"Aku pikir kamu sahabatku, rumah keduaku, dan orang yang paling aku percayai di dunia ini...tapi ternyata aku salah, Ra. Kamu jahat sama aku!" bentak Sarah, matanya berkaca-kaca.
"Please, maafin aku Sar, aku khilaf, aku nyesel. Tolong maafin aku," ucap Clara, suaranya bergetar.
Tangan Clara terulur, ingin meraih tangan Sarah, namun langsung ditepis kasar.
"Terlambat. Maafmu udah nggak berarti lagi, Ra. Sekalipun kamu sujud di bawah kakiku, semuanya nggak akan berubah. Kamu udah nusuk aku dari belakang!" teriak Sarah, wajahnya memerah menahan amarah.
"Kamu jahat!" desis Sarah, suaranya bergetar.
"Maafin aku, Sar," bisik Clara, suaranya teredam.
***
Mereka adalah segalanya satu sama lain—persahabatan telah terjalin erat sejak memasuki bangku kuliah. Namun, badai masalah mulai menghampiri, mengguncang fondasi hubungan yang tampak tak tergoyahkan itu. Ketika pengkhianatan dan rasa bersalah melibatkan keduanya, mampukah Clara dan Sarah mempertahankan ikatan yang pernah begitu kuat?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Grace caroline, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Episode 26. Cuma Kebetulan
Tut...
"Ck, kok sama Clara nggak di angkat-angkat sih? Dia beneran marah sama aku? Sekarang dia ada di mana?" gumam Sarah, cemas. Ponselnya bergetar—lagi—masih tanpa jawaban. Pesan demi pesan terkirim, panggilan demi panggilan tak direspons. Padahal, Clara terlihat online!
Beberapa saat lalu, Sarah bergegas meninggalkan kampus, berharap menemukan Clara di rumahnya. Mungkin Clara sudah pulang. Sejak Clara pergi dari kantin kampus dalam keadaan marah, Sarah tak bisa menghubunginya.
Meskipun terlihat online, Clara tak menjawab panggilan Sarah. Rasa khawatir dan cemas mencengkeram Sarah. Ia merasa bersalah, kata-katanya telah menyakiti Clara, padahal maksudnya bukan begitu.
"Aduh, ini udah ratusan kali loh, kok sama Clara nggak diangkat sih? Sekarang dia ada di mana? Aku khawatir banget," gumam Sarah. Ia terus mencoba menghubungi Clara, hasilnya tetap sama. Hingga akhirnya, panggilannya diangkat.
"Halo, Sar,"
Suara Clara dari seberang sana sedikit serak, nada bicaranya serius, bahkan terkesan acuh. Sarah langsung menyahut, wajahnya masih dipenuhi kekhawatiran.
"Halo, Ra, kamu di mana? aku lagi di depan rumahmu loh ini, tapi kamu nggak ada. Kamu di mana sekarang? pulang gih, kita ngobrol-ngobrol," pinta Sarah, berharap Clara segera pulang. Ia ingin meminta maaf karena tanpa sengaja telah menyakiti perasaan Clara.
"Iya, aku pulang. Tunggu, ya."
Clara mengakhiri panggilan singkat itu. Sarah menduga Clara benar-benar marah. Ia menyesal telah mengucapkan kata-kata yang akhirnya membuat Clara marah, padahal niatnya sebenarnya hanya ingin mengungkapkan isi hatinya tanpa maksud lain.
Tak lama kemudian, sebuah taksi berhenti di depan rumah Clara. Clara turun, membuka gerbang, dan masuk. Di depan pintu, ia mendapati Sarah berdiri dengan wajah cemas, tangan menopang dagu, pandangannya tertuju ke bawah. Kehadiran Clara sedikit mengejutkan Sarah.
"Ra, kamu dari mana aja? Aku khawatir loh," ujar Sarah, langkahnya tergesa menghampiri Clara. Ia memegang kedua bahu Clara, tatapannya penuh kecemasan, menyapu tubuh Clara dari ujung rambut hingga ujung kaki.
Clara tahu kecemasan di mata Sarah untuknya, terlihat tulus, namun hatinya masih bergemuruh, dihantui cerita Grace beberapa waktu lalu.
"Aku buka pintu dulu, kita ngobrol di dalam aja," jawabnya, nada suaranya terdengar dingin, sorot matanya pun tampak berbeda. Sarah melepas tangannya. Clara berjalan menuju pintu, mengambil kunci dari tasnya, lalu membukanya.
Setelah pintu terbuka, Clara masuk diikuti Sarah. Sarah menutup pintu di belakangnya, lalu kembali mengikuti Clara, hingga akhirnya sampai di kamarnya.
Di dalam kamar, Clara duduk di tepi ranjang, Sarah di sampingnya. Wajah Clara tampak sendu, seakan sedang memikirkan sesuatu. Sarah, menyadari hal itu, menggenggam tangan Clara. Tangan Clara dingin, menambah kekhawatiran Sarah.
