Di sebuah kota kecil yang diselimuti kabut tebal sepanjang tahun, Ardan, seorang pemuda pendiam dan penyendiri, menemukan dirinya terjebak dalam lingkaran misteri setelah menerima surat aneh yang berisi frasa, "Kau bukan dirimu yang sebenarnya." Dengan rasa penasaran yang membakar, ia mulai menyelidiki masa lalunya, hanya untuk menemukan pintu menuju dunia paralel yang gelap—dunia di mana bayangan seseorang dapat berbicara, mengkhianati, bahkan mencintai.
Namun, dunia itu tidak ramah. Ardan harus menghadapi versi dirinya yang lebih kuat, lebih kejam, dan tahu lebih banyak tentang hidupnya daripada dirinya sendiri. Dalam perjalanan ini, ia belajar bahwa cinta dan pengkhianatan sering kali berjalan beriringan, dan terkadang, untuk menemukan jati diri, ia harus kehilangan segalanya.
---
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon HARIRU EFFENDI, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 31: Cermin Kebenaran
Hutan gelap yang baru saja ditinggalkan Ardan kini berubah menjadi jalan berbatu yang panjang. Suara gemerisik daun berganti menjadi gema langkah kaki yang menggema di antara tebing-tebing tinggi. Udara terasa semakin dingin, menusuk hingga ke tulang, tetapi Ardan terus melangkah, menggenggam harapan bahwa apa pun yang menantinya di ujung jalan ini, akan memberinya jawaban.
Namun, semakin jauh ia berjalan, semakin aneh suasana di sekelilingnya. Langit di atas terlihat seperti kaca retak yang memantulkan kilatan cahaya. Setiap langkah yang ia ambil membuat bayangan dirinya di tebing terlihat semakin nyata, seolah bayangan itu bergerak sendiri, menatapnya.
"Apa lagi sekarang?" gumam Ardan, mencoba tetap tenang.
Tepat saat itu, sebuah pintu besar muncul di hadapannya. Tidak ada tanda-tanda siapa yang membangunnya, hanya pintu kayu berukir dengan pola rumit yang terasa hidup. Di atasnya, sebuah tulisan terukir dalam bahasa yang tidak ia mengerti, tetapi ia tahu, itu adalah undangan untuk masuk.
---
Cermin yang Tidak Memantulkan
Ketika Ardan mendorong pintu itu, ia menemukan dirinya berdiri di sebuah ruangan kosong. Dinding-dindingnya terbuat dari kaca bening yang memantulkan bayangannya dari berbagai sudut. Namun, saat ia melangkah lebih dekat, ia menyadari bahwa bayangan-bayangan itu tidak sekadar memantulkan dirinya.
Salah satu bayangan bergerak lebih cepat darinya, menatap balik dengan sorot mata penuh dendam. Bayangan lain tertawa kecil, menyeringai seperti tahu sesuatu yang tidak diketahui Ardan.
"Apa ini?" bisiknya dengan ketakutan yang mulai merayap.
Dari salah satu cermin, sosok bayangan keluar. Itu adalah dirinya sendiri, tetapi dengan ekspresi gelap, penuh kebencian. "Aku adalah dirimu yang bersembunyi," kata bayangan itu dengan nada mengejek. "Semua kebencian, rasa takut, dan penyesalan yang kau kubur selama ini—aku adalah mereka semua."
Ardan mundur beberapa langkah, jantungnya berdegup kencang. "Apa yang kau inginkan?"
Bayangan itu mendekat, mata hitamnya menatap tajam. "Aku ingin kau mengakuinya. Semua pilihan yang kau buat, semua jalan yang kau ambil—semuanya salah. Kau mencari kebenaran, tapi kau tidak siap menerimanya."
---
Konfrontasi dengan Diri Sendiri
Ardan mengeraskan rahangnya. "Mungkin aku memang membuat banyak kesalahan, tapi aku tidak akan membiarkan itu menghentikanku."
Bayangan itu tertawa keras. "Kau benar-benar percaya bahwa kau bisa melanjutkan perjalanan ini tanpa menghadapi siapa dirimu sebenarnya?"
Sebelum Ardan bisa menjawab, bayangan itu menyerangnya. Mereka bertarung di tengah ruangan, setiap pukulan dan tendangan terasa nyata, seolah bayangan itu bukan hanya cerminan, tetapi wujud nyata dari segala beban emosionalnya.
Namun, setiap kali Ardan mencoba melawan, bayangan itu tampak semakin kuat.
"Ini tidak akan pernah berakhir jika kau terus menyangkal," kata bayangan itu. "Terima siapa dirimu, atau kau akan terjebak di sini selamanya."
Ardan terengah-engah, tubuhnya terasa berat. Namun, ia tahu bayangan itu benar.
"Aku tahu aku bukan orang yang sempurna," katanya dengan suara gemetar. "Aku tahu aku punya banyak kesalahan, banyak ketakutan, dan banyak hal yang belum aku selesaikan. Tapi aku juga tahu, aku tidak bisa berhenti di sini."
Bayangan itu terdiam, ekspresinya berubah. Perlahan, ia mundur dan menghilang ke dalam cermin, meninggalkan Ardan sendirian di ruangan itu.
---
Pilihan Baru
Di tengah ruangan, kini muncul sebuah meja kecil dengan dua benda di atasnya: sebuah kunci perak dan sebuah koin emas.
Suara wanita yang pernah ditemui Ardan di lingkaran batu terdengar lagi, tetapi kali ini lebih lembut. "Kunci itu akan membuka jalan keluar dari tempat ini, tetapi hanya akan membawamu ke perjalanan lain yang lebih berat. Koin itu akan memberimu kehidupan baru, di mana kau bisa melupakan segalanya dan memulai dari awal."
Ardan memandang kedua benda itu. Pilihan itu lagi—antara melanjutkan perjuangan atau menyerah pada kenyamanan.
"Aku sudah terlalu jauh untuk menyerah sekarang," katanya akhirnya. Ia meraih kunci perak dan melangkah ke pintu kecil yang muncul di dinding.
---
Kembali ke Dunia Gelap
Saat pintu itu terbuka, Ardan mendapati dirinya kembali ke dunia yang suram dan penuh kabut. Namun, kali ini ia merasa lebih kuat, lebih siap untuk menghadapi apa pun yang ada di depannya.
Angin berhembus kencang, membawa bisikan yang hanya bisa ia dengar. "Perjalananmu belum selesai, tetapi kau telah mengambil langkah besar."
Ardan tersenyum tipis, menggenggam kunci perak itu erat-erat. "Kalau begitu, ayo kita lihat apa yang ada di depan."
Dengan langkah mantap, ia melangkah maju, meninggalkan bayangan dirinya di belakang. Dunia ini mungkin penuh misteri dan bahaya, tetapi Ardan tahu, ia tidak akan berhenti sampai menemukan jawaban yang ia cari.