Karya ini menceritakan tentang seorang karakter utama yang di reinkarnasi menjadi semut di dunia fantasy.
Selamat membaca
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon HZ77, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Special Chapter: Kita Mulai dari Awal
Dengan tubuh semutnya yang lama, Ryzef berusaha berlari secepat yang ia bisa, meskipun ia agak lupa bagaimana cara menggerakkan lebih dari dua kaki. Koordinasi delapan kaki bukan perkara mudah, apalagi setelah terbiasa berjalan tegak.
“Ugh… Aku seperti anak kecil yang baru belajar jalan lagi…” gerutunya dalam hati, sambil tergelincir sedikit saat kakinya salah pijak.
Begitu merasa Livia tak lagi mengejarnya, Ryzef berhenti. Ia terengah-engah meski paru-paru sebagai semut mungkin tak bisa disebut ‘normal’. Ia menyelinap masuk ke celah sempit di dinding gua, lalu menenangkan dirinya.
“Huff… Hampir saja…” pikirnya, menghela napas panjang. “Kalau aku tetap jadi manusia, mungkin tubuhku udah kering kayak kerupuk di gua ini…”
Ia menyandarkan tubuh kecilnya pada batu hangat dan mendongak sedikit ke langit-langit gua yang gelap.
“Dan... siapa sangka Livia ternyata Yandere…” gumamnya. “Kupikir itu cuma karakter di anime Jepang… Sekarang aku jadi korban utama episode spesialnya…”
Drrrzz…
Tiba-tiba, suara statis berdengung dalam pikirannya. Suara yang sangat familiar.
[Ryzef, ini aku. ‘Pemandu’.]
Ryzef tak langsung menjawab. Rasa kesalnya mengendap, mengingat ‘pemandu’ itu sempat menghilang tanpa jejak, meninggalkannya saat ia paling membutuhkan. Ia hanya terdiam.
[Maaf soal semua yang terjadi… soal Livia… Tapi bisakah kau dengarkan aku sebentar?]
Ryzef menghela napas, atau mencoba melakukannya dalam wujud semut. “Huh… Baiklah, apa boleh buat.”
[Aku ingin kau mulai latihan… menggunakan kekuatan seperti saat masih terhubung dengan ‘window sistem’. Tapi… kali ini, tanpa mengandalkan sistem itu.]
“…Tanpa sistem?” Ryzef mengerutkan alis—jika semut punya alis. “Aku bahkan nggak tahu caranya. Lagipula, buat apa?”
Ia sebenarnya sudah bisa menebak arah pembicaraan ini, tapi ia masih ingin memastikan.
[Tidak ada waktu untuk penjelasan—sekarang mulai saja, kau harus… sa@_#?!"/)+#*×+@]
Suara itu tiba-tiba rusak. Digantikan dengan dengung panjang dan suara distorsi.
Ryzef mendengus, tak kaget. “Tentu saja… Suara sistemnya ngelag di saat paling penting… klasik.”
Tapi ia cukup pintar untuk menyimpulkan.
“Sistem error… atau mungkin, si ‘pemandu’ itu dalam bahaya?” pikirnya, sambil menatap kosong ke arah celah gelap.
Tak butuh waktu lama untuk ia mengambil keputusan.
“Kurasa… ada gunanya juga kalau aku ikuti instruksi terakhir itu.”
Ia bangkit, atau lebih tepatnya—mengangkat tubuh semutnya dan menguatkan kakinya.
Waktunya kembali belajar. Tanpa sistem, tanpa bantuan—dengan tekad serangga kecil melawan dunia besar.
Di saat dirinya ingin memulai latihan, suara yang sangat ia kenal kembali terdengar—kali ini lembut, seperti bisikan.
“Ryzef… Ryzef~ Di mana kamu~?”
Langkah kaki kecil terdengar… namun kali ini bukan dari manusia. Dari lorong gua yang sunyi, muncullah sosok Livia… dalam bentuk seekor semut, sama seperti Ryzef.
