NovelToon NovelToon
Arjuna : A Divine Power, A Fallen Hero

Arjuna : A Divine Power, A Fallen Hero

Status: sedang berlangsung
Genre:Action / Fantasi / Misteri / Penyelamat
Popularitas:7.4k
Nilai: 5
Nama Author: Saepudin Nurahim

Arjuna, putra dari Dewa Arka Dewa dan Dewi Laksmi, adalah seorang dewa yang sombong, angkuh, dan merasa tak terkalahkan. Terlahir dari pasangan dewa yang kuat, ia tumbuh dengan keyakinan bahwa tidak ada yang bisa menandinginya. Dengan kekuatan luar biasa, Arjuna sering merendahkan dewa-dewa lainnya dan merasa bahwa dirinya lebih unggul dalam segala hal.

Namun, sikapnya yang arogan membawa konsekuensi besar. Dewa Arka Dewa, ayahnya, yang melihat kebanggaan berlebihan dalam diri putranya, memutuskan untuk memberi pelajaran yang keras. Dalam upaya untuk mendewasakan Arjuna, Dewa Arka Dewa mengasingkan Arjuna ke dunia manusia—tanpa kekuatan, tanpa perlindungan, dan tanpa status sebagai dewa.

Di dunia manusia yang keras dan penuh tantangan, Arjuna harus menghadapi kenyataan bahwa kekuatan fisik dan kesombongannya tidak ada artinya lagi. Terpisah dari segala kemewahan Gunung Meru, Arjuna kini harus bertahan hidup sebagai manusia biasa, menghadapi ancaman yang lebih berbahaya.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Saepudin Nurahim, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Pengalaman Kirana dan Bara yang sangat luar biasa

Arjuna, Kirana, dan Bara melangkah keluar dari lorong bawah tanah candi dengan langkah hati-hati. Udara dingin menusuk kulit mereka, seakan dunia di luar sudah berbeda sejak mereka masuk ke dalamnya.

Mereka menoleh ke belakang, mencari sosok kakek misterius yang telah memberi petunjuk pada Arjuna. Namun, sosok itu telah menghilang begitu saja, seolah tak pernah ada.

> Bara berbisik: "Kakek itu… dia siapa sebenarnya?"

Kirana menggigit bibirnya: "Mungkin bukan manusia biasa."

Arjuna menghela napas: "Aku tidak tahu. Tapi dia membawaku bertemu para Dewa. Aku harus menemukan kekuatanku kembali, dan kita harus pergi ke Prambanan."

Tanpa membuang waktu, mereka bergegas menuju Candi Prambanan, berharap Arjuna dapat menemukan senjata sejatinya—busur dan pedang yang telah lama hilang.

Malam telah turun saat mereka tiba di kompleks candi yang megah. Bulan bersinar pucat, memberikan bayangan panjang di antara bangunan candi yang menjulang ke langit. Suara angin yang berdesir terdengar seperti bisikan, seolah para arwah leluhur masih menjaga tempat ini.

Arjuna melangkah mendekati relief candi utama, hatinya bergetar ketika melihat ukiran sosok dirinya sendiri, berdiri gagah dengan dua senjata di tangan—busur emas yang bercahaya dan pedang dengan api ilahi yang membara.

> Arjuna berbisik: "Itu… milikku."

Kirana tersentak: "Kau yakin?!"

Bara menelan ludah: "Bagaimana cara mengambilnya?"

Arjuna menyentuh relief itu. Seketika, langit bergemuruh. Batu candi mulai bergetar dan cahaya biru menyala dari ukiran tersebut.

> Suara gaib berbisik dalam benaknya:

"Hanya dia yang layak yang dapat mengangkat senjata ini kembali."

Tiba-tiba, tanah di bawah mereka retak. Mereka terjatuh ke dalam ruang bawah tanah yang tersembunyi—sebuah tempat suci yang telah lama tersegel.

Di sana, di tengah ruangan yang dipenuhi ukiran dewa dan makhluk mistis, dua senjata itu melayang di udara, memancarkan aura luar biasa.

Busur Emas Ilahi – dengan cahaya angin berputar di sekelilingnya.

Pedang Api Langit – menyala dengan kobaran api mistis.

Arjuna mendekati mereka, merasakan kekuatan yang familiar dalam tubuhnya. Ia mengulurkan tangannya…

> Arjuna berbisik dengan yakin: "Aku akan membawa kalian kembali."