"Ra, aku tahu kamu marah sama aku. Aku tahu aku salah, tapi aku nggak ada maksud buat nyindir kamu, Ra. Aku murni cuma ngomong apa yang ada di hati aku aja. Apa yang aku rasa.
Aku sayang sama kamu, aku menganggap kamu seperti saudaraku sendiri. Aku nggak mungkin sampai tega nyakitin kamu. Maafin aku ya kalau kamu udah sakit hati karena aku.
Aku sedih lihat kamu kayak gini. Dari tadi aku nelpon kamu loh, aku kirimin pesan tapi nggak ada balasan dari kamu. Ra, tolong maafin aku ya, jangan marah sama aku. Aku nggak kuat marahan sama kamu kayak gini."
Sarah menatap Clara dengan lembut, sorot mata penuh penyesalan terlihat jelas. Kejujuran terpancar dari matanya yang tulus. Keraguan mulai menggerogoti hati Clara. Apakah mungkin Sarah benar-benar menyukai Antonio seperti yang Grace katakan? Sarah adalah teman baiknya, dan ia tak percaya Sarah tega melakukan hal seperti itu.
"Maafin aku juga, ya. Aku tahu kamu cuma ngomong apa adanya tadi, bukan nyindir. Aku aja yang terlalu baper, langsung marah tanpa denger penjelasan kamu. Maaf ya, aku pergi gitu aja tadi. Aku cuma ke kafe depan kampus, nenangin diri. Terus ketemu Grace di sana," kata Clara, menyesal.
Ia membalas genggaman tangan Sarah, bibirnya manyun, matanya berkaca-kaca. Lucu sekali, Clara memang selalu menggemaskan.
"Grace?" tanya Sarah, alisnya bertaut. "Kamu ketemu sama dia? Dia ngomong apa sama kamu?"
Clara mengangguk, menghela napas panjang, lalu menceritakan semua yang dikatakan Grace tentang kecurigaan Grace terhadap perasaan Sarah pada Antonio.
Ia menceritakan detail percakapannya dengan Grace, tanpa terkecuali. Bahkan tentang Grace yang ternyata adalah sepupu dari Antonio dan Sarah yang terlibat pelukan dengan Antonio di perpustakaan kampus pun juga Clara ceritakan kepada Sarah.
Sarah mendengarkan dengan saksama, raut wajahnya berubah dari cemas menjadi terkejut, kemudian sedikit marah. "Grace! Dia emang suka bikin masalah, ya?! Aku nggak ada perasaan apapun sama Antonio!
Aku bahagia lihat kamu bahagia dengan pacaran sama Antonio. Bukan punya niat jahat buat suka sama Antonio. Bukan!
Aku juga nggak kenal banget kok sama dia. Cuma tahu kalau dia itu anak BEM dan populer. Lagipula kamu kenal aku kan, Ra? aku nggak mau pacaran dulu, aku masih mau ngejar cita-citaku dan bahagiain orang tuaku!" Sarah membela diri, suaranya meninggi sedikit.
Clara melihat kesungguhan di mata Sarah, ia pun mulai ragu akan kebenaran cerita Grace. "Awalnya aku juga ragu, Sar kalau kamu punya perasaan sama Antonio dan mau nikung aku. Tapi Grace... dia ceritainnya detail banget. Dia juga kasih aku foto. Ehm, soal kamu yang pelukan sama Antonio di perpus itu?"
Hening. Sarah tersentak. Kenangan bermunculan, seperti lukisan yang tiba-tiba hidup di memorinya. Ia menepuk keningnya, menghela napas panjang. "Dia tahu aja momen itu. Ra, aku mohon percaya sama aku ya. Aku nggak pernah punya niat jah4t buat mau nikung kamu.
Itu semua cuma kebetulan, aku kepleset dan mau jatuh, terus Antonio yang kebetulan ada di sana langsung sigap nolongin aku. Kita juga nggak bicara banyak kok, setelah dia nolongin aku, aku ngucapin makasih terus pergi. Nggak ada kayak yang diomongin Grace itu." Sarah memeluk Clara erat, air matanya menetes.
"Itu kapan, Sar? Kok kamu nggak ngajak aku ke perpusnya? Biasanya kan kita kemana-mana bareng. Kok kamu sendirian?" tanya Clara, masih penasaran.
Mendengar pertanyaan Clara, Sarah mengurai pelukannya, lalu menatap Clara lekat. "Itu..." Sarah tidak melanjutkan ucapannya, hening. Ia memalingkan wajahnya ke arah lain.
"Itu apa, Sar?" tanya Clara, tapi Sarah tidak menjawab. Seperti tengah berpikir.
Lalu Sarah menoleh. "Itu kejadiannya udah lama banget. Jauh sebelum kamu bilang sama aku kalau kamu suka sama Antonio. Mungkin beberapa bulan yang lalu, Januari awal. Aku lupa tanggalnya berapa, tapi seingetku kamu waktu itu lagi di kantin, terus aku ajak ke perpus nggak mau, lagi haid. Jadinya ya aku pergi sendiri," jelasnya.
Bersambung ...