NovelToon NovelToon
Pernikahan (Bukan) Impian

Pernikahan (Bukan) Impian

Status: sedang berlangsung
Genre:Duda / CEO / Ibu Pengganti / Pernikahan Kilat / Cinta Paksa / Dijodohkan Orang Tua
Popularitas:4.2k
Nilai: 5
Nama Author: Hana Ame

Alina berkali kali patah hati yang dibuat sendiri. Meski dia paham kesalahannya yang terlalu idealis memilih pasangan. Wajar karena ia cantik dan cerdas serta dari keluarga terpandang. Namun tetap saja dia harus menikah. Karena tuntutan keluarga. Bagaimana akhir keputusannya? Mampukah ia menerima takdirNya? Apalagi setelah ia sadari cinta yang sesungguhnya setelah sosok itu tiada.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Hana Ame, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Berat Beban Rasa

Alina yang masih memandangi cincin cantik yang berada di jemarinya itu tiba tiba kaget dengan ketukan pintu kamarnya.

"Siapa ?"

"Mba, ada tamu tuh...." Rudy berkata setengah berteriak.

Alina sejenak terdiam, "Tamu siapa ?" Alina heran karena jam sudah beranjak menuju waktu istirahat. 'Siapa yang datang malam malam begini......' batin Alina sambil mengenakan jilbab bergonya dan membuka pintu kamar.

Rudy tampak berdiri di depan pintu sambil berkata, "Mba kayaknya itu Bang Roy deh."

Alis Alina bertaut. Karena merasa heran saat adiknya mengatakan hal itu. Dia bergegas menuju ruang tamu.

Dan ketika dilihatnya Roy duduk di sofa sudut ruang tamunya, Alina bergegas mendekatinya, "Loh ada apa Bang malem malem kesini, kayak gak ada siang aja"

"Gak boleh ya?" Roy tersenyum penuh arti. Di tangannya terdapat sebuah paper bag yang kemudian ia ulurkan ke atas meja.

"Lohh ketinggalan ya....." Alina baru sadar ternyata belanjaannya tertinggal.

Roy pun tersenyum senyum menggoda, "Yang kebawa cincin doang...." sehingga Alina pun tersipu.

Kedatangan Roy malam itu sebetulnya sekalian berpamitan dan mengurus nikah di kota tempat tinggalnya. Alina cukup terkejut mendengarnya. Namun tak dipungkiri hatinya berbunga bunga.

Sementara itu, di ruang makan bu Anik sedang mengobrol dengan Rudy. Nampak wajahnya ditekuk. Sesekali Bu Anik menatap kosong pada cangkir teh yang ada di tangannya. Di seberangnya, Rudy, adik Alina, duduk bersandar di sofa ujung kamar, memperhatikan ibunya yang sejak tadi terlihat gelisah.

"Siapa tamunya Rud ?" Bu Anik bertanya karena Rudy baru saja membukakan pintu.

"Bang Roy, Bu. Entah kenapa kok malem malem kayak nganter sesuatu."

"Oohh.... Ya sudah biarkan aja." sahut Bu Anik.

Mereka berdua kemudian terdiam beberapa saat.

Rudy menghela napas, akhirnya membuka suara, "Bu, dari tadi diem aja. Kayaknya ada yang mau Ibu omongin, deh."

Bu Anik mengangkat pandangannya, menatap putranya sejenak sebelum menghembuskan napas panjang.

Bu Anik menghela napas panjang sebelum bicara, "Ibu… berat, Rud."

Rudy mengernyitkan dahi, "Berat gimana?"

Bu Anik menaruh cangkir tehnya di meja, lalu menatap Rudy dengan serius, "Soal pernikahan Alina. Ibu bukannya nggak mau dia menikah, tapi… ya ampun, kenapa harus Roy?"

Rudy mengangguk pelan, sudah menduga ke arah mana pembicaraan ini akan berjalan, "Karena dia duda anak tiga?"

Bu Anik pun mengangguk cepat, ekspresinya menunjukkan kegelisahan yang selama ini ia pendam, "Iya! Bukan berarti Ibu memandang statusnya rendah, tapi… Alina itu anak perempuan Ibu satu-satunya. Sejak kecil, Ibu selalu membayangkan dia menikah dengan pria yang masih sendiri, yang bisa benar-benar memulai dari nol bersamanya. Tapi sekarang? Dia harus menikah dengan pria yang sudah punya keluarga lebih dulu." Terasa sekali beban pikiran dan perasaan yang terpancar dari wajah yang menua itu.

Rudy menyandarkan tubuhnya, berpikir sejenak sebelum bertanya, "Tapi, Bu… Alina sudah dewasa. Dia yang menjalani hidupnya sendiri. Kalau dia sudah mantap, kenapa Ibu masih ragu?"

