Ini bukan kisah istri yang terus-terusan disakiti, tetapi kisah tentang cinta terlambat seorang suami kepada istrinya.
Ini bukan kisah suami yang kejam dan pelakor penuh intrik di luar nalar kemanusiaan, tetapi kisah dilema tiga anak manusia.
Hangga telah memiliki Nata, kekasih pujaan hati yang sangat dicintainya. Namun, keadaan membuat Hangga harus menerima Harum sebagai istri pilihan ibundanya.
Hati, cinta dan dunia Hangga hanyalah untuk Nata, meskipun telah ada Harum di sisinya. Hingga kemudian, di usia 3 minggu pernikahannya, atas izin Harum, Hangga juga menikahi Nata.
Perlakuan tidak adil Hangga pada Harum membuat Harum berpikir untuk mundur sebagai istri pertama yang tidak dicintai. Saat itulah, Hangga baru menyadari bahwa ada benih-benih cinta yang mulai tumbuh kepada Harum.
Bagaimana jadinya jika Hangga justru mencintai Harum saat ia telah memutuskan untuk mendua?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Yeni Eka, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 19
“Mel, sori ya kalau seminggu lagi gue masih numpang di rumah lu,” ujar Nata sembari meluruskan kakinya. Kedua gadis itu tengah duduk beristirahat di taman kompleks perumahan Melly usai melakukan joging di Minggu pagi.
“Nyantai aja, Nat. Kayak sama siapa aja,” sahut Melly usai meneguk air mineral dalam botol.
“Sebenarnya kemarin gue sama Hangga udah menemukan kontrakan yang cocok. Tempatnya nyaman dan strategis, gue suka. Tapi baru minggu depan, gue bisa pindah ke sana. Karena tempatnya masih baru, belum selesai dicat,” tutur Nata. Perempuan cantik berwajah oriental itu membuka segel air mineral dalam genggaman lalu meneguknya.
Melly mangut-mangut mendengar penuturan sahabatnya. Sesaat kemudian ia teringat kejadian semalam dan bertanya pada Nata.
"Semalam kenapa lu enggak jadi jalan sama Hangga, Nat?” tanyanya penasaran.
“Hangga membatalkan rencana kami nonton karena ibunya mau datang.” Nata yang pagi ini mengikat rambutnya mirip ekor kuda menjawab sendu.
“Orangtua Hangga masih belum merestui hubungan kalian?” tanya Melly yang mengetahui kisah cinta pelik sahabatnya itu.
Nata mengembuskan napas berat. “Belum,” lirihnya.
“Terus mau di bawa ke mana hubungan lu sama Hangga?” lontar Melly memandang Nata yang duduk di sebelahnya.
Nata mengedikkan bahu menjawab pertanyaan sahabatnya. Ia pun tidak tahu bagaimana masa depan hubungannya bersama Hangga.
“Kalau ibunya datang, justru seharusnya Hangga itu bawa lu untuk menemui ibunya. Bukannya malah kalian umpet-umpetan kayak gini. Cinta itu harus diperjuangkan, Nat!”
“Bagaimana cara memperjuangkannya, Mel?” tanya Nata. Ia merasa memang tidak ada cara untuk memperjuangkan cintanya dengan Hangga kecuali kekuatan cinta mereka, saling setia dan selalu bersama hingga saat ini. Terapi, bukankah hal itu tidak serta merta membuat mereka bisa bersatu dalam ikatan halal pernikahan.
“Orangtua Hangga enggak merestui hanya karena tentang perbedaan kalian 'kan?” Sebagai seorang sahabat, Melly sedikitnya mengetahui tentang masalah percintaan Nata.
Nata mengangguk. “Setahu gue ya begitu.”
“Kalau begitu, solusinya kalian menyamakan perbedaan yang ada. Lu ikut Hangga, atau Hangga yang ikut lu. Beres ‘kan?” lontar sahabat Nata yang berkulit hitam manis itu dengan entengnya.
Nata yang duduk di samping Melly, menggeser posisinya ke depan. Sehingga kedua perempuan yang bersahabat sejak di bangku kuliah itu kini duduk saling berhadapan.
“Lu pikir segampang itu!” serunya sembari menatap Melly.
Nata tahu betul, Hangga adalah pria yang taat beragama. Tidak mungkin pria yang sangat dicintainya itu rela mengikuti keyakinannya.
