Berawal dari kematian tragis sang kekasih.
Kehidupan seorang gadis berparas cantik bernama Annalese kembali diselimuti kegelapan dan penyesalan yang teramat sangat.
Jika saja Anna bisa menurunkan ego dan berfikir jernih pada insiden di malam itu, akankah semuanya tetap baik-baik saja?
Yuk simak selengkapnya di novel "Cinta di Musim Semi".
_Cover by Pinterest_
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon seoyoon, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Chapter 31
Sementara itu di area taman kecil yang terletak di samping pekarangan apartemen Glory, terlihat Anna dan Vano sedang duduk di bangku taman di temani secangkir kopi hangat yang dibeli Anna dalam perjalanannya menuju apartemen usai berjoging bersama dengan Vano di sekitaran apartemen.
“Meski sulit, tapi akan kucoba,” ujar Vano usai menyeruput kopi hitam nya berbeda dengan Anna yang lebih memilih kopi manis varian Caramel late, karena memang Anna tidak bisa meminum esspreso tanpa tambahan susu.
“Oke, terimakasih Van, kau memang selalu bisa ku andalkan,” respon Anna yang ikut menyeruput menikmati manisnya kopi dalam kehangatan sinar mentari yang menyapa kulit pucat nya.
“Tapi, bolehkah aku tahu alasannya, kenapa kau ingin melacak seseorang yang membeli lukisan itu di pelelangan, bukankah sudah jelas dia hanyalah seorang kolektor yang menyukai seni,” lanjut Vano yang kembali mengembangkan percakapan diantara keduanya.
“Aku hanya merasa, ada seseorang yang tampak mencurigakan bagiku, kau tahu bukan? (ujar Anna seraya melirik sesaat ke arah Vano) aku memiliki intuisi yang tajam, aku bisa melihat bermacam emosional hanya dengan menatap matanya.
Meski dia terlihat sudah berusaha menjaga emosional nya dengan baik dalam penuturan kalimat yang terdengar masuk akal, tapi tetap saja, aku masih bisa melihat kebohongan yang tampak samar.
Terlebih, ketika dia tiba-tiba terdiam membeku saat melihat Kayle, aku merasa seperti ada bermacam gejolak emosional yang terpancar melalui sorot matanya. Dan … yang jelas terlihat di mataku adalah, rasa keterkejutannya,” Anna memaparkan.
“Tunggu, sebenarnya apa sih yang kau bicarakan, aku benar-benar tak mengerti, siapa pria itu? Mungkinkah dia yang memberikanmu lukisan Bennedict?” ujar Vano yang merasa masih ada hal yang belum Anna jelaskan sepenuhnya.
“Hmmp … ada banyak hal yang ku lalui setelah terbebas dari penjara, semuanya terasa begitu cepat sampai membuatku kesulitan untuk mencerna alur hidup yang kini ku alami. Next time oke, aku akan menceritakannya, aku harus kembali dan bekerja,” tutup Anna seraya bangkit dari bangku dan membawa paper cup yang sudah kosong untuk dibuangnya ke tempat sampah.
“Tunggu sebentar Anna!” tahan Vano sembari menggenggam pergelangan tangan Anna.
Baik Anna maupun Vano tak menyadari jika sedari tadi keduanya tengah di perhatikan oleh seseorang dari balkon unit milik Matthias.
Siapa lagi kalau bukan Bastian, pria itu hanya berdiri di balik pagar balkon sembari memasukan tangannya ke saku celana kainnya sementara 1 lainnya tengah memegangi pegangan cangkir yang berisi air mineral.
Hanya dengan melihat mereka berdua duduk bersama saja sudah membuat pikiran Bastian di selimuti oleh opini opini negative, ditambah kini sang pria malah menggenggam erat lengan calon istrinya, hal itu tentu saja semakin menambah kekesalan yang bergejolak dalam diri Bastian.
Terbukti dari sorot mata tajam layaknya sebilah pisau yang siap menghunus orang yang membangkitkan sisi liar nya.
