NovelToon NovelToon
The Broken Ring

The Broken Ring

Status: tamat
Genre:Tamat / Kehidupan Manis Setelah Patah Hati / Angst
Popularitas:2.3M
Nilai: 4.9
Nama Author: Tiwie Sizo

Di ulang tahun pernikahannya yang kedua, Lalita baru mengetahui kenyataan menyakitkan jika suaminya selama ini tidak pernah mencintainya, melainkan mencintai sang kakak, Larisa. Pernikahan yang selama ini dia anggap sempurna, ternyata hanya dia saja yang merasa bahagia di dalamnya, sedangkan suaminya tidak sama sekali. Cincin pernikahan yang yang disematkan lelaki itu padanya dua tahun yang lalu, ternyata sejak awal hanya sebuah cincin yang rusak yang tak memiliki arti dan kesakralan sedikit pun.
Apa alasan suami Lalita menikahi dirinya, padahal yang dicintainya adalah Larisa? Lalu akankah Laita mempertahankan rumah tangganya setelah tahu semua kebenarannya?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Tiwie Sizo, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Pesan untuk Arfan

"Apa kalian ada yang dihubungi oleh Lita?" tanya Arfan saat makan malam.

Riani dan Larisa saling pandang sejenak sebelum kemudian sama-sama menggeleng.

"Biasanya dia menelepon setidaknya sehari sekali. Kenapa hampir seminggu ini dia tidak menghubungi sama sekali." Afran kembali menambahkan.

"Tempo hari saya menelepon, Lita tidak menjawab. Dia chat, katanya tidak sempat mengangkat telepon karena sibuk. Tidak tahu sibuk apa," sahut Larisa kemudian. Dia juga merasa janggal kenapa beberapa hari terakhir Lalita seperti tidak terlalu merespon saat dihubungi. Padahal, biasanya justru Lalita yang hampir setiap hari menghubunginya untuk membicarakan apa saja. Mulai dari membicarakan sesuatu yang penting, sampai yang sama sekali tidak penting. Terkadang Larisa sampai jengah mendengarkan celotehan adiknya itu.

"Apa dia juga tidak menghubungimu, Riani?" tanya Arfan pada Riani.

Riani yang sebelumnya sedang tenggelam dalam pikirannya sendiri, seketika tampak langsung terkejut mendengar pertanyaan yang Arfan tujukan padanya.

"Dia juga tidak menghubungiku," sahut Riani akhirnya dengan suara pelan.

"Lalu kamu tidak berusaha untuk menghubunginya?" tanya Arfan lagi.

Riani terlihat risau. Fakta jika Lalita menemuinya dan meminta penjelasan tentang hubungan Erick dan Larisa tempo hari membuat perempuan paruh baya itu gelisah sepanjang waktu.

"Riani?" Arfan terlihat menautkan kedua alisnya melihat ekspresi gusar istrinya itu.

"Aku memang tidak sempat menghubungi Lita belakangan ini. Ada beberapa kegiatan di yayasan, jadi aku sibuk membantu di sana," sahut Riani kemudian memberikan alibi.

Arfan terlihat menghela napasnya. Dia memang telah merasa ada yang tidak beres sejak pesta anniversary Lalita dan Erick tempo hari, tapi tentu dia takm mau berpikir berlebihan.

"Risa, Erick tidak bercerita sesuatu padamu? Apa mereka bertengkar?" tanya Arfan kemudian pada Larisa.

"Erick tidak cerita apa-apa. Pa. Kami hanya membicarakan pekerjaan kalau sedang kebetulan meeting berdua," sahut Larisa. Dia selalu merasa serba salah jika papanya ini bertanya tentang Erick dan Lalita.

Sekali lagi Arfan menghela napas, kali ini helaannya terdengar agak panjang. Entah kenapa, perasaannya menjadi tidak enak. Dia jadi teringat terus pada Lalita. Namun, karena bukan kebiasaannya menghubungi putrinya itu lebih dulu, sampai sekarang dia masih menunggu Lalita menghubunginya seperti biasa.

Sementara itu, Larisa dan Riani kembali menoleh, seakan sama-sama ada yang ingin mereka ceritakan satu sama lain, tapi tak ada yang berani mengeluarkan suara.