Sesungguhnya Nata pernah berpikir untuk mengikuti keyakinan Hangga. Akan tetapi, ia belum berani mengambil keputusan besar itu dikarenakan khawatir keluarga besarnya akan menentang keputusannya.
“Terus kalau kalian memang enggak bisa bersatu, buat apa kalian mempertahankan hubungan?”
Nata bergeming beberapa jenak. Sekalipun kemungkinan untuk bersatu dengan Hangga adalah sebuah ketidakmungkinan, tetap saja ia tidak mampu untuk melepas cintanya pada Hangga.
“Walaupun enggak mungkin bersatu, tapi gue sangat mencintai dia, Mel,” lirihnya.
Melly mengembungkan pipi, bingung mau memberikan solusi apa lagi.
“Oya, Nat, semalam gue ketemu Hangga di mal,” ungkap Melly yang teringat kejadian semalam.
“Hem.” Nata tidak begitu menanggapi perkataan Melly. Tangannya tengah sibuk membetulkan kucir rambut ekor kudanya.
Lagi pula kalau Hangga pergi ke mal pasti urusan tentang orangtuanya. Mungkin ada sesuatu yang hendak dibeli untuk menyambut kedatangan ayah dan ibunya. Begitu pikirnya.
“Dia jalan sama cewek, mungkin adiknya,” lanjut Melly.
Nata yang semula tidak acuh kini menoleh pada Melly. “Hangga enggak punya adik. Dia anak tunggal,” terangnya.
“Oh.” Melly hanya menjawab oh. Tidak berniat untuk membahas tentang kekasih sahabatnya itu.
“Ceweknya kayak gimana? Seperti apa cewek yang lu lihat itu, Mel?” cecar Nata yang mendadak kepo dan penasaran.
Pasalnya setahu Nata, Hangga adalah sosok pria yang tidak banyak memiliki teman perempuan. Temannya lebih banyak laki-laki. Lagi pula, Nata hampir mengenal semua teman perempuan Hangga.
“Ceweknya pakai kerudung, masih muda. Kayaknya lebih muda sedikit dari kita,” jawab Melly menatap sahabatnya yang tampak antusias.
“Tapi gue enggak tahu pasti kalau itu Hangga. Karena gue lihatnya dari jauh,” lanjutnya.
“Yang jelas dong, Mel! Yang lu lihat itu Hangga atau bukan?” cecar Nata.
“Gue enggak tahu. Soalnya pas gue sama Jeremi samperin, mereka sudah pergi,” sahut Melly.
Rasa penasaran yang membakar hati, membuat Nata memutuskan untuk pergi ke rumah Hangga. Ia ingin menanyakan kebenaran tentang ucapan Melly.
Tidak peduli jika aksinya itu nanti akan mempertemukannya dengan orangtua Hangga yang jelas tidak menyukai dirinya. Justru kali ini ia bertekad untuk bertemu kedua orangtua Hangga.
Betul kata Melly, cinta itu harus diperjuangkan. Dan ia akan memperjuangkannya. Kalau perlu ia akan bersujud di kaki kedua orangtua pria yang sangat dicintainya itu untuk meraih restu.
Di depan rumah berlantai dua dengan nuansa warna putih dan gold itu Nata berdiri dan menekan bel. Tiga kali menekan bel, tidak ada sahutan dari penghuni dalam rumah.
Sempat berpikir kemungkinan Hangga sedang pergi keluar, namun ter patahkan karena melihat mobil milik Hangga yang terparkir di carport.
Saat itu pula ia menyadari jika tidak ada mobil lain selain mobil Hangga. Bukankah seharusnya ada mobil orangtuanya, kalau memang mereka datang semalam.
Nata yang berpikir kemungkinan Hangga tengah tidur terus menerus menekan bel dengan harapan Hangga bisa terbangun lalu lekas membuka pintunya.
Benar saja, tidak lama kemudian pintu dibuka. Seketika ia tercengang kala menatap dua sosok di hadapannya.
Hangga dan seorang perempuan cantik berjilbab yang baru dikenalnya dua hari yang lalu.
Harum.
sungguh nikmat kn mas Hangga poligami itu 😈
yg bener nggak sadar diri
perempuan yang merendahkan diri sendiri demi cinta yg akhirnya di telan waktu