Sebuah cerita perjuangan hidup seorang ayah yang tinggal berdua dengan putrinya. Meski datang berbagai cobaan, selalu kekurangan, dan keadaan ekonomi yang jauh dari kata cukup, tapi keduanya saling menguatkan.
Mereka berusaha bangkit dari keadaan yang tidak baik-baik saja. Ejekan dan gunjingan kerap kali mereka dapatkan.
Apakah mereka bisa bertahan dengan semua ujian? Atau menyerah adalah kata terakhir yang akan diucapkan?
Temukan jawabannya di sini.
❤️ POKOKNYA JANGAN PLAGIAT GAESS, DOSA! MEMBAJAK KARYA ORANG LAIN ITU KRIMINAL LHO! SESUATU YANG DICIPTAKAN SENDIRI DAN DISUKAI ORANG MESKI BEBERAPA BIJI KEDELAI YANG MEMFAVORITKAN, ITU JAUH LEBIH BAIK DARI PADA KARYA JUTAAN FOLLOWER TAPI HASIL JIPLAKAN!❤️
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Dfe, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 7. Bekal Sekolah
Pagi ini Ayu berangkat ke sekolah dengan semangat. Tiap hari juga semangat tapi, hari ini berbeda. Dia memakai kaos kaki baru pemberian bapaknya. Senyum terus terukir saat dia memakainya. Teguh yang melihat Ayu sangat ceria jadi ikut senang.
"Pak, Ayu lupa..." Kata Ayu sambil menepuk jidatnya sendiri. Dia sudah memakai sepatu yang semalam dijahit sendiri oleh bapaknya.
"Lupa apa? Belum ngerjain PR pasti ya?" Tanya Teguh menerka-nerka.
"Bukan pak. Jadi kemarin bu guru nyuruh bawa bekal makanan 'isi piring mu'. Nanti ada acara makan bersama tapi, Ayu lupa belum nyiapin. Gimana ini pak?" Ayu kelihatan bingung.
"Di rumah ada nasi sama telur, bapak bikinin nasi goreng aja mau?" Tawar Teguh yang langsung diberi anggukan mantap oleh Ayu.
Ayu menunggu bapaknya yang berkutat di dapur untuk membuatkan bekal makanan sambil duduk di kursi kecil depan rumah. Matanya melihat ke arah rumah Dinda, temannya itu baru bangun tidur rupanya. Terlihat saat Dinda keluar rumah masih menggunakan baju tidur.
Ayu tersenyum kecut, jam segini Dinda baru bangun tapi dia sudah akan berangkat ke sekolah. Tentu saja Dinda bisa lebih santai dari dirinya karena Dinda berangkat ke sekolah diantar ibunya menggunakan motor. Berbeda dengan dirinya yang berjalan kaki atau kadang diantar bapaknya dengan sepeda.
"Ini. Ayo, berangkat sekarang Yu. Tadi bapak buatin juga telur dadar buat kamu makan nanti siang pulang sekolah." Seru Teguh menyerahkan kotak nasi kecil dengan gambar barbie, barbie yang kepalanya hilang karena seringnya kotak makan itu dicuci.
Ayu menerima kotak itu. Menaruh ke dalam tas selempangnya. Tak lama kemudian dia sudah berada di atas sepeda bapaknya.
"Pak.." Panggil Ayu sambil menarik ujung baju bapaknya.
"Hmm, apa? Kelupaan apa lagi?" Sedikit memelankan kayuhan sepedanya.
"Bukan pak.. Ayu mau tanya ulang tahun Ayu kapan ya? Masih lama enggak pak?"
"Kenapa kok tanya ulang tahunmu segala?"
"Hmmm.. Enggak deh," Bocah ini ragu-ragu saat akan mengatakan apa yang ada di hatinya.
"Kok enggak? Ulang tahunmu masih dua bulan lagi. Bulan April, kenapa Yu?"
"Pak.. Kalau Ayu minta kue ulang tahun boleh enggak? Tapi enggak dibeliin juga enggak apa-apa, Ayu juga udah pernah makan waktu Seruni ulang tahun kemarin. Ayu dikasih krimnya itu lho pak, yang warna warni.. Enak, lembut, ada stroberinya juga tapi, Ayu enggak kebagian stroberinya soalnya dimakan sendiri sama Seruni." Akhirnya Ayu menjelaskan apa yang mengganjal di pikirannya.
Teguh tertegun. Ternyata Ayu ingin kue ulang tahun. Dia baru sadar selama ini dia tidak pernah membelikan kue, kado atau sesuatu yang patut diingat saat bertambahnya usia Ayu. Mungkin karena dulu Ayu masih kecil dan belum mengerti tentang ulang tahun atau memberi kado saat momen ultah, makanya dia tak pernah meminta hal-hal seperti itu. Tapi, sekarang setelah dia sekolah dan berkumpul dengan teman-temannya, rasa ingin tahunya bertambah.
