Clara Sang Primadona SMA

Clara Sang Primadona SMA

Bab 1 Perkenalan

Di sudut kota kecil bernama Arwana, terdapat sebuah sekolah menengah atas yang dikenal dengan nama SMA Arwana. SMA ini terkenal bukan hanya karena prestasi akademiknya yang gemilang, tetapi juga karena lingkungan sosial yang penuh dengan dinamika remaja. Di antara ratusan siswa yang belajar di sana, terdapat seorang gadis yang selalu menjadi sorotan, bukan karena prestasinya, melainkan karena nasib buruk yang menimpanya.

Namanya adalah Clara. Clara adalah gadis berusia 16 tahun yang memiliki kecantikan alami yang mempesona. Rambutnya panjang dan hitam legam, mata cokelatnya berkilau seperti permata, dan senyumannya bisa meluluhkan hati siapa pun yang melihatnya. Namun, kecantikan Clara seolah menjadi kutukan baginya. Alih-alih dikagumi, Clara justru sering dirundung oleh teman-temannya.

Hari itu, Clara berjalan memasuki halaman sekolah dengan langkah yang ragu-ragu. Suara-suara bisikan dan tawa sinis dari sekelompok siswa yang berdiri di dekat gerbang sekolah terdengar jelas di telinganya. Clara menundukkan kepalanya, berusaha untuk tidak memperhatikan mereka.

“Lihat siapa yang datang,” seru seorang gadis bernama Rina dengan nada mengejek. Rina adalah ketua kelompok populer di sekolah, dan dia selalu merasa terancam oleh keberadaan Clara. Meski Clara tidak pernah mencoba untuk menyainginya, Rina selalu melihat Clara sebagai ancaman.

“Cantik sekali hari ini, Clara. Apa kamu mencoba menarik perhatian seseorang?” tanya Rina dengan senyum sinis di wajahnya. Clara hanya diam dan mempercepat langkahnya menuju kelas. Dia tahu bahwa menanggapi ejekan Rina hanya akan membuat situasi semakin buruk.

Setelah sampai di kelas, Clara duduk di kursinya yang terletak di barisan belakang. Ia selalu memilih duduk di sana agar bisa menghindari perhatian. Sambil menunggu guru datang, Clara membuka buku catatannya dan mulai membaca. Ia berharap bisa melarikan diri dari kenyataan melalui dunia dalam buku-bukunya.

Namun, ketenangan Clara tidak bertahan lama. Beberapa siswa mulai mengelilingi mejanya, termasuk Rina dan teman-temannya.

“Clara, apa yang kamu baca?” tanya Rina sambil meraih buku dari tangan Clara.

"Oh, ini novel roman. Apa kamu berharap ada pangeran tampan yang datang menyelamatkanmu?”

Rina dan teman-temannya tertawa terbahak-bahak. Clara merasa air mata mulai menggenang di matanya, tetapi ia menahannya. Ia tidak ingin memberikan kepuasan kepada mereka dengan menunjukkan kelemahannya.

“Sudahlah, Rina. Kita ada pelajaran sebentar lagi,” kata seorang siswa laki-laki bernama Arman. Arman adalah siswa yang cukup populer juga, tetapi berbeda dengan Rina, ia sering menunjukkan sikap simpatik terhadap Clara. Meski begitu, Arman jarang berani membela Clara secara terbuka karena takut juga menjadi target ejekan.

Setelah beberapa saat, bel berbunyi dan guru masuk ke kelas. Rina dan teman-temannya kembali ke tempat duduk mereka, meninggalkan Clara dalam kesunyian. Clara mencoba untuk fokus pada pelajaran, tetapi pikirannya terus mengembara. Ia bertanya-tanya, mengapa dirinya selalu menjadi sasaran? Apa salahnya sehingga dia layak mendapatkan perlakuan seperti itu?

---

Clara pulang ke rumah dengan perasaan campur aduk. Di rumah, Clara tinggal bersama ibunya, seorang wanita yang bekerja keras untuk menghidupi mereka berdua setelah ayah Clara meninggal dunia beberapa tahun yang lalu. Ibunya selalu menyemangati Clara untuk tetap kuat dan berusaha mencapai impiannya, meski Clara jarang menceritakan masalah yang dihadapinya di sekolah.

Sore itu, setelah makan malam, Clara duduk di kamarnya sambil menatap keluar jendela. Ia memikirkan kejadian di sekolah dan berharap suatu hari nanti semuanya akan berubah. Tiba-tiba, ponselnya bergetar. Ada pesan masuk dari nomor yang tidak dikenal.

“Hai Clara, ini Arman. Aku hanya ingin tahu apakah kamu baik-baik saja.”

Clara terkejut sekaligus merasa sedikit lega. Ia tidak menyangka Arman akan menghubunginya. Dengan ragu-ragu, Clara membalas pesan tersebut.

“Hai Arman, aku baik-baik saja. Terima kasih sudah bertanya.”

Percakapan pun berlanjut, dan untuk pertama kalinya dalam waktu yang lama, Clara merasa ada seseorang yang peduli padanya. Arman bercerita tentang hal-hal yang membuatnya tertarik, dan Clara mulai merasa lebih nyaman berbicara dengannya. Malam itu, Clara tidur dengan perasaan yang lebih tenang, berharap bahwa mungkin ada harapan untuknya di hari-hari mendatang.

