak mimpi kita yang belum terwujud. Kalau kamu bangun, aku akan memanggilmu kakak. Seperti yang selalu kamu inginkan,” bisik Kala.
Sementara Eris dan Ciara menemani Aruna, sedangkan Ran, Ael dan Zico putranya menemui Arshaka yang ada berada di luar ruang ICU. Mereka bertiga duduk di kursi panjang yang ada di luar ruang ICU.
“Untuk sementara kita hanya bisa melihat dari kaca luar,” ucap Arshaka.
Ael, Ran dan juga Zico menatap nanar kondisi Anres dan Alice saat ini, sudah lebih dari dua puluh empat jam mereka belum sadarkan diri.
“Bagaimana kondisi mereka, Arka?” tanya Ran.
Arshaka menghela napas. “Mereka mengalami benturan di kepala. Alice lebih parah dari pada Anres, sedangkan Jingga mengalami patah tulang pada kaki kirinya. Tapi sampai saat ini dia juga belum sadar,”
“Apa perlu memindahkan mereka keluar negeri?” tanya Ael.
“Untuk saat ini belum, tapi aku juga ingin membahas itu dengan kalian. Selain itu juga terkait perusahaan Anres,” ucap Arshaka.
“Arka benar Ael, kita tidak hanya harus memikirkan mereka tapi juga perusahaan Anres. Bagaimanapun banyak karyawan yang bergantung pada perusahaan itu,” sahut Ran.
Arshaka menghela napas, dia menatap Alice dan Anres dari kaca ruang ICU. Apa yang harus mereka katakan nanti pada saat Jingga bangun.
“Kalian harus bertahan. Demi Jingga,” ucap Ran yang ikut melihat mereke berdua dari kaca luar ICU.
“Kita ke ruangan Jingga dulu. Aku menempatkannya di ruang VVIP, jadi kita semua bisa masuk. Asal tidak berisik,” ajak Arshaka.
Mereka ber empat kemudian menuju ruang perawatan Jingga, suasana di dalam hening. Kala bahkan merebahkan kepalanya di bed pasien Jingga sambil terus menggenggam tangan Jingga.
Zico mendekat dan mengusap puncak kepala Kala. “Jangan cengeng. Kasihan Jingga lu nangis mulu,” lirih Zico.
“Mau gimana lagi. Air matanya tidak mau berhenti,” Kala mencebik ke arah Zico.
Zico menghela napas. “Dari pada lu nangis. Mending lu doain Jingga atau baca qur’an di dekat telinganya,” saran Zico.
Zico adalah putra ke tiga Ael dan Ciara, dia lahir lebih awal dari Attar dan Azalea. Zico menjadi sosok yang lebih dewasa dari pada mereka semua, dan paling bijak tentunya.
Mereka memang tinggal di luar, namun ke dua orang tua mereka tetap menanamkan nilan-nilai prinsip agama. Meskipun orang tua mereka semua bukan orang yang paham 100% tentang Agama, tapi mereka semua sepakat. Hidup di negara luar justru harus punya prinsip kuat agar tidak goyah.
Zico kemudian menarik satu kursi untuk ikut duduk di dekat Jingga. “Lu harus bangun, Jingga. Kala bisa nakutin penghuni rumah sakit dengan suara tangisannya,” ucap Zico.
“Kak Zico! Aku tu lagi se-sedih tahu,” kesal Kala yang terus masih menangisi Jingga.
“Lu nangis satu ember, gak akan merubah yang sudah terjadi. Saat ini kita harus lebih kuat dari pada Jingga dan fokus untuk pemulihannya, karena dia butuh kita. Kanala Princess Rania,” ucap Zico.
Para tetua tersenyum mendengar ucapan Zico, mereka saling pandang satu sama lain. Karena yang dikatakan remaja yang saat ini sudah genap delapan belas tahun tersebut benar adanya.
Tidak berselang lama perawat datang ke ruangan, dia memberi tahu kalau Anres sudah sadar. Ada satu kelegaan dalam hati mereka semua, setidaknya salah satu dari mereka sudah sadar.
Aruna bersama Ciara tetap tinggal menjaga Jingga, begitu juga Zico dan Kala. Sedangkan Eris dan yang lainnya menuju ruang ICU setelah mendapat kabar bahwa Anres sudah sadar.
Jo langsung ke rumah sakit, saat Danu mengabarinya bahwa Anres sadar. Orion datang bersama Galaxy, Langit yang masih ada di rumah sakit tak ketinggalan.
“Bagaimana kondisi Anres, dokter?” tanya Eris saat melihat salah satu dokter keluar.
“Meskipun pak Anres sudah sadar, tapi kondisi beliau masih lemah. Pak Anres ingin bertemu dengan yang bernama Jo dan Arka,” ucap dokter tersebut.
“Saya di sini,” ucap Jo dengan napas yang ngos-ngosan karena lari dari parkiran menuju ICU.
“Ayo kita masuk Jo,” ajak Arshaka.
“Baik tuan Arka,”
Mereka berdua kemudian masuk ke dalam ruang ICU, Arshaka dan Jo menatap sendu ke arah Anres. Anres berusaha tersenyum, dengan lirih dia mulai bicara.
“Ba-bagaimana ke adaan Jingga dan Alice?” lirih Anres dengan tenaga yang dia miliki.
“Jingga baik-baik saja, dia sedang dalam masa pemulihan. Alice ada di sampingmu, Anres. Dia masih tertidur dan belum mau bangun,” ucap Arka.
Anres dengan sekuat tenaga melirik bed pasien di sampingnya, kedua sudut matanya mulai berair saat melihat istrinya terbaring dengan terpasang alat-alat medis.
“Tuan sebaiknya istirahat dan menghemat energi,” ucap Jo.
“A-aku harus bicara pada kalian. Aku ta-takut tidak akan punya banyak waktu,”
“Kamu akan dan harus sembuh Anres, Jingga tidak akan bisa hidup tanpa kalian. Kalian harus sembuh,” Arshaka berusaha memberikan dukungannya meskipun dia sendiri sedang menahan perih melihat sepupunya dan Anres tidak berdaya saat ini.
“Jo. A-aku sempat melihat dalam mobil yang menabrak kami ada putra pertama Orion, apa itu be-benar?” ingat Anres saat detik-detik sebelum dia tidak sadarkan diri setelah pak Supri berusaha sekuat tenaga membanting setir agar mobil mereka tidak tertabrak truk dari arah yang berlawanan.
Walaupun akhirnya tetap mobil mereka membentur pembatas jalan, namun pak Supri tetap bisa di katakan berjasa menyelamatkan keluarga majikannya tersebut.
Jo mengangguk. “Benar tuan. Dia terlibat dalam kecelakaan tersebut,”
“A-apa mereka ada di sini?”
“Kamu ingin bertemu mereka?” tanya Arshaka.
Anres menganggukkan kepala sebagai tanda dia ingin bertemu dengan Orion. Arshaka akhirnya keluar meninggalkan Jo bersama Anres, dia mencari keberadaan Orion dan putranya.
up lagi kak
orang yang sama
jangan dibuat pak arnez dan istri meninggal thor..masih terlalu awal