Clara seorang gadis SMA yang sering mendapat bully disekolah nya. Apakah ia mampu bertahan dan menjadi primadona sekolah
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Nada Mahase, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Pengejaran tanpa henti
Pagi itu, Clara duduk di ruang pertemuan markas dengan pandangan kosong. Semalaman, pikirannya terus dipenuhi oleh peristiwa di pelabuhan. Meski mereka berhasil menahan sebagian besar anak buah Tuan Hartono, kenyataan bahwa Hartono berhasil melarikan diri terus menghantui pikirannya. Di sudut ruangan, Richard dan Inspektur Marquez juga tampak sibuk berdiskusi dengan para agen tentang langkah selanjutnya.
"Clara," suara lembut Richard memecah keheningan, membuat Clara menoleh. "Aku tahu kamu kecewa, tapi ini bukan saatnya menyerah. Kita punya petunjuk yang bisa kita kembangkan."
Clara mengangguk, mencoba menenangkan dirinya. "Kita harus terus bergerak. Tuan Hartono pasti akan membuat langkah baru untuk menyelamatkan dirinya, dan kita harus lebih cepat darinya."
Inspektur Marquez kemudian berdiri di depan papan tulis besar yang dipenuhi dengan foto-foto, peta, dan catatan-catatan penting tentang operasi yang sedang mereka jalankan. "Baik, tim. Mari kita evaluasi apa yang sudah kita dapatkan. Kita tahu bahwa Hartono melarikan diri melalui jalur laut. Namun, dari beberapa informasi terbaru, kita juga tahu bahwa dia berencana untuk pergi ke lokasi aman di luar negeri."
Rian, yang selalu aktif dengan teknologi dan intelijen, tiba-tiba memasuki ruangan dengan wajah serius. "Aku baru saja mendapat sinyal dari salah satu perangkat yang ditinggalkan di pelabuhan. Mereka tampaknya berencana untuk menghubungi seseorang melalui satelit. Jika kita beruntung, kita bisa melacak lokasi mereka."
Clara merasa semangatnya kembali membara. "Berapa waktu yang kita miliki sebelum mereka menghapus jejaknya?"
Rian memutar layar laptopnya untuk menunjukkan data yang berhasil dia kumpulkan. "Tidak banyak. Kemungkinan besar mereka akan berpindah lokasi segera setelah kontak dilakukan. Kita harus bertindak cepat."
Inspektur Marquez memandang tim dengan tegas. "Baik, kita tidak bisa membiarkan kesempatan ini lewat begitu saja. Richard, Clara, Rian, dan tim lainnya, kita akan bergerak segera setelah kita memastikan lokasi mereka."
***
Setelah beberapa jam intens menganalisis data, Rian akhirnya menemukan sesuatu. "Aku menemukannya!" serunya. "Mereka mengirim sinyal ke arah timur, di dekat perairan internasional. Ada satu kapal yang cocok dengan deskripsi yang kita cari."
Clara yang duduk di sebelahnya segera melihat peta yang ditampilkan di layar. "Kapal itu berada di jalur yang menuju ke pulau terpencil. Jika kita berangkat sekarang, kita masih bisa mengejar mereka."
Inspektur Marquez segera memberi perintah. "Kita akan menggunakan helikopter untuk mengejar mereka. Tidak ada waktu untuk disia-siakan. Pastikan semua persiapan selesai dalam sepuluh menit."
Clara dan Richard dengan cepat mempersiapkan diri mereka, mengenakan perlengkapan taktis dan memastikan senjata mereka siap digunakan. Mereka tidak boleh melakukan kesalahan kali ini.
Di landasan helikopter, tim sudah berkumpul. Mesin helikopter menderu, siap membawa mereka ke medan pertempuran. Clara bisa merasakan adrenalin mengalir di nadinya. Mereka harus berhasil kali ini, tidak ada pilihan lain.
"Semua siap?" teriak Inspektur Marquez di tengah kebisingan mesin.
"Siap!" jawab Clara dan Richard serempak.
Helikopter pun lepas landas, melaju cepat di atas laut yang membentang di bawah mereka. Langit cerah dan angin kencang membuat perjalanan mereka terasa menegangkan. Sepanjang perjalanan, mereka terus memonitor posisi kapal yang menjadi target mereka. Clara tidak bisa berhenti memikirkan apa yang akan terjadi jika mereka gagal lagi. Pikiran itu membuatnya semakin fokus.
