Jatuh cinta sejak masih remaja. Sayangnya, pria yang ia cintai malah tidak membalas perasaannya hingga menikah dengan wanita lain. Namun takdir, memang sangat suka mempermainkan hati. Saat sang pria sudah menduda, dia dipersatukan kembali dengan pria tersebut. Sayang, takdir masih belum memihak. Ia menikah, namun tetap tidak dianggap ada oleh pria yang ia cintai. Hingga akhirnya, rasa lelah itu datang. Ditambah, sebuah fitnah menghampiri. Dia pada akhirnya memilih menyerah, lalu menutup hati rapat-rapat. Membunuh rasa cinta yang ada dalam hatinya dengan sedemikian rupa.
Lalu, apa yang akan terjadi setelah dia menutup hati? Takdir memang tidak bisa ditebak.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Rani, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
*Part 31
Bukan hanya di tahan. Saga malah menarik lengan Lusi hingga tubuh istrinya itu terhuyung dengan cepat. Saga menarik Lusi ke dalam pelukannya. Tubuh Lusi yang tidak siap akan tarikan itu tentu saja bergerak bebas masuk ke dalam pelukan Saga.
"Sagara!" Kesal Lusi semakin memuncak.
"Lepaskan aku!"
"Mau ke mana kamu? Aku tidak akan melepaskan kamu sebelum kita sarapan bersama."
"Lepaskan! Aku tidak selera untuk sarapan dengan mu pagi ini."
"Si jangan gitu dong. Kamu harus menjaga kesehatan tubuh mu dengan baik. Jangan sampai kamu sakit gara-gara tidak sarapan. Kamu-- "
"Sagara, udah deh. Jangan berlebihan. Aku tahu semua tentang diriku. Jangan sok perduli kamu padaku."
"Apa salahnya jika aku ingin perduli padamu, Lusiana? Aku kan sudah bilang kalau aku akan berusaha. Jadi sekarang, aku akan berusaha sekuat yang aku bisa. Meskipun usaha itu sedikit terlambat, tapi aku ingin mencobanya. Aku tidak ingin kehilangan orang yang aku sayang untuk yang kedua kalinya, Si."
Lusi terpaku. Benar-benar Saga telah membuat dirinya kehabisan kata-kata. Sampai dirinya harus memilih menyerah akan apa yang Saga inginkan karena tidak tahu lagi harus menolak seperti apa.
"Suka-suka kamu sajalah, Ga. Capek aku sekarang. Lakukan lah sesuai yang hatimu inginkan."
Saga tersenyum lebar.
"Pasrah banget kek nya. Risih ya di kejar seseorang? Tapi sekarang, aku baru tau indahnya rasa mengejar, Si. Sakit juga berwarna."
Ucapan Saga terdengar seperti sebuah sindiran di kuping Lusi. Karena dulunya, Lusi sudah berada di posisi Saga saat ini. Berusaha melakukan segala cara hanya untuk menarik perhatian orang yang dia sukai. Hingga pada akhirnya, harus menyerah karena tidak bisa mempertahankan hati yang tersakiti.
"Jangan nyindir. Asal kamu tahu, aku sangat menyesal karena pernah bertingkah gila saat mengejar dirimu dulu. Andai saja waktu bisa aku ulang kembali, aku ingin tidak saling mengenal satu sama lain dengan kamu, Saga."
Selesai berucap, Lusi langsung menepis tangan Saga yang sedang mencengkram lengannya. Setelah itu, Lusi langsung ambil langkah beranjak pergi menjauhi Sagara. Sementara Saga kini hanya terdiam. Tatapan matanya sayu melepas kepergian Lusi. Hatinya sedih, rasa bersalah itu sangat terasa memenuhi hati.
"Segitunya kamu benci aku, Si. Sesakit itukah hatimu yang pernah aku sakiti dulu?"
"Maaf. Aku tidak tahu kalau dirimu sangat berharga bagiku. Aku yang salah karena jadi manusia terlalu naif dan terlalu egois. Aku terlambat menyadari rasa yang ku miliki."
"Aku menyadari rasa itu setelah dirimu mati rasa padaku. Setelah kamu menyerah, lalu mengabaikan diri ini. Aku yang salah. Tapi percayalah, aku akan berusaha meyakinkan dirimu kalau dirimu sudah ada di hatiku, Lusiana. Akan aku perjuangkan kamu dengan sekuat tenaga."
...
Ulah Saga pagi ini membuat Lusi sangat kesal. Wajah murung itu dia bawa hingga ke kantor. Mood paginya yang indah telah rusak. Rasanya sulit untuk Lusi melewati hati ini dengan baik.
Sampai di kantor, senyum manis Merly langsung menyambut kedatangan Lusi.
"Selamat pagi, mbak Lusi yang cantik."
"Pagi." Lusi menjawab singkat.
Karenanya, Merly langsung bertingkah. Dia hampiri Lusi dengan cepat. Plus, dia perlihatkan wajah penasarannya dengan wajah murung Lusi saat ini.
"Lho, wajahnya kenapa nih? Ngga fit ya?"
"Gak kok, Mer. Aku baik-baik aja kok."
"La tapi wajahnya kok bisa murung gitu sih? Ke mana itu perginya semangat pagi yang biasanya mbak Lusi perlihatkan?"
