Affair Dengan Tunangan Sahabatku

Ivan membuka pintu apartemen nya dan mempersilahkan Aleena masuk. Sejak tadi wajah gadis itu ditekuk akibat ulah Ivan yang tiba-tiba memaksanya untuk tinggal di apartemen pria itu.

"Ayo Aleena masuk, masa mau terus berdiri di pintu"

"Pak, aku cari kontrakan aja."

"Nggak boleh, harus berapa kali aku bilang aku nggak percaya kalo kamu tinggal sendirian" Ucap Ivan

"Aku juga harus berapa kali bilang kalo aku nggak akan berfikiran untuk melakukan hal bodoh itu lagi pak. Aku udah sadar kok kalo aku harus melanjutkan hidup aku"

"Tetap saja aku nggak yakin, perasaan kamu belum sepenuhnya stabil Aleena. Ini baru satu bulan" tegas Ivan.

"Pak Ivan kok maksa"

"Kamu nggak akan nurut kalo nggak dipaksa Al" Aleena menghembuskan nafas kasar. Ivan semakin menyebalkan.

"Pak kita nggak mungkin tinggal berdua sementara kita nggak ada ikatan apapun" Meski Ivan bilang ia sesekali pulang ke rumah nya namun tetap saja Ivan lebih sering berada di apartemen dan Aleena risih jika harus tinggal berdua dengan pria itu. Sebenarnya bukan Ivan yang ia takuti melainkan perasaan nya sendiri.

"Yah uda kita nikah aja biar ada ikatan diantara kita" Tatapan mata Ivan begitu serius membuat hati Aleena ketar ketir.

"Pak Ivan apaan sih" Aleena terpaksa masuk ke dalam apartemen pria itu. Ia kesulitan mengatur detak jantung atas ucapan Ivan meski mungkin saja pria itu hanya asal bicara.

"Aku serius" Balas Ivan.

"Udah deh pak, jadi kamar aku di mana?" Aleena takut terbawa perasaan, lebih baik ia mengalihkan pembahasan nya.

"Ayo ikut" Ivan membawa koper Aleena, menunjukkan nya sebuah kamar yang tidak terlalu luas namun terlihat nyaman. Sebelum ke sana Ivan sudah memerintahkan orang suruhan nya menyiapkan kamar untuk Aleena.

"Sampai kapan aku tinggal di sini?" Aleena menatap pada Ivan. Ia berharap hanya beberapa hari, kalau bisa besok ia sudah dibolehkan pergi.

"Sampai aku mengizinkan kamu pergi"

"Iya tapi kapan?"

"Tunggu saja." ucap Ivan santai, ia menyukai ekspresi kesal Aleena. Terlihat manis di matanya.

"Kalau Rania tau gimana?" Aleena yakin Rania akan mengamuk dan mempermalukan nya. Memikirkan hal itu membuat Aleena bergidik.

"Aku akan segera mengakhiri pertunangan bodoh ini agar dia tak bisa berbuat seenaknya"

Aleena membulatkan matanya, ia sangat terkejut pada ucapan Ivan yang terdengar serius. Tak ada keraguan yang Aleena tangkap pada sorot mata pria itu.

"Kenapa tiba-tiba begitu?"

"Dari awal aku nggak pernah cinta sama Rania, aku hanya menuruti permintaan papa yang merasa berhutang budi pada papa Rania. Aku juga nggak mau mau menghabiskan hidupku bersama wanita licik seperti nya yang rela melakukan apa saja demi kepentingan pribadinya" Selain karena tak tega menolak keinginan papa nya Ivan menerima pertunangan nya dengan Rania karena memang dia belum memiliki tujuan apapun dalam hidupnya.

Ia sempat menaruh hati pada Aleena namun sayang hatinya patah karena hasutan Rania. Dan sekarang meski belum yakin sepenuhnya Ivan perlahan mulai kembali menjadikan Aleena sebagai tujuan hidupnya.

"Maksud pak Ivan?"

"Rania bahkan tega memfitnah kamu padahal kalian sudah bersahabat lama, itu membuktikan bahwa Rania hanya mencintai dirinya sendiri, siapapun yang menghalangi keinginan nya akan ia singkirkan dengan cara apapun"

Aleena tersenyum tipis melihat guratan kekesalan di wajah Ivan.