Beberapa jam kemudian, mereka mulai melihat bayangan kapal di kejauhan. Kapal itu besar dan tampaknya sangat dijaga ketat. Clara memperhatikan melalui teropong, melihat beberapa sosok yang mungkin adalah anak buah Tuan Hartono di dek kapal.
"Kita akan mendekat dari sisi kanan kapal dan turun dengan cepat," perintah Inspektur Marquez. "Kita tidak bisa memberi mereka waktu untuk merespons."
Ketika helikopter mendekati kapal, Clara merasakan ketegangan meningkat. Ini adalah momen yang mereka tunggu-tunggu. Helikopter berhenti di atas kapal, dan tali turun dengan cepat ke dek. Satu per satu, agen-agen turun ke kapal dengan senjata siap di tangan. Clara dan Richard adalah yang pertama menyentuh dek, segera memposisikan diri di balik pelindung.
"Serbu!" perintah Inspektur Marquez.
Mereka menyerbu masuk ke dalam kapal dengan cepat. Perlawanan yang mereka hadapi cukup sengit, tetapi mereka berhasil melumpuhkan anak buah Tuan Hartono satu per satu. Clara merasa jantungnya berdetak kencang ketika mereka mendekati kabin utama, tempat yang diyakini sebagai lokasi Tuan Hartono.
Dengan satu tendangan kuat, pintu kabin terbuka. Tuan Hartono, yang tampaknya sedang berusaha menghubungi seseorang melalui radio, berbalik dengan ekspresi kaget. Namun, tanpa memberi kesempatan, Clara dan Richard segera menodongkan senjata ke arahnya.
"Jangan bergerak, Hartono. Anda sudah dikepung," kata Clara dengan suara dingin.
Tuan Hartono menghela napas panjang, tahu bahwa kali ini dia benar-benar terpojok. "Kalian memang gigih," katanya dengan nada sinis. "Tapi kalian tidak tahu seberapa dalam jaringan ini. Menangkapku tidak akan menghentikan semua ini."
Clara tidak terpengaruh oleh kata-katanya. "Kita akan lihat. Sekarang, turunkan senjata dan ikut kami."
Tuan Hartono menyerah, menurunkan senjatanya. Agen-agen segera memborgolnya dan membawa keluar dari kabin. Kali ini, tidak ada pelarian lagi. Clara merasakan beban di pundaknya sedikit berkurang. Mereka berhasil.
Namun, ketika mereka keluar dari kabin dan menuju dek, Clara merasakan perasaan aneh. Sesuatu masih belum selesai. Dia tahu bahwa Tuan Hartono mungkin mengatakan kebenaran—bahwa ada lebih banyak lagi yang harus mereka ungkap. Jaringan ini mungkin lebih besar dari yang mereka duga.
Helikopter kembali mendarat di atas kapal, siap membawa mereka kembali ke daratan. Clara dan timnya, bersama dengan Tuan Hartono yang kini menjadi tawanan mereka, naik ke helikopter dengan hati-hati. Mereka tahu bahwa meskipun ini adalah kemenangan besar, pertempuran mereka belum selesai.
Di dalam helikopter, Tuan Hartono tetap diam, tetapi Clara bisa melihat senyum licik di wajahnya. Seolah-olah dia tahu sesuatu yang mereka belum tahu.
Ketika mereka terbang menjauh dari kapal, Clara berpikir tentang langkah selanjutnya. Mungkin ini adalah akhir dari babak pertama, tetapi dia merasa bahwa masih banyak hal yang harus dihadapi. Dan dia siap untuk menghadapinya, tidak peduli seberapa besar tantangan itu.
"Ini belum berakhir," pikir Clara, sambil melihat ke arah laut yang luas di bawah mereka. "Ini baru permulaan dari sesuatu yang lebih besar."
Helikopter itu terus melaju ke arah matahari terbit, membawa mereka kembali ke markas, dan meninggalkan lautan yang tenang di belakang mereka. Tetapi dalam hati Clara, pertempuran baru saja dimulai.