---

Hari-hari berlalu, dan Clara tetap menjadi target ejekan di sekolah. Meskipun dia sudah mencoba berbagai cara untuk menghindari konflik, tampaknya para perundung tidak pernah kehabisan cara untuk membuat hidupnya sengsara. Setiap pagi, Clara berjalan dengan hati-hati, berharap bisa menghindari Rina dan gengnya.

Suatu hari, saat Clara sedang membuka loker untuk mengambil buku pelajaran, ia menemukan secarik kertas yang diselipkan di dalamnya. Dengan hati-hati, Clara membuka kertas tersebut dan membaca pesan yang tertulis di sana:

“Clara, kamu tidak pantas ada di sini. Pergilah dari sekolah ini sebelum kami membuat hidupmu semakin buruk.”

Clara merasakan dadanya sesak. Dia tidak tahu siapa yang menulis pesan tersebut, tetapi ia menduga kuat bahwa Rina dan teman-temannya yang melakukannya. Dengan tangan gemetar, Clara meremas kertas itu dan membuangnya ke tempat sampah. Ia merasa sangat lelah dengan semua ini, tetapi ia tidak ingin menyerah.

Hari itu, di kelas Matematika, Rina dan teman-temannya kembali mengganggu Clara. Ketika guru sedang menulis di papan tulis, Rina melemparkan selembar kertas ke arah Clara. Clara membuka kertas itu dengan enggan dan menemukan gambar karikatur dirinya yang dibuat dengan sangat menghina. Rina dan teman-temannya tertawa pelan, memastikan bahwa guru tidak mendengar mereka.

Clara merasakan air mata mulai menggenang di matanya. Ia menundukkan kepala dan berusaha untuk tetap fokus pada pelajaran, tetapi ejekan-ejekan itu terus menggema di telinganya. Tidak ada seorang pun di kelas yang berani membelanya. Mereka semua takut menjadi target berikutnya jika mencoba melawan Rina dan gengnya.

Saat jam istirahat tiba, Clara memutuskan untuk pergi ke perpustakaan, tempat di mana ia merasa sedikit lebih aman. Ia mengambil sebuah buku dan duduk di sudut ruangan, mencoba melarikan diri dari kenyataan. Namun, ketenangan Clara tidak bertahan lama. Rina dan teman-temannya datang ke perpustakaan dan melihat Clara duduk sendirian.

“Oh, lihat siapa yang bersembunyi di sini,” kata Rina dengan nada mengejek.

“Kamu pikir bisa menghindar dari kami dengan bersembunyi di perpustakaan?”

Clara merasa sangat terpojok. Ia berusaha untuk tetap tenang dan tidak menanggapi mereka. Namun, Rina tidak berhenti. Ia meraih buku yang sedang dibaca Clara dan melemparkannya ke lantai.

“Ayo, Clara, tunjukkan kalau kamu tidak takut pada kami,” kata Rina sambil menatap Clara dengan tajam.

Clara tidak bisa menahan lagi. Ia bangkit dari tempat duduknya dan mencoba untuk mengambil bukunya yang jatuh, tetapi Rina menendang buku itu menjauh. Teman-teman Rina tertawa terbahak-bahak.

Pada saat itulah, Arman masuk ke perpustakaan dan melihat apa yang terjadi. Ia segera berjalan mendekat dan berdiri di antara Clara dan Rina.

“Cukup, Rina. Sudah cukup,” kata Arman dengan tegas.

“Mengapa kamu terus mengganggu Clara? Apa yang telah dia lakukan padamu?”

Rina terkejut melihat Arman berani melawannya.

"Oh, jadi sekarang kamu membela Clara? Apa kamu jatuh cinta padanya atau apa?”

“Apa urusanmu?” balas Arman. “Clara tidak pantas diperlakukan seperti ini. Jika kamu punya masalah dengannya, selesaikan dengan cara yang baik. Tidak perlu menghina dan merundung.”

Rina mendengus kesal. “Baiklah, kalau itu yang kamu inginkan. Tapi ingat, Arman, kamu baru saja membuat kesalahan besar.”

Rina dan teman-temannya pergi dengan wajah marah, meninggalkan Arman dan Clara sendirian di perpustakaan. Clara merasa lega tetapi juga cemas tentang apa yang mungkin terjadi selanjutnya.

“Terima kasih, Arman,” kata Clara dengan suara pelan. “Aku tidak tahu apa yang akan terjadi jika kamu tidak datang.”

“Tidak apa-apa, Clara. Aku hanya tidak bisa diam saja melihat mereka terus mengganggu kamu,” jawab Arman. “Kamu tidak sendirian, Clara. Aku di sini untukmu.”

Clara merasa sedikit lebih tenang setelah mendengar kata-kata Arman. Meskipun ia tahu bahwa masalahnya belum selesai, setidaknya sekarang ia tahu bahwa ada seseorang yang peduli padanya dan siap untuk membantunya menghadapi para perundung.

Bersambung

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!