Begitu tangannya menyentuh senjata-senjata itu, cahaya menyilaukan memenuhi ruangan

Busur Emas → "Angin Langit" (Vāyuśara)

Pedang Api → "Nyala Dewa" (Divyāgni)

Kedua senjata ini merupakan perwujudan dari kekuatan sejati Arjuna, warisan ilahi yang akan membantunya dalam pertempuran besar yang akan datang.

Begitu tangan Arjuna menggenggam Angin Langit dan Nyala Dewa, ledakan energi dahsyat meledak dari tubuhnya. Aura emas membungkusnya, sementara pusaran angin berputar di sekelilingnya, membuat jubahnya berkibar dengan hebat.

Langit di atas Candi Prambanan mendadak berubah. Awan yang sebelumnya cerah kini dipenuhi kilat yang menyambar-nyambar. Angin bertiup kencang, menciptakan badai kecil yang membuat dedaunan dan debu berterbangan.

Kirana dan Bara, yang berdiri di pinggiran ruangan bawah tanah, mundur dengan ngeri. Mereka belum pernah melihat kekuatan sebesar ini sebelumnya.

> Bara berteriak: "Astaga! Apa ini?!"

Kirana menutupi wajahnya dari terpaan angin: "Arjuna... dia benar-benar seorang Dewa."

Tubuh Arjuna kini memancarkan cahaya yang hampir menyilaukan. Matanya bersinar keemasan, menandakan bahwa kekuatan dewa di dalam dirinya telah sepenuhnya kembali. Ia mengangkat satu tangan ke atas, dan dalam sekejap, pusaran angin besar terbentuk di langit, berputar dengan kekuatan dahsyat.

Kemudian, Arjuna menurunkan tangannya perlahan. Seiring dengan itu, badai yang tercipta di langit perlahan mereda, kembali menjadi malam yang tenang.

Ia membuka matanya, menatap kedua temannya dengan wajah yang lebih tegas dan penuh wibawa.

> Arjuna berbicara dengan suara yang lebih dalam dan beresonansi:

"Kini aku telah kembali menjadi diriku yang sebenarnya."

Kirana dan Bara hanya bisa menatapnya dengan campuran rasa kagum dan ketakutan. Mereka tahu, di depan mereka bukan lagi manusia biasa.

Mereka kini berhadapan dengan Dewa Angin yang sejati.

Angin masih berputar pelan di sekitar mereka, sisa dari kekuatan dahsyat yang baru saja bangkit dalam diri Arjuna. Namun, di tengah suasana yang masih tegang, Arjuna menatap Kirana dan Bara dengan penuh kehangatan.

Tanpa ragu, ia melangkah mendekat dan memeluk mereka berdua. Pelukan itu bukan hanya tanda perpisahan, tetapi juga ungkapan terima kasih.

> Arjuna berbisik pelan:

"Terima kasih… tanpa kalian, aku tidak akan sampai sejauh ini."

Kirana, yang masih sedikit terpana dengan perubahan Arjuna, balas memeluknya erat. Bara, yang biasanya ceria, hanya bisa diam—ini adalah pertama kalinya ia benar-benar merasakan aura seorang dewa dari jarak sedekat ini.

Setelah beberapa saat, Arjuna melepas pelukannya dan menatap mereka dengan serius.

> Arjuna: "Aku harus segera kembali ke Gunung Meru. Sesuatu yang besar sedang terjadi di sana."

Kirana mengerutkan kening. "Gunung Meru? Tempat para Dewa?"

> Arjuna mengangguk. "Benar. Dan kalian berdua ikut denganku."

Bara dan Kirana saling bertukar pandang, keterkejutan jelas tergambar di wajah mereka.

> Bara tergagap: "T-Tunggu… kau serius? Kami, manusia biasa, ke tempat para Dewa?"

> Kirana menghela napas panjang, lalu tersenyum tipis: "Aku tahu ini gila, tapi… kalau ini bisa membantumu, Arjuna, aku akan ikut."

> Bara menggaruk kepalanya, lalu mendesah: "Astaga… baiklah, aku juga ikut. Tapi kalau aku mati di sana, pastikan namaku dikenang, ya?"

Arjuna tersenyum. Tanpa banyak kata, ia mengangkat tangannya, dan angin mulai berputar di sekeliling mereka bertiga.

Dalam hitungan detik, mereka lenyap dari Candi Prambanan, berangkat menuju Gunung Meru—pusat kekuatan para Dewa.

