MOHON MAAF, MASIH BANYAK TYPO BERTEBARAN, DAN TANDA BACA YANG MASIH AMBURADUL 🙏
Dulu. demi bisa mendekati lelaki yang ia cintai, Emira nekat mengubah identitas nya, jati dirinya, bahkan penampilannya, yang sungguh jauh berbeda dengan dirinya yang asli, namun lelaki yang ia suka tiba tiba menghilang, tanpa kabar, dan tanpa jejak, seperti di telan bumi.
Mereka kembali bertemu, perdebatan tak penting mewarnai hari hari mereka sebagai dokter residen.
Tapi malam reuni itu merubah segalanya, di pagi hari mereka terbangun didalam sebuah kamar hotel, tanpa apapun selain selimut yang menutupi tubuh keduanya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon moon, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 19
BAB 19
Kedatangan Emira menarik cukup banyak perhatian para petugas medis yang ia lewati, wajah cantik, bergaya santai, ramah menyapa setiap orang, dan melenggang penuh percaya diri menuju eskalator, percaya diri adalah salah satu trik pertama meruntuhkan pertahanan lawan, itulah kalimat yang selalu Emira tekankan, sudah cukup ia pernah merasakan dalam posisi tertindas dan diremehkan, karena itulah, ia tak ingin lagi dianggap tidak kompeten oleh orang lain, terlebih kini yang meremehkannya adalah lelaki yang pernah sangat ia cintai kala remaja.
‘Arjuna … aku akan tunjukkan padamu, taringku yang sebenarnya.’ gumam Emira sebelum pintu lift tertutup.
Tapi tiba tiba seseorang menahan pintu dan ikut masuk kedalam lift.
Pandangan mereka kembali bertemu, tapi entah kenapa Emira tak merasakan perasaan berdebar dipenuhi bunga bunga, mungkin karena kini pandangan nya tentang Arjuna agak sedikit berubah, mengingat bagaimana pedasnya kalimat yang Arjuna lontarkan padanya.
Arjuna melangkah perlahan, dengan ransel di punggung dan kedua tangannya di selipkan ke saku celana jeans yang ia kenakan, gayanya masih cool seperti dulu, tapi kali ini terlihat biasa saja dalam pandangan Emira.
Pintu lift kembali menutup, yang terdengar hanya suara nafas keduanya, Emira menetralisir suasana dengan melongok ponselnya, ia membalas beberapa pesan singkat yang Reza kirimkan, sesekali ia tertawa sendiri melihat betapa bucinnya Reza terhadap dirinya, padahal sudah ratusan kali Emira katakan bahwa ia tak memiliki perasaan pada Reza, tapi Reza tetap memilih berada disisinya, siapa tahu … hanya berharap … tiba tiba Emira merasakan apa yang ia rasakan.
“Tunggu …” Cegah Juna ketika Emira hendak melangkah keluar.
Emira menoleh, “Iya ada apa?” sambut Emira dingin.
"Lain kali jangan coba coba memakai tempat parkirku," Kalimat itu meluncur begitu saja dari bibir Juna, receh sekali memang, Juna pun mendadak merasa konyol karena membahas tempat parkir.
Emira tertawa sumbang, "memang di rumah sakit ini ada aturan seperti itu?"
"Ada…" Lagi lagi Juna merasa bodoh, tapi kepalang basah, mandi sekalian.
"Bukankah setiap orang berhak parkir dimanapun, asal di tempat yang telah disediakan." Sanggah Emira.
"Memang, tapi yang kamu tempati adalah lahan parkir favoritku,"
Sikap Juna terlihat semakin tidak jelas.
"Ah jadi Selain menganggap remeh kemampuanku, sekarang kamu juga mulai mengatur dimana seharusnya aku memarkir kendaraanku?" Protes Emira, sungguh tak menyangka jika Arjuna begitu kenak kanakan, ia seperti sedang berhadapan dengan ke lima keponakannya.
Arjuna tergagap mendengar protes yang Emira layangkan, "i… itu… tidak bukan begitu…"
"Baiklah, mulai sekarang aku juga boleh dong menetapkan bahwa siapapun yang datang lebih dulu, dia berhak menempati lahan parkir tesebut."
"DEAL…"
Mereka pun bersepakat.
Konyol memang.
Tapi begitulah, keduanya sama sama tak ingin mengalah.
"Tunggu.. "
"Apa lagi?" Jawab Emira semakin kesal.
"Bukankah, aku seniormu, kenapa kamu berbicara seakan akan kita sebaya, setidaknya kamu harus memanggilku 'kakak'. "
"Sikap mu yang membuatku malas memanggilmu dengan sebutan itu,"
Emira semakin kesal, kini Arjuna seakan menampakkan warna aslinya, selain menyebalkan, dan kekanakan, ternyata dia juga pintar menjustifikasi seseorang, pria yang dulu ia kagumi ketampanan dan keramahannya pada gadis yang terlihat culun, kini seakan berbanding terbalik, hal itu seakan membuat Emira semakin menyesali pengorbanannya dahulu.
Emira kembali berbalik hendak menjauh, sejak dulu berdekatan dengan Juna membuat dada nya terasa sesak, jika dulu sesak karena rasa bahagia, kini sesak karena menahan kesal.
"Aku belum selesai." Juna kembali menyeru, membuat Emira lagi lagi menghentakkan kakinya, dengan kedua tangan terkepal erat.
“Aku sudah mengatur jadwal piket kelompok." Arjuna langsung pada pokok permasalahan, "sampai aku menyelesaikan masa residenku, kamu akan selalu kuawasi secara langsung, karena dokter Kevin yang memintaku,”
“Caranya?”
“Kita akan selalu di jadwal yang sama ketika mengisi Shift jaga.”
“Oke … jangan khawatir, karena aku pun tak pernah mempermasalahkan dengan siapa aku mengisi shift berjaga.” jawab Emira tanpa gentar.
Emira berlalu, ia sama sekali tak menanggapi perkataan Arjuna, lebih memilih menghubungi Reza.
“Hai … lagi apa?”
“Menatap wajahmu.”
Jawab Reza karena mereka sedang melakukan panggilan video.
“Nanti siang aku samperin yah, kita makan siang bareng.”
“Jangan … aku takut tak bisa, dan malah membuatmu menghabiskan waktu istirahat begitu saja.”
“Baiklah, lagipula aku juga ada rapat usai makan siang.”
“Oke … aku harus mulai bertugas,”
Emira meletakkan ranselnya di depan loker milik nya.
“Love you.” ucap Reza begitu saja, seakan sudah biasa mengucap hal itu tanpa mendapatkan jawaban.
Emira mengukir senyuman di wajahnya, sebelum mematikan panggilan.
Ia menghembuskan nafas pelan, memikirkan ada dua lelaki yang kini berseliweran di hadapannya, jika dulu hanya ada Reza, kini ada Arjuna yang akan terlihat seperti seorang mata mata yang mengawasinya.
.
.
.
💛💛💛