“Ckckckck! Sial! Baru tadi malam aku menangkapnya dengan seorang pria, kini dia melakukannya lagi, bahkan dengan pria yang berbeda, mungkinkah aku terlalu lunak padanya?!” gumam Bastian di tengah darahnya yang mulai mendidih ketika pemandangan dengan penuh skinship itu terus saja berlangsung di depan matanya.
“Apa yang kau lihat?” tanya Matthias yang baru saja bergabung di samping Bastian, seraya menyeruput secangkir kopi hitam dinginnya.
Matthias cukup terkejut kala pandangannya sampai pada seorang wanita yang sedang menjadi titik fokus karibnya saat ini.
“Bukankah dia wanita itu, kekasih adikmu Bennedict, bagaimana dia bisa ada disini,” celetuk Matthias yang benar-benar tak menduga akan kembali bertemu dengan sosok wanita yang pernah menjadi korban dari rencana kejinya beberapa waktu lalu.
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
“Akhir pekan ini, kau ada waktu? Sudah lama kita tidak berlibur bersama, bagaimana kalau kita pergi ke kampung halamanku? Orang tuaku juga pasti rindu sekali padamu,” ajak Vano yang lalu melepaskan genggamannya karena sudah berhasil menghentikan langkah Anna.
“Oke, tapi … bisakah kita mengajak 1 orang lagi?” timpal Anna yang langsung mengiyakan ajakan Vano bahkan tanpa berfikir panjang.
“Siapa?” tanya Vano dengan raut wajah yang mulai terlihat masam.
“Kayle," jawab Anna singkat yang berhasil memudarkan keceriaan dalam wajah Vano seketika.
“Ahh … iya … ten … tu, ajak saja, lebih ramai lebih bagus bukan,” timpal Vano dengan senyum setengah hatinya, yang kemudian langsung dibalas kekeuhan tawa oleh Anna, karena ia telah menangkap karibnya itu berbohong, meski Vano menyetujui saran Anna namun tidak dengan hatinya yang keberatan jika ada pria lain diantara mereka.
“Hahhaha … ya, aku akan memberitahu Edrea juga, sampai jumpa di akhir pekan,” pungkas Anna seraya menepuk pundak Vano sebagai tanda pamitannya.
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
Kembali ke unit Matthias.
Bastian mengakhiri pemantauan nya bersamaan dengan Anna yang kembali masuk ke dalam apartemen meninggalkan Vano yang masih berdiri sembari memandangi punggung Anna.
“Yak! Jelaskan, pasti ada sesuatu yang terjadi diantara kalian bukan?!” gerutu Matthias yang merasakan ada sesuatu yang janggal, yang di sembunyikan oleh karibnya.
Matthias bergegas menyusul langkah panjang Bastian yang kembali masuk ke dalam.
“Saat itu, (ujar Bastian seraya menghentikan langkahnya di tengah perjalanan, ia memutar tubuhnya menghadap ke arah karibnya) lu yakin udah mengatur semuanya dengan baik?
Lu ga salah ngasih informasi dimana tempat dia bertemu dengan pria tua bangka itu kan,” sambung Bastian yang membuat Matthias terdiam beberapa saat.
“Waaah! Yak! Lu ngeraguin kinerja gue huh?!” sembur Matthias yang tersinggung dengan tuduhan Bastian yang tak berdasar.
“Lalu, kenapa wanita itu malah pergi ke sisi barat? Bahkan sampai masuk ke kamarku,” lanjut Bastian seraya menaikan 1 alis serta menunggu Matthias yang kini mulai meragu dengan pekerjaannya, mungkinkah benar ia telah ceroboh ataukah ada sesuatu yang ia lewatkan.
“Tunggu sebentar! (ujar Matthias yang lalu bergegas pergi menuju kamar untuk mengambil ponsel nya) Aish! Sial! Aku bersumpah sudah mengatakan padanya dengan jelas arah mana yang harus ia tuju,” dumel Matthias dalam perjalanannya.
