Sungguh berat beban hidup yang di jalani Sri Qonita, karena harus membesarkan anak tanpa suami. Ia tidak menyangka, suaminya yang bernama Widodo pamit ingin mencari kerja tetapi tidak pernah pulang. Selama 5 tahun Sri jatuh bangun untuk membesarkan anaknya. Hingga suatu ketika, Sri tidak sanggup lagi hidup di desa karena kerja kerasnya semakin tidak cukup untuk biaya hidup. Sri memutuskan mengajak anaknya bekerja di Jakarta.
Namun, betapa hancur berkeping-keping hati Sri ketika bekerja di salah satu rumah seorang pengusaha. Pengusaha tersebut adalah suaminya sendiri. Widodo suami yang ia tunggu-tunggu sudah menikah lagi bahkan sudah mempunyai anak.
"Kamu tega Mas membiarkan darah dagingmu kelaparan selama 5 tahun, tapi kamu menggait wanita kaya demi kebahagiaan kamu sendiri"
"Bukan begitu Sri, maafkan aku"
Nahlo, apa alasan Widodo sampai menikah lagi? Apakah yang akan terjadi dengan rumah tangga mereka? Kita ikuti.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Buna Seta, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 4
Sri berjalan tak tentu arah, sesekali mengusap air matanya yang menutupi pandangan ke trotoar. Hatinya benar-benar sakit karena Widodo telah mempermainkan pernikahan.
"Jadi majikan aku itu maduku?" Tanya Sri sesekali dalam hati. Dalam langkahnya ia terus bertanya, apa salahnya ia selama menjadi istri Widodo sampai suaminya setega itu.
"Astagfirullah... perutku sakit" Sri merasakan sakit perut di bawah puser yang luar biasa. Ia meremas perutnya ketika sudah duduk di pinggir trotoar, hingga beberapa menit menunggu sakitnya reda. Terasa ada cairan yang keluar baru kemudian reda. Rupanya Sri mengalami sakit sebelum haid seperti biasanya.
Sri mengedarkan pandanganya tetapi entah di mana. Ia ke Jakarta baru kali ini belum tahu seluk beluk tempat tersebut. "Astagfirullah... Laras" Sri tersentak kaget ketika ingat putrinya ia tinggalkan di rumah itu.
Ia cepat bangun, sebelum pulang membeli pembalut di salah satu minimarket yang ia lewati.
***********
"Loh, pipi Mas Wid kenapa?" Sally kaget ketika suaminya masuk, pipi sebelah kanan memerah. Sally sendiri baru selesai mandi dan ganti pakaian hingga tidak tahu kejadian di halaman. Sally mendekati suaminya, kemudian memeriksa pipi. "Mas, kenapa ini?" Ulang Sally karena Widodo bingung untuk menjawab.
"Tadi waktu membuka pintu mobil, wajahku kejedot Ma" Widodo berbohong. Ia buka jas melempar ke sofa kemudian ke kamar mandi menghindari pertanyaan Sally.
Sally memandangi suaminya dari belakang. "Kejedot pintu? Aku tidak yakin, sepertinya Mas Wid menyembunyikan sesuatu" gumam Sally karena ia bukan anak kecil. Lagi pula ketika pulang tadi suaminya baik-baik saja.
Sally segera ke kamar Ara karena begitu pulang dari kantor tadi berpesan agar putrinya itu mandi. "Maura... kenapa kamu belum mandi?" Sally geleng-geleng kepala.
"Habisnya nggak ditemani Mama" protes Ara.
"Kamu ini sudah waktunya mandiri Ara, cepat buka bajunya" tegas Sally, lalu menyuruh putrinya mandi sementara ia menunggu di kamar.
Sementara Sri baru saja tiba di depan pagar yang belum juga ditutup. Ia tutup pagar tersebut kemudian masuk khawatir Sally mencarinya karena belum menata makan malam. Tiba di dalam, ia lega karena meja makan masih kosong. Sri segera ke kamar mandi menggunakan pembalut lalu membasuh wajahnya.
"Dooorrr..." Laras menepuk bokong bundanya setelah keluar dari kamar mandi. "Bunda kenapa?" Laras tiba-tiba sedih ketika menatap wajah Sri habis menangis.
"Bunda cuma sakit perut sayang... tapi sekarang sudah mendingan kok" Sri mencium kening putrinya sayang, merasa bersalah karena hampir saja lalai menjaga harta satu-satunya sebagai penyemangat. "Sekarang Laras ke kamar dulu ya, bunda mau menata makanan di meja makan"
"Iya Bun" Laras berlari-lari kecil ke kamar belakang.
Sementara Sri segera menghangatkan sop membawanya ke meja makan.
Tak tak tak. Suara sandal berjalan ke arah meja makan, Sri menatap Sally yang tengah menuntun Maura.
"Makan malam sudah siap Sri?" Sally menarik kursi untuk putrinya.
"Sudah Nyonya" Sri menjawab tetapi menghindari tatapan mata Sally agar tidak curiga bahwa ia baru saja menangis.