"Pak.. Ayu sekolah dulu ya." Ayu berpamitan, mencium tangan Teguh takzim. Teguh tersenyum mengusap kepala Ayu.
Masih di tempat yang sama, Teguh menatap punggung anaknya yang berlari menuju ruang kelasnya. Teguh menghembuskan nafas pelan, kembali mengayuh sepedanya pergi meninggalkan area sekolah.
Di kelas, Ayu menaruh tasnya. Bergabung dengan teman-temannya yang sudah datang lebih dulu.
Pembicaraan anak kecil terjadi. Saling tanya sudah mengerjakan PR atau belum, bawa bekal apa hari ini, sampai ada yang berharap bisa pulang gasik atau jam kosong saja sekalian. Celoteh mereka berhasil membuat suasana kelas jadi ramai. Kejar-kejaran, bercanda bersama teman, terlihat sangat menyenangkan.
Sampai salah satu anak tak sengaja menjatuhkan tas Ayu saat mereka kejar-kejaran di dalam kelas.
"Yu.. Tas mu jatuh." Dinda memberitahu.
Ayu bergegas menghampiri tasnya. Seketika Ayu tekejut karena bekal makannya tumpah ruah di dalam tas. Karena terburu-buru tadi, Teguh sampai lupa membungkus kotak makan Ayu dengan plastik. Mata Ayu berair. Dia ingin menangis. Bagaimana ini bisa terjadi? Dia makan apa nanti saat teman-temannya menikmati bekal makan mereka?
Kelas yang tadi ramai jadi makin ramai dengan kegaduhan siswa yang saling menyalahkan. Di tengah keributan, bu guru datang. Setelah mendengar aduan dari salah satu anak didiknya, bu guru menghampiri Ayu yang sebisa mungkin tidak menangis. Tapi, saat tangan bu guru menyentuh pundaknya pelan, Ayu malah menangis.
"Sudah Ayu jangan nangis ya. Nanti makan bekal yang bu guru bawa, tasnya di jemur dulu ke depan gih. Buku-bukunya dikeluarin dulu. Dan untuk anak-anak yang lain.. Ibu guru peringatkan jangan kejar-kejaran di dalam kelas. Kelian bisa jatuh, bisa terluka, dan bisa juga melukai teman kelian yang lain. Mengerti ya anak-anak?"
Perkataan bu guru pelan tanpa meninggalkan kebijaksanaan di setiap tutur katanya. Ayu berjalan pelan keluar kelas, membalik tas selempangnya agar tas bagian dalamnya bisa kering dan bisa kembali dipakai untuk wadah peralatan sekolah. Yang tumpah tidak hanya nasi goreng dalam kotak makan tapi juga air minum yang dia bawa.
Jam pelajaran pertama selesai. Tiba waktunya makan bersama. Ayu diberi kotak makan milik bu guru. Yang ternyata isinya ayam goreng, tumis buncis dan nasi putih. Setelah doa bersama, siswa kelas dua makan bersama dengan lahap.
Bu guru melihat ke arah Ayu yang malah menutup kembali kotak makannya. Dengan hati-hati, beliau mendekati Ayu.
"Kenapa kok Ayu enggak makan bekalnya? Cepat dimakan Yu, nanti jam istirahat selesai. Dan kalau sudah jam pelajaran Ayu tidak boleh makan di dalam kelas lagi." Kata bu guru.
"Enggak bu guru." Jawab Ayu pendek.
"Lho kenapa enggak? Kamu enggak suka menu makanan yang bu guru bawa?"
Bukan menjawab, Ayu malah menangis melihat ke arah bu guru. "Kenapa Yu?" Tanya bu guru lagi.
"Bu guru.. Tadi pagi bapak buru-buru buatin Ayu nasi goreng untuk bekal sekolah. Bapak pasti mikir Ayu makan nasi goreng buatan bapak sekarang ini. Tapi, kalau bapak tahu Ayu malah makan bekal bu guru dan nasi goreng bapak tumpah di tas.. Pasti bapak sedih bu." Ucap Ayu polos.
Ayu memang semelow itu jadi anak. Dia punya perasaan sensitif yang tinggi dibandingkan anak seusianya.
"Di makan ya Yu. Bekal Ayu yang tumpah kan bukan karena disengaja. Teman-teman Ayu enggak sengaja, jadi enggak apa-apa.. bapak Ayu enggak akan sedih. Nanti biar bu guru yang bilang sama bapak Ayu ya? Sekarang makan dulu, lihat teman-teman yang lain sudah mau habis lho."
Ayu menggeleng. Dia kekeh tak mau makan bekal pemberian bu guru. Setelah berterimakasih dan meminta maaf kepada bu guru, Ayu berjalan keluar kelas untuk mengambil tasnya yang baru saja dijemur.
mgkn noveltoon bs memperbaiki ini..