Sementara Bastian hanya bisa menghela nafas dan kembali melanjutkan perjalanannya menuju area ruang dapur, ia meletakan cangkir yang sudah kosong itu diatas meja, kemudian mendudukkan bokongnya di salah satu kursi selagi menunggu Matthias yang kini sudah kembali dari kamar dan bergegas menghampiri dirinya dengan telfon yang menempel di telinganya.
“Yak! Apa yang terjadi? Gadis itu tidak pergi ke tempat yang sudah kita sepakati?!” sembur Matthias yang langsung pada intinya.
“Apa?! Lantas kenapa lu baru ngomong sekarang?! Sial! Kembalikan semua uang yang gue transfer! Kerjaan kagak becus malah minta bayaran!”
Beeeppp … telfon pun diputuskan secara sepihak oleh Matthias karena saking dongkolnya dengan orang suruhannya yang ternyata tidak menjalankan tugasnya dengan baik.
“Sorry banget, gue ga nyangka kalau rencana kita gagal total, dan juga … kenapa lu baru ngasih tahu gue sekarang?” oceh Matthias yang lalu ikut duduk di kursi yang berada di sebrang kursi Bastian.
“Itu udah gak penting, sebenarnya kehadiran dirinya di malam itu juga cukup membantu, dia datang disaat yang tepat,” papar Bastian seraya menyandarkan punggung di sandaran kursi dan melipat kedua tangan diatas dadanya.
“Membantu? Bukankah seharusnya hal itu bisa mengacaukan pertemuan mu dengan Leesera?” timpal Matthias yang masih belum mengerti maksud Bastian.
“Ciiih!! Wanita gila itu, (dengus Bastian, mengingat kembali insiden di malam itu membuat sisi emosional nya meluap-luap) dia memberikanku minuman yang sudah dia campur dengan obat perang*sang, caranya untuk mendapatkan keinginannya sungguh menjijikan sekali,” komentar Bastian dalam kekeuhan penuh artinya.
“Jika saat itu, Anna tidak muncul dan mencoba membantuku, mungkin saat ini kau sudah menerima undangan pernikahanku dengan Leesera,” tambah Bastian yang berhasil membuat Matthias melongo karena tak percaya dengan apa yang baru saja ia dengar dari mulut karibnya.
“A … apa? Tidak, gue ngerti lu pasti dongkol banget sama aksi nekad nya Leesera, tapi bukankah pada akhirnya kalian sudah di putuskan untuk menikah?
Melakukannya sebelum menikah sudah menjadi trend saat ini, bukan?!” oceh Matthias yang berjiwa bebas.
“Gue ngga ada niatan buat nikahin putri bungsu CL Group, dia sama sekali bukan tipe gue,” celetuk Bastian yang lalu bangkit dari kursi dan berjalan ringan menuju kamar mandi.
“Augh! Sial! Udah gue duga, lu pasti ingkar lagi! Yak! Gue udah cape ya dengerin omelan nenek Lansa yang … “ racau Matthias yang ikut bangkit dan menyusul langkah Bastian.
“Tenang aja, (kata Bastian seraya menghentikan langkahnya dan memutar tubuhnya ke belakang) Nenek gak akan mengganggumu lagi, karena gue udah nemuin seorang gadis yang bisa menjadi bonek manis untuk nenek,” jelas Bastian yang di akhiri seringai licik yang terukir di wajah nya.
“Huh?! Siapa?” tanya Matthias penasaran dan sekaligus tak percaya dengan perkataan karibnya jika dirinya sudah menemukan calon istri.
“Siapa lagi? (timpal Bastian masih dengan senyum penuh artinya) Annalese Seravina,” sambung Bastian yang berhasil membuat Matthias membelalakkan kedua mata serta membuka mulutnya lebar untuk mengekspresikan betapa terkejutnya dirinya saat ini.
“YAK! APA KAU SUDAH GILA?!” kecam Matthias penuh emosional.
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
Bersambung..