"Sayur asam kamu enak Sri, suami saya sampai nambah berapa kali" tutur Sally sembari senyum-senyum lalu menatap Sri.
"Syukurlah Nyonya" Sri tetap menunduk menata piring di meja makan.
"Loh, kamu kenapa Sri?" Sally toh bertanya juga walaupun Sri sudah menghindari.
"Saya kalau pertama kali datang bulan, sakit sekali Nyonya" Sri mengatakan sudah minum obat hingga sekarang sudah tidak terlalu nyeri.
"Oh gitu..." Sally manggut-manggut.
Sri menatap Sally seksama, istri Widodo yang baru ini apa mungkin tahu jika Widodo sebenarnya sudah punya istri. Jika tahu tetapi memaksa Widodo untuk menikahinya, Sri tidak akan tinggal diam. Sri akan mencoba bertahan sembari menyelidiki mengapa pernikahan ini bisa terjadi.
Saat sedang termenung mendengar langkah kaki, ternyata Widodo baru selesai mandi. Sri segera berpaling sinis saat Widodo menatapnya.
"Duduk Mas" Sally menarik kursi untuk suaminya itu, setelah Widodo duduk, ia menyendok nasi untuk sang suami.
"Sekarang Ara juga harus makan yang banyak" Sally mengambilkan nasi untuk anaknya yang sejak pagi belum makan.
"Kok pakai sayur sop sih Ma, Ara itu cuma mau makan ayam goreng" Ara berteriak ketika Sally menuang sup ayam ke pring Ara.
"Tapi kan kamu harus makan sayur Ara" Sally menjelaskan.
"Nggak mau, Ara bilang nggak, ya nggak" anak dan mama itu pun akhirnya berdebat juga. Sementara Widodo kali ini tidak berkomentar tentang Ara karena sesekali melirik Sri yang tengah menonton drama tersebut
"Ya sudah" Sally menarik napas panjang, ia mengalah menggeser piring di depan Ara menggantikan dengan yang baru.
"Sri, nasi ini buang saja" ucapnya dengan nada kesal.
"Oh... Jangan dibuang Nyonya, biar dimakan Laras saja" Sri mengangkat piring tersebut.
Widodo kaget mendengar nama Laras, sudah sebesar apa putrinya itu.
"Laras ambilkan yang baru saja Sri" Sally kasihan walaupun makanan tersebut belum dipegang.
"Tidak apa-apa Nyonya, selama ini Laras hanya makan dengan tempe tahu, jika makan telur sebulan sekali pun sudah istimewa, apa lagi ayam seperti ini pasti ia sangat suka" Sri sebenarnya bukan bermaksud cerita kepada Sally, tetapi agar Widodo tahu, jika pria itu hanya memikirkan perutnya sendiri sama sekali tidak mau tahu penderitaan putrinya.
"Ya sudah... ini saya tambahkan ayam lalu berikan kepadanya," Sally memberikan satu paha ayam.
"Terima kasih Nyonya" Sri bergegas ke belakang.
Sementara itu Widodo mencerna kata-kata Sri, hatinya gelisah hingga berkali-kali menyugar rambutnya ke belakang.
Sally memandangi putrinya makan hanya dengan ayam goreng pun lahap sekali. Lalu pandanganya berpaling kepada Widodo yang nampak gelisah.
"Mas, ayo makan, Mas kenapa sih?" Sally dibuat pusing setiap mau makan ada saja masalah.
"Emm tidak, ayo kita makan" Widodo memulai menyendok nasi memasukkan ke dalam mulut.
Hingga makan selesai, Ara menarik tangan sang mama agar menemani belajar. Hanya tinggal Widodo di meja makan. Sri yang baru datang sebenarnya ingin menghindari pria menyebalkan itu, tetapi ia tetap profesional membereskan meja makan.
"Sri, aku ingin bertemu Laras, pasti sekarang ini sudah besar" Widodo memberanikan diri untuk bertanya.
"Tidak usah sok peduli dengan anak yang sudah kau buang bertahun-tahun" ketus Sri menatap sinis wajah Widodo, lalu menunduk melanjutkan mengelap meja makan.
"Tapi aku bapaknya Sri"
"Hahaha... masih berani Anda mengaku bapak, setelah anak yang tidak berdosa kau sia-siakan? Dengar, tidak ada bapak yang tega meninggalkan anaknya bertahun-tahun hidup kelaparan. Sementara bapaknya menikmati kemewahan dan makan enak" Sri mengeluarkan isi hatinya, tapi Widodo tak mampu berkata-kata.
"Ada apa ini?" Sally tiba-tiba muncul.
...~Bersambung~...
Semoga kamu dan Laras selalu bahagia ya Sri dan dijauhkan dari perkara” yang menyulitkan kamu 🙏🏻🙏🏻🙏🏻
udh blik aj ma bini mu kng dodol dn coba bgun bisnis mu yg lain stlh sukses bhgiain larass ank mu....
mknya cuss krja bikin kmu sukses dn bhgiain laras....doll...
sekarang baru merasakan widodo, dulu kemana hati nuranimu menelantarkan sri n laras anak kandungmu