Angin berdesir kencang saat Arjuna melesat menembus langit, membawa Kirana dan Bara bersamanya. Kecepatan mereka begitu luar biasa hingga Kirana dan Bara hanya bisa menutup mata, tubuh mereka serasa diterpa badai.

> Bara berteriak: "AKU TIDAK SIAP UNTUK INI!!"

> Kirana menegur: "Tahan sedikit, Bara! Kita tidak mungkin jatuh, kan?"

Arjuna hanya tersenyum tipis, mempercepat lajunya. Langit perlahan berubah warna, dari biru menjadi keemasan. Awan-awan yang mereka lewati tidak seperti di bumi—ada kilauan mistis di setiap sudutnya, dan udara terasa lebih ringan.

Lalu tiba-tiba—semuanya berhenti.

Mereka kini berdiri di atas daratan Gunung Meru, tempat para Dewa bersemayam.

Kirana dan Bara terperangah. Mereka berdiri di tengah tanah emas yang bersinar, dengan gunung-gunung menjulang tinggi di kejauhan. Istana-istana megah melayang di udara, dihubungkan oleh jembatan cahaya. Langit berwarna ungu dan keemasan, dengan aurora mistis berputar di atas kepala mereka.

> Kirana terdiam, lalu berbisik: "Kita... beneran di tempat para Dewa?"

> Bara menelan ludah: "Aku... manusia pertama yang menginjakkan kaki di sini?"

Mata Kirana dan Bara membelalak melihat pemandangan yang tak pernah mereka bayangkan sebelumnya. Gunung Meru bukan sekadar gunung biasa—ini adalah pusat kosmis, tempat para Dewa, Asura, Gandharva, dan makhluk-makhluk mistis lainnya bersemayam.

Langit di atas mereka berwarna keemasan, bercampur ungu dan biru pekat, dengan aurora mistis yang berputar tanpa henti. Awan-awan tampak seperti lembaran sutra bercahaya, bergelombang lembut di udara.

Di kejauhan, terlihat istana-istana megah melayang, terhubung oleh jembatan-jembatan cahaya yang bersinar setiap kali seseorang melangkah di atasnya. Tiang-tiang istana itu bukan terbuat dari batu biasa, melainkan emas bercampur cahaya bintang, dengan ukiran yang menggambarkan kisah-kisah legenda kuno.

Di bawah mereka, sungai berwarna biru terang mengalir, tetapi airnya bukan sekadar air—cairan itu seperti energi murni, bersinar lembut saat mengalir di antara bebatuan kristal. Pepohonan di sekitar mereka menjulang tinggi, dengan daun-daun yang berkilauan seperti permata zamrud.

Tiba-tiba, makhluk-makhluk ethereal mulai muncul.

Di udara, para Gandharva melayang dengan anggun, memainkan alat musik surgawi yang suaranya bergema lembut di seluruh lembah. Apsara-apsara menari di kejauhan, tubuh mereka diselimuti cahaya yang berkilauan seperti berlian.

Lebih jauh lagi, terlihat seekor Naga Raksasa berwarna biru keperakan meliuk-liuk di udara, ekornya membelah awan dengan lembut. Kirana menelan ludah saat menyadari mata sang Naga menatap mereka sejenak, sebelum kembali berkeliling di angkasa.

Namun, suasana mulai berubah.

Di puncak tertinggi, sebuah istana lebih besar dan megah daripada yang lain berdiri kokoh—tempat bersemayamnya Dewa Arka Dewa.

Di sana, bayangan para Dewa mulai muncul.

Saudara-saudara Arjuna telah menyadari kedatangannya.

> Kirana berbisik: "Ini bukan hanya dunia para Dewa... Ini adalah dunia yang melampaui imajinasi manusia."

> Bara meneguk ludah: "Kalau ini surga, aku nggak mau balik ke Bumi."

Arjuna tetap diam, menatap lurus ke depan. Dia tahu… ini adalah saat yang telah lama ditunggu.

1
Andau
ya ampun, ini sambungan bab ke berapa?.
NBU NOVEL: bab 21 kak
total 1 replies
Andau
Semoga cerita mu kelak akan benar-benar menjadi kenyataan di bawah langit Nusantara.
NBU NOVEL: Terimakasih Support nya kak
total 1 replies
breks nets
Mantap Thor walaupun mungkin ceritanya setengah dongeng tapi bagus alurnya ... lanjutkan hingga akhir cerita
NBU NOVEL: terimakasih bang, tetap support terus ya
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!