Daniel Van Houten, mafia berdarah dingin itu tak pernah menyangka dirinya di vonis impoten oleh dokter. Meski demkian Daniel tidak berputus asa, setiap hari ia selalu menyuruh orang mencari gadis per@wan agar bisa memancing perkututnya yang telah mati. Hingga pada suatu malam, usahanya membuahkan hasil. Seorang gadis manis berlesung pipi berhasil membangunkan p3rkurutnya. Namun karna sikap tempramental dan arogannya membuat si gadis katakutan dan memutuskan melarikan diri. Setelah 4 tahun berlalu, Daniel kembali bertemu gadis itu. Tapi siapa sangka, gadis itu telah memiliki tiga anak yang lucu-lucu dan pemberani seperti dirinya.
____
"Unda angan atut, olang dahat na udah tami ucil, iya tan Ajam?" Azkia
"Iya, tadi Ajam udah anggil pak uci uat angkap olang dahat na." Azam
"Talau olang dahatnya atang agi. Tami atan ucil meleka." Azura.
_____
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Pena Remaja01, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 23
Tiga tahun kemudian....
"Azam! Jangan lari-lari terus. Papi capek, ayo mandi dulu sama Papi!" Udin tak henti mengomel. Ia sudah lelah mengejar bocah laki-laki yang hanya menggunakan pampers.
Beberapa bulan yang lalu, Udin sudah mencari rumah kontrakan yang agak besar, namun Ayang menolak untuk pindah karna sudah merasa nyaman tinggal di lingkungan sekarang. Selain memiliki tetangga yang baik-baik, di kontrakan ini ketiga anaknya juga banyak memiliki teman.
"Ajam ngak awu andi ama Pipi, Ajam awu andi ama Unda."
Bocah itu terus saja berlarian mengitari satu-satunya meja di ruangan dekat TV.
"Sudahlah, kalau Azam gak mau mandi, nanti Papi juga gak mau ajak Azam jalan-jalan."
Udin menghentikan langkah mengatur nafasnya yang sedikit ngos-ngosan, kemudian menghempaskan bokong di kursi berdekatan. Setiap pagi ia memang selalu di sibukkan mengurus ketiga anak-anak Ayang. Seperti pagi ini, ia telah memandikan Azkia dan Azura, namun, selalu saja ada drama ketika ia akan memandikan Azam.
Dari dalam kamar, Ayang keluar bersama kedua putrinya yang sudah berpakaian rapi. Rambat panjang mereka juga telah di kepang Ayang.
"Aya, kamu ajalah yang mandiin Azam," keluh Udin dengan wajah kesalnya.
Ayang tersenyum dan mengangguk.
"Kakak, Adik, sini sama Papi." Udin memanggil Azkia dan Azura yang telah rapi.
Sedangkan Azam berlari mendekati Ayang. "Unda, imik." Azam merengek, kedua tangan menggapai-gapai minta di gendong. Bocah itu memang masih menyusu badan, tidak seperti kedua saudaranya yang setahun lalu sudah beralih meminum susu bantu.
.
.
.
Jam delapan pagi, semua anak-anak Ayang sudah rapi, perut merekapun sudah kenyang semua. Sekarang mereka sedang asyik menonton acara kartun favorit mereka yang tayang di layar kaca.
Setiap jam 10 pagi, Udin akan pergi ke cabang salonnya yang berada di mall. Dua tahun belakangan ini, ia telah membuka cabang salon dengan modal sendiri. Di salonnya itu, Udin juga sudah memiliki tiga orang karyawan dan satu karyawan lagi mengurus salon di samping kontrakan.
Semenjak melahirkan hingga sekarang, Ayang dan ketiga anaknya hidup dari penghasilan Udin, karna sampai detik ini ia belum lagi berjualan, lantaran kesibukan mengurus tiga anaknya yang lagi aktif-aktifnya.
Ayang terkadang tak enak hati, karna sedikitpun belum bisa membalas kebaikan Udin. Tidak hanya membantu keuangan saja, Udin juga turut serta mengurusi ketiga anaknya. Entah bagaimana membalas kebaikan pria itu.
"Aya! Aku berangkat kerja dulu ya?" teriak Udin di tengah-tengah rumah.
Ayang yang tengah sibuk di belakang segera berjalan keluar. Di sana kedua putrinya merengek minta ikut sambil bergayut di kedua kaki Udin. Sedangkan Azam masih anteng duduk di depan TV.
"Pipi, akak itut."
"Adik uga itut."
Menurut Ayang, Azkia lah yang pertama lahir, di susul Azam setelahnya Azura. Makanya Azkia mereka panggil kakak dan anak itu juga telah terbiasa memanggil dirinya kakak.
Ayang mendekati kedua putrinya, membujuk mereka agar tetap di rumah. Namun Azkia dan Azura malah semakin kencang menangis. Tangan mereka pun tak lepas memeluk kaki Udin.
"Udah lah, Aya. Hari ini biar aja mereka ikut aku. Nanti siang aku antar mereka pulang," ucap Udin. Kemudian ponsel di keluarkan dan memesan taksi online.
"Azam mau ikut Papi gak?" tanya Udin sebelum pergi.
Azam yang sedang asyik menonton kartun favoritnya mengabaikan panggilan Udin.
"Ya udah kalau gak mau, tapi nanti jangan nangis ya," ucap Udin lalu menggendong Azkia dan Azura.
"Dadah Unda, dadah Ajam," ucap Azkia dan Azura bersamaan.
Setelah Udin dan kedua putrinya pergi, Ayang kembali ke belakang, mencuci pakaian serta peralatan bekas makan anak-anaknya.