Ryzef membeku.
“…Kau bercanda, kan?” bisiknya lirih.
Ia ingin bergerak, tapi tubuhnya justru gemetar. Melawan sesama semut… bukan perkara mudah. Bukan hanya karena bentuk mereka hampir sama, tapi karena—sesama semut bisa mencium dan mengenali feromon satu sama lain.
“Si—sial…!” Ryzef tergelincir, kakinya menabrak batu kecil dan terpental. “Kalau aku bukan semut, mungkin feromonku nggak bakal dideteksi…”
Ia mencoba berdiri, tapi lutut—atau semacam sendi semutnya—terasa lemas. Nafasnya terengah. Ketakutan merayapi dirinya.
Livia makin dekat… dan saat jarak mereka tinggal beberapa senti, Ryzef menutup matanya.
“Sudah… habis aku…”
Tapi yang datang bukanlah cakaran, bukan pula gigitan, atau semburan sihir…
Melainkan… pelukan.
Pelukan hangat.
Tubuh kecil Livia menempel erat pada tubuhnya, dan Ryzef bisa merasakan getaran lembut dari tubuh mungil itu. Feromonnya… damai. Tidak mengancam. Tidak marah.
“…Terima kasih,” bisik Livia, begitu pelan hingga nyaris tak terdengar. “Aku… sangat senang.”
Ryzef terpaku. Suasana sunyi di dalam gua membuat detak jantung serangga pun terasa seperti denting jam di malam hari.
Perlahan, dengan rasa bersalah yang menyayat, ia membalas pelukan itu. Kaki kecilnya—yang menyerupai tangan dalam bentuk semut—merangkul tubuh mungil Livia.
“Maaf… seharusnya aku tidak mengkhianatimu,” ucap Ryzef lirih, tulus, meski suara hatinya pun bergetar.
Pelukan itu mereka pertahankan, lama… seperti ingin menghapus luka yang sudah terukir terlalu dalam.
Dalam sunyi gua itu, tak ada suara selain napas pelan dari dua semut yang saling memeluk. Tak ada sistem. Tak ada kekuatan. Tak ada sihir. Hanya dua jiwa… yang pernah saling menyakiti… kini mencoba menemukan kembali hangatnya kedekatan.
[Bonus Chapter – Beberapa Hari Sebelumnya, di Sarang Semut]
“Huff… ke mana mereka pergi?” gumam Sang Ratu, sembari memandangi lorong masuk sarang yang gelap. “Apakah berburu kalajengking terlalu berbahaya bagi mereka…?”
Ia terduduk di atas singgasananya yang terbuat dari susunan daun dan serat-serat lunak. Meski tampak tenang, antenanya terus bergerak—menandakan keresahan yang tak bisa ia sembunyikan.
Beberapa saat kemudian, seekor semut pekerja datang, membawa nampan dari daun yang dipenuhi potongan-potongan kecil jamur segar. Jamur itu telah dimasak dengan getah manis dan dihias potongan buah mini yang harum aromanya.
“Ratu,” ucap semut pekerja itu dengan penuh hormat. “Ini makanan Anda.”
Sang Ratu menatap hidangan itu sejenak… lalu menggeleng pelan.
“Aku akan makan nanti saja,” ujarnya lembut. “Kalian makanlah duluan.”
Namun semut pekerja itu tampak bingung, bahkan gugup. “Tapi, Yang Mulia… semua makanan sudah habis sejak tadi. Ini… satu-satunya yang tersisa.”
Sejenak, ratu terdiam.
Jika semut bisa kehilangan ekspresi, maka saat itu—ia benar-benar terlihat kosong.
“…Padahal aku berniat menjamu mereka dengan hangat…” ucapnya lirih, hampir seperti gumaman penyesalan.
Ia menatap makanan itu tanpa nafsu, lalu kembali menghadap lorong gelap menunggu kembalinya Ryzef dan Livia.
...~𝙱𝚎𝚛𝚜𝚊𝚖𝚋𝚞𝚗𝚐~...