Bu Anik menunduk, menggenggam jemarinya sendiri, "Ibu takut, Rud. Takut kalau nanti Alina merasa terbebani. Mengurus rumah tangga biasa saja sudah sulit, apalagi kalau dia harus langsung menjadi ibu sambung untuk tiga anak remaja? Apa mereka bisa menerimanya? Apa mereka bisa menghormati Alina sebagaimana seharusnya?"

Rudy mengangguk pelan, mencoba memahami kekhawatiran ibunya, "Ya, itu memang tantangan. Tapi Alina bukan orang yang gampang menyerah, Bu. Dia pasti sudah memikirkan ini baik-baik."

Bu Anik menghela napas panjang, lalu tiba-tiba mengingat sesuatu dan menatap Rudy dengan tatapan lebih serius, "Ada satu hal lagi yang bikin Ibu tambah berat, Rud."

Rudy semakin penasaran, "Apa Bu?"

Bu Anik memijat perlahan pelipisnya, lalu berbicara pelan tapi jelas, "Roy itu bukan orang asing, Rud. Dia itu keponakan temannya Ibu. Waktu reuni kemarin, dia dikenalkan di hadapan semua kawan-kawan Ibu. Saat itu, Om Cipto bilang kalau Roy masih sendiri dan sedang mencari istri."

Rudy terkejut, menegakkan tubuhnya, "Hah? Jadi Ibu sudah tahu Roy dari sebelum dia dekat sama Alina?"

Bu Anik mengangguk lemah, "Iya… Tapi Ibu nggak pernah membayangkan kalau akhirnya dia malah tertarik sama Alina. Waktu itu Ibu nggak terlalu memikirkan, cuma sekadar tahu. Tapi sekarang? Semua orang yang kenal Ibu pasti akan bertanya-tanya. Seolah Ibu sengaja menjodohkan anak sendiri dengan pria duda yang dulu dikenalkan di acara reuni."

"Darimana ibu tahu bahwa Roy Om Cipto adalah orang yang sama dengan Roy nya Mba Alina ?" telisik Rudy.

"Aku melihatnya waktu mengantar Alina pulang, mereka sempat bicara di teras. Dan pernah kulihat foto di handphone kakakmu." Bu Anik nampak gusar.

Rudy akhirnya tertawa kecil, mencoba meredakan kecemasan ibunya, "Bu, peduli amat sama omongan orang? Yang penting Alina bahagia, kan?"

Bu Anik mendesah, menatap Rudy dengan mata yang penuh kekhawatiran seorang ibu, "Iya, tapi tetap saja… Ibu nggak bisa bohong kalau ini semua terasa berat. Ibu nggak ingin Alina nantinya menyesal, atau lebih buruk lagi… merasa terjebak dalam pernikahan yang tidak sesuai dengan harapannya."

Rudy tersenyum kecil, lalu menggenggam tangan ibunya dengan lembut, "Bu, Alina itu perempuan yang kuat. Dia bukan tipe yang akan membiarkan dirinya terjebak dalam sesuatu yang nggak dia inginkan. Kalau dia sudah memutuskan, artinya dia benar-benar siap."

Bu Anik diam sejenak, matanya berkaca-kaca. Ia tahu Rudy ada benarnya. Tapi sebagai ibu, kekhawatiran itu tetap ada.

Bu Anik berkata dengan suara lirih, "Ibu hanya ingin dia bahagia.... Tidak mudah menjadi ibu tiga anak apalagi kakakmu belum pernah mengurus rumah tangga." Bicara demikian suara bu Anik bergetar menahan tangis.

Rudy tersenyum, menepuk tangan ibunya dengan lembut, "Kalau gitu, doakan saja yang terbaik, Bu. Kalau memang ini jalannya, biarkan Alina menjalani pilihannya. Dan kalau nanti dia butuh kita, kita pasti selalu ada buat dia."

Bu Anik menatap putranya lama, lalu mengangguk pelan. Meski hatinya masih terasa berat, ia tahu bahwa tidak ada yang bisa menghentikan waktu. Dan mungkin, inilah saatnya ia melepaskan Alina untuk menentukan takdirnya sendiri.

1
Queen's
hii, ijin promosi ya kak,

cek profil aku ada cerita terbaru judulnya

THE EVIL TWINS

atau langsung tulis aja judulnya di pencarian, jangan lupa mampir dan favorit kan juga ya.

terima kasih
Mít ướt
Jleb banget ceritanya!
Kavaurei
Nangkring terus
BillyBlizz
Aduh thor, saya udah kecanduan dengan ceritanya, makin cepat update-nya ya!
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!