"Aku sudah selesai," ujar Arfan kemudian sembari bangkit dari kursinya. Lelaki paruh baya itu pun meninggalkan meja makan begitu saja, tanpa menunggu Riani dan Larisa selesai makan terlebih dahulu.

Dari ruang makan, Arfan masuk ke ruang kerjanya. Dia langsung kembali duduk di meja kerja karena berniat memeriksa kembali beberapa berkas yang sebelumnya belum selesai dia periksa. Tapi karena lagi-lagi pikirannya kembali mengarah pada Lalita, Arfan pun akhirnya meletakkan kembali berkas yang hendak dia baca. Lelaki itu kemudian mengeluarkan ponselnya dan menghubungi Lalita.

"Halo, Pa." Suara Lalita langsung terdengar di seberang sana.

Ada kelegaan tak terkira di hati Arfan setelah mendengar sapaan dari putri kesayangannya itu.

"Ya, halo," sahut Arfan sembari sedikit berdehem untuk menetralkan suaranya agar terdengar biasa saja, tanpa emosi.

"Ada apa Papa menelepon?" tanya Lalita.

Arfan memang tak pernah menghubungi Lalita lebih dulu jika tidak ada sesuatu yang benar-benar penting.

"Tidak ada." sahut Arfan.

"Tumben." Lalita bergumam.

"Kamu kenapa tidak menghubungi Papa beberapa hari ini?" Arfan balik bertanya.

"Tidak ada hal yang penting, jadi menghubungi Papa mau bicara apa?"

"Bukannya selama ini kamu menghubungi Papa juga bukan karena ada sesuatu yang penting?"

Lalita terdiam sejenak.

"Iya juga. Maaf kalau mengganggu Papa," sahut Lalita akhirnya.

Arfan sedikit mengerutkan keningnya. Ada yang aneh dari Lalita, dia bisa merasakan hal itu dengan jelas.

"Kamu kenapa? Cerita sama Papa. Kamu ada masalah? Atau sedang bertengkar dengan Erick?" tanya Arfan lagi.

"Tidak. Aku dan Erick seperti biasa," sahut Lalita. Dia tidak berbohong. Dia dan Erick memang seperti biasanya, tapi tentu bukan berarti kalau hubungan mereka baik-baik saja. Dia saja yang bodoh karena baru sekarang menyadari itu semua.

"Sungguh kamu dan Erick tidak ada masalah apa-apa?" Sekali lagi Arfan bertanya.

"Tidak ada. Memangnya kenapa Papa bertanya begitu? Aku dan Erick mesti ada masalah, kah?" tanya Lalita.

"Tidak, bukan begitu. Papa cuma merasa kamu sedikit aneh setelah pesta ulang tahun pernikahanmu tempo hari."

"Aneh bagaimana? Justru aku merasa kalau sebelumnya aku tidak pernah senormal ini dalam melakukan apapun."

Arfan terdiam. Lagi-lagi dia merasa ada yang janggal dan berusaha Lalita tutupi, meski dia tak tahu itu apa.

"Kamu tidak menghubungi Papa, Mama dan Kakakmu sama sekali selama beberapa hari ini? Bukankah itu agak aneh dilakukan oleh seorang Lalita?" Arfan sedikit berseloroh untuk mencairkan suasana.

"Itu tidak aneh, Pa. Itu justru sebuah kemajuan. Selama ini, aku terlalu bergantung pada Papa, Mama dan Kak Risa. Tidak mungkin selamanya aku seperti itu, kan? Sekarang aku mulai berusaha untuk bisa mandiri dan melakukan semuanya tanpa bergantung pada siapapun. Aku berusaha untuk tidak menjadi manja lagi," sahut Lalita.

"Baguslah kalau seperti itu." Arfan akhirnya memilih untuk tak mendebat Lalita, meski tentu amsih ada yang terasa mengganjal di hatinya.

"Tapi, Lita. Papa tidak masalah kalau kamu mau terus manja pada Papa. Kamu bisa mengandalkan Papa selamanya. Bahkan jika nanti Papa sudah tidak ada, Papa akan menyiapkan segalanya agar kamu bisa mendapatkan segalanya tanpa perlu melakukan apapun lagi," ujar Arfan lagi menambahkan.