Beberapa menit berselang, Ayang mendengar tangisan Azam di depan. Bergegas ia kembali keluar melihat putranya itu. Sesampainya diluar Ayang langsung menggendong Azam yang menangis sambil berteriak memanggil kedua saudaranya.
"Unda, Atak Iya dan Juya mana?"
'Tadi diajak malah asyik nonton. Sekarang malah menangis.' omel Ayang dalam hati sambil menenangkan putranya.
Bukannya diam, Azam malah semakin histeris menangis. Bibirnya tak henti memanggil kedua saudaranya.
"Ayang, apa yang terjadi? Kenapa Azam menangis begitu kencang."
Tiba-tiba terdengar suara seseorang di luar rumah.
Sambil menggendong Azam, Ayang berjalan membukakan pintu.
"Azam kenapa nangis? Sini main sama tante." Seorang wanita yang berdiri di depan pintu rumah Ayang merentangkan tangan ingin menggendong bocah tampan itu.
"Ngak awu! Ajam awu ayin ama atak Iya dan Juya!" pekik Azam semakin menjadi-jadi.
"Ayang, memangnya Azkia dan Azura kemana?" tanya wanita itu.
Ayang memberitahukan kalau kedua putrinya pergi bersama Udin ke mall dengan bahasa isyarat.
"Walah! Coba kamu hubungin Mas Udin, suruh dia jemput Azam pulang. Kasihan Azam nangis sampai kejang gini."
Ayang menggeleng. Ia tak ingin merepotkan pria itu.
"Kalau gak, anterin saja Azam ke tempat Papinya. Kasihan loh, nangisnya sampai kejang gini! Ntar dia malah sakit. Biar aku temankan, kebetulan aku tau tempat salon Mas Udin," ucap wanita tadi.
Ayang berpikir sejenak, tidak lama ia mengangguk. Ia meminta wanita itu untuk menunggunya sebentar, lalu masuk kedalam kamar, mengganti pakaian dan memakai hijab panjang yang sedikit lembab, terkena cipratan air cucian.
Dua tahun belakangan ini, Ayang memang merubah penampilannya. Ia berpakaian tertutup meskipun di dalam rumah. Sadar, jika ia dan Udin bukanlah pasangan halal yang sebenarnya tak boleh tinggal satu rumah. Walau ia tahu Udin tidak akan melakukan apapun terhadapnya, tapi semua itu tidaklah merubah kodrat Udin sebagai laki-laki.
.
.
.
"Yei! Ajam naik bum-bum!" seru Azam kegirangan saat taksi yang mereka tumpangi mulai melaju.
Desi, tetangga yang bersedia mengantarkan Ayang ke mall ikut tersenyum melihat bocah itu kegirangan.
"Ayang, sekali-kali kamu itu juga harus jalan-jalan keluar. Ini gak, di rumah terus. Padahal kamu dan suamimu aku lihat gak kekurangan uang."
Ayang tersenyum kikuk mendengar celetukan Desi.
Sebenarnya Ayang ingin juga keluar. Ia juga ingin menemankan anak-anaknya bermain. Tapi ia takut, jika nanti berjumpa dengan Daniel, sebab Ayang tahu orang-orang Daniel begitu banyak.
Rasa takut pada pria itu belumlah hilang dalam dirinya. Ditambah rasa benci dan dendamnya setelah tau pria itu juga yang telah membuatnya kehilangan kasih sayang seorang Ayah.
.
.
.
"Unda, Ajam gak awu endong, Ajam awu dalan aja." Azam merengek meminta Ayang menurunkannya setelah mereka berada di dalam mall.
Ayang pun menurunkan putranya itu, lalu memegang sebalah tangannya dengan erat.
"Ayang, salon Mas Udin ada di lantai tiga. Kita naik lift atau naik eskalator?" tanya Desi.
Ayang memberikan isyarat memberitahukan pada wanita itu terserah saja.
"Kalau begitu kita naik lift saja." Desi membuat keputusan, lalu membawa Ayang menuju pintu lift.
Keluar dari lift yang membawa mereka ke lantai tiga, Azam lansung berlarian hingga tangannya terlepas dari pegangan Ayang. Bocah itu terus berlarian sambil tertawa riang.
Braak!
Tiba-tiba saja Azam terjatuh karna menabrak seseorang.
"Hei bocah kau punya mata gak sih!" bentak seorang wanita yang tidak sengaja di tabrak Azam.
Azam menangis sangat kencang.
"Beb, panggilkan satpam untuk mengusir bocah gembel ini!" Wanita tadi bicara pada pria di sampingnya.
Ayang yang baru tiba menyusul Azam, lansung menggendong putranya yang masih terduduk di lantai.
"Eh, kau! Punya anak itu di jaga! Dasar kampungan." Wanita itu menatap sinis pada Ayang.
Ayang menggerakkan bibirnya meminta maaf pada wanita itu.
"Sudah lah Beb, itu anak-anak. Lagian dia juga gak sengaja." Pria yang berdiri di samping wanita itu bicara dengan posisi tubuh membelakangi Ayang.
"Tapi kaki aku sakit Beb."
Pria itu kemudian berbalik badan, tak sengaja matanya menatap Ayang yang menunduk.
"A-Ayang?"
di tunggu selalu aksi trio cadel😊
yg ada ayang tambah stres dan membenci danil
lanjut kak/Drool/
hadirkan kebahagiaan untuk ayang
sudah 3 THN kok masih asih Tor...?
Ayahnya Ayang ada sangkut sama si Daniel?
vote untuk mu thor