"Meski aku nggak tau apa tujuan Rania memfitnah aku tapi aku yakin Rania mencintai pak Ivan dengan tulus. Dia nggak mungkin melakukan hal buruk terhadap pak Ivan"

"Kamu masih membelanya sementara dia sudah memperlakukan kamu dengan begitu kejam Aleena?" Ivan menatap tak percaya pada Aleena yang langsung menundukkan pandangan nya.

"Aku nggak bermaksud membela Rania, aku hanya mengatakan hal yang sebenar nya. Aleena memang sangat mencintai pak Ivan"

"Tapi kalian sudah bersahabat lama kan? harusnya kalian saling menyayangi. Tapi Rania tidak menunjukkan itu, dia tetap memfitnah kamu, jadi aku nggak percaya dia benar-benar tulus mencintaiku."

"Fikir kan lagi pak, lagipula papa nya pak Ivan pasti akan merasa sedih kalau pak Ivan membatalkan pertunangan dengan Rania sementara itu adalah keinginan nya."

"Papa hanya merasa berhutang budi, aku akan memberikan nya pengertian. Aku yakin papa akan menerima nya" Aleena mengedikkan bahunya mendengar jawaban Ivan. Ia rasa sudah cukup pembicaraan ini. Ia tak mau terlalu jauh masuk dalam hubungan Ivan dan Aleena.

🍁🍁🍁

"Al sorry banget aku baru tau mama kamu meninggal. Aku baru aja pulang dari dinas luar" ucap Gio. Pria itu menemui Aleena di sekolah karena ia sempat datang ke rumah gadis itu namun ia mendapati plang dengan tulisan rumah dijual.

"Iya nggak apa-apa Gio"

"Sekarang kamu tinggal di mana? kemaren aku ke rumah kamu malah kosong dan ada tulisan dijual. Aku telfon nomor kamu juga nggak aktif" Aleena terdiam sejenak, ia tak mungkin memberitahu bahwa ia tinggal di apartemen Ivan.

"Aku mengontrak rumah"

"Alamatnya di mana?"

Aleena tak menjawab, ia sibuk melahap makanan di piring nya

"Al jawab" ucap Gio dengan penuh penekanan

"Nggak boleh tau, nanti kamu malah main. Aku nggak suka diganggu" jawab Aleena cuek.

"Makin kamu jual mahal makin aku suka tau nggak." Gio terkekeh, pria itu semakin tertawa ketika melihat Aleena memelototkan mata akibat ucapan nya.

"Al nanti pulang sekolah kita jalan yuk?" Tawar Gio kemudian. Tawaran yang cukup menggiurkan, tak ada salah nya menerima lagipula Aleena merasa dirinya butuh refreshing.

"Ke mana?"

"Ke mana aja, nonton atau makan gitu" Jawab Gio penuh harap

"Hem oke, kebetulan abis ini aku uda nggak ada jam mengajar. Aku bisa izin pulang duluan" jawab Aleena. Seketika Gio tersenyum lebar, tadinya ia mengira Aleena akan menolak ajakan nya.

"Yes, makasih ya uda mau aku ajak"

"Sama-sama. Aku ditraktir kan? maklum anak kos" Aleena memainkan alis sambil tersenyum miring.

"Ih gemes banget calon pacar nya aku" Gio tersenyum menggoda pada Aleena yang langsung mengerucutkan bibirnya.

"Jangan sampai aku berubah fikiran nih" ancam Aleena.

"Iya-iya nggak lagi, cuma becanda Al. masa gitu aja marah. Tapi kalo kamu mau aku nggak nolak malah seneng banget" Gio mengacak-acak rambut Aleena, ia tertawa senang tak peduli pada jeritan kesal Aleena karena sudah membuat rambutnya berantakan.

Keduanya terlalu asik mengobrol hingga tak menyadari bahwa sejak tadi Ivan memperhatikan mereka berdua dengan perasaan gusar. Ivan mengepalkan tangan nya dengan kuat hingga buku-buku jarinya terlihat memutih. Ia tak suka melihat Aleena terlalu akrab bahkan berbagi tawa dengannpria lain.

🍁🍁🍁