"Terima kasih, Pa. Aku sangat tahu kalau Papa sangat menyayangiku. Aku selalu bersyukur dan berterima kasih akan hal itu. Tapi lakukan seperlunya saja. Semua orang punya batas kemampuan atas apa yang bisa dia lakukan, termasuk Papa. Tolong jangan memaksakan diri hanya untuk memanjakanku. Nanti aku bisa terlena dan menjadi orang jahat tanpa aku sadari," sahut Lalita.

Arfan terkesiap. Dia tak tahu apa maksud Lalita mangatakan hal itu padanya, tapi dia yakin ada makna tersirat yang hendak putrinya itu sampaikan.

"Kenapa kamu bilang begitu? Tentu saja kamu tidak akan pernah menjadi orang jahat hanya karena Papa melakukan sesuatu untukmu," sanggah Arfan.

Lalita tak menjawab dan hanya terdengar menghela dengan agak tertahan.

"Mungkin menurut Papa begitu, tapi kenyataannya tidak seperti itu, Pa. Kalau Papa sampai menyakiti seseorang demi aku, maka Papa sudah membuatku menjadi orang jahat. Papa berharap aku bahagia dengan hal itu, tentu saja tidak. Aku tidak akan pernah bahagia jika seandainya apa yang Papa berikan padaku adalah hasil dari merampas milik orang lain ...."

"Kamu bicara apa, Lita?" tanya Arfan keheranan. Dia merasa seolah putrinya ini mengetahui tentang sesuatu.

"Tidak ada. Aku cuma berandai-andai," sahut Lalita.

"Oh, iya, aku mesti menyelesaikan sesuatu. Sudah dulu, ya, Pa. Nanti kalau sudah selesai, aku akan menghubungi Papa lagi," ujar Lalita lagi sebelum kemudian memutus sambungan telepon.

Arfan hanya tercenung memandangi ke arah layar ponselnya. Kini dia tersadar sepenuhnya, ada sesuatu yang amat sangat krusial terjadi pada putrinya itu.

Bersambung ....

1
Simba Berry
ceritanya bagus.happy ending semua.tdk ada yg terpuruk.
Sri Mulyani Yani
Luar biasa
Akmala rosyada
Buruk
Simba Berry
si arfan ini benar2 ya keterlaluan.
Simba Berry
tega banget si arfan.istrinyakan tulus menyayangi anaknya.risa juga tulus menyayangi adiknya.
Simba Berry
yg salah disini papanya lalita.mrreka bertiga sama2 korban.
Royhan
Luar biasa
Just cindy
ya seperti kaliya yang legowo melepaskan erick aku rasa bu riani juga harus bisa sih
Anonymous
ok
£rvina
Luar biasa
@💤ιиɑ͜͡✦⍣⃝కꫝ🎸🇵🇸
sedang membaca
Inoy
bagus cerita nya tp akhir cerita nya d luar ekspektasi aq..pokok nya yg penasaran baca aj smp akhir, aq g brani ngejelasin terlalu gamblang..nanti nya g seru baca nya !
Inoy
bersyukur lah Risa krn punya suami yg benar2 melindungi dn menutupi kekurangan mu..
gambaran cinta sejati yg mo menerima pasangan nya apa ada nya..❤️
Inoy
koq sedih yaaa...🥺
Inoy
Lalita benar2 berhati legowo meskipun sikap nya suka manja...
Lismawati Salam
mantap teguh Lalita, kebanyakan novel pasti kembali sama mantan tapi author beda
Inoy
jangan2 Dinara dn Riani saudara kembar?? 🤔
Inoy
miris skali jd Larisa..🥺
Inoy
pusing kan Rick,,maka nya klo kamu setuju dgn sebuah pernikahan apapun alasan nya kamu hrs berlapang dada menerima pernikahan itu..skalipun kamu tdk mencintai istri mu, krn bagaimana pun kamu menyembunyikan perasaan mu..pasti akan katahuan jg...
Inoy
mulai nyesek niiih....🥺
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!