"Ya meskipun wajah murung ini masih tetap cantik, tapi ini agak sedikit berbeda dari biasanya. Berasa aku ngga ada di kantor lho ceritanya." Merly berusaha menghibur atasannya ini dengan susah payah.
"Apaan sih kamu, Mer? Tar aku beri kerjaan yang buanyak baru tahu kamu ya. Pagi-pagi udah meributkan wajahku. Ish, dasar asisten kurang kerjaan."
"Eict, jangan gitu juga dong, mbak. Aku itu bukan kurang kerjaan lho ya. Tapi kelebihan kerjaan. Tapi demi kamu, aku abaikan kerjaan aku itu hanya untuk tahu ada apa sama kamu. Penasaran lho aku dengan wajah murung yang kamu perlihatkan pagi ini ha? Heran juga sama semangat yang menghilang saat pertama kali bertatap muka. Soalnya itukan, atasan aku ini jarang memperlihatkan wajah murung. Apalagi saat di kantor kan ya?"
Panjang lebar Merly bicara. Sementara Lusi hanya menarik senyum kecil selama beberapa detik. Asisten sekaligus sahabat itu memang seperti ini orang ya. Dibilang perhatian, iya. Tapi agak terlalu berlebihan juga perhatiannya itu. Jadinya agak risih juga dibuatnya.
"Lama-lama kamu kek emak-emak ya, Mer. Ngerocos aja kerjaannya. Oh iya, file yang aku minta selesaikan kemarin udah kamu selesaikan belum? Kalo belum, selesaikan sekarang karena aku ingin keluar nanti siang."
"Udah dong, mbak."
"Mm ... ngomong-ngomong, kamu mau keluar ke arah mana, mbak tar siang?"
"Rumah sakit."
"Kamu sakit?" Merly menjawab cepat dengan wajah yang tentunya terlihat cemas.
"Ish, ngga kok. Bukan aku yang ada perlu di rumah sakit. Tapi Dinda. Aku cuma diminta menemaninya saja."
Wajah cemas Merly langsung melega.
"Huh, aku pikir kamu. Mm ... kalo gitu, bisa aku ikut sekalian gak, Si? Eh, mbak Lusi."
"Apaan sih? Kamu makin lama makin berulah ya."
"Mm ... kamu mau ikut? Ngapain coba?"
"Biasa, jalan-jalan plus mau belikan vitamin buat nenek. Kebetulan, vitamin nenek udah dikit."
"Ya udah boleh. Sekalian aja kita pergi bareng nanti ya," ucap Lusi sambil tersenyum lebar.
"Nah, gitu dong. Sekalian aja makan siang bareng di luar nanti ya mbak Lusi. Di manapun tempatnya gak masalah. Asal, ditraktir deh poin utamanya."
Lusi pun langsung memperlihatkan tatapan pura-pura kesal pada Merly.
"Di traktir terus-terus-terus ya."
Keduanya pun terus melanjutkan candaan mereka selama beberapa saat. Saling tertawa kecil ketika ada yang membuat hati geli. Hal itu cukup mampu mengembalikan perasaan Lusi yang tidak nyaman gara-gara ulah Saga pagi ini.
Waktu berjalan cepat, siang hari pun menyapa. Lusi dan Merly sedang bersiap-siang untuk pergi ketika satu buket tulip datang ke kantor melalui kurir khusus yang Saga siapkan.
"Dengan mbak Lusi?"
"Iya, saya sendiri."
"Ini buket istimewa dari seseorang, mbak. Mohon di terima."
"Hah?"
Tanpa bisa berkata-kata, Lusi pun langsung menerima buket tulip indah yang tersusun dengan rapi. Bunganya beraroma sangat wangi. Tentu saja itu bukan aroma asli dari bunga tersebut melainkan di tambah semprotan parfum agar baunya semerbak.
"Terima kasih, mbak." Si kurir berucap cepat saat pekerjaannya sudah selesai.
"Iy-- iya. Teriam kasih. Eh, sama-sama." Gugup Lusi sambil terus melirik bunga tersebut.
"Si."
"Hm."
"Dari siapa?"
Merly yang sudah sangat ingin tahu tentu saja tidak lagi bisa menahan diri. Setelah si kurir beranjak, dia langsung menyerang Lusi dengan pertanyaan itu.
"Gak tahu."
"Lho kok gak tahu sih? Gak ada nama pengirimnya ya?"
________________________________________
Catatan kecil.
"Minta maaf gak up kemarin. Stok bab gak ada. Akunya ngga sempat nulis jadinya gak ada yang bisa aku up. Harap maklum ya, syibuk. He he he."
Tapi thank's ya thor buat tulisannya. tetep semangat menulis
. q tunggu cerita br nya🥰
sebenernya masih kurang sih... he he..
tpi kalau emang kk author lelah, y udh berhenti aja jngn dipaksakan...🥰🥰🥰
ditunggu karya barunya..🥰😍
pdahal blm puas... he he... effort saga buat deketin lusi masoh kurang...😢
dan satu... kmu menghukum saga aja bsa knp kmu gak bsa mnghukung org yg telah mmfitnah menantu mu itu... ayooookkk begerak cepat papa... jgn mw kalah